x

Iklan

Surya Samosir

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Minggu, 28 November 2021 14:24 WIB

Mengajar Generasi Z; Merdeka Belajar

Memang banyak dari generasi Z yang terkena dampak negatif dari kecanggihan teknologi, mulai dari kecanduan game, dan kecanduan platform media sosial lainnya. Namun, bukan berarti kita menutup mata pada dampak positif yang muncul akibat dari kecanggihan teknologi tersebut. Setiap zaman punya tantangan masing-masing. Memaksakan generasi sekarang untuk merasakan tantangan zaman dahulu adalah salah satu bentuk arogansi. Saya sebagai guru generasi Z pun berusaha mengajar dengan program Merdeka Belajar. Tujuannya adalah generasi Z mampu menghadapi tantangan-tantangan di era teknologi canggih seperti sekarang. Contohnya, penyebaran hoaks, budaya hedonisme dan konsumtif, manajemen waktu yang buruk, dan kemalasan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Nonton apa nok?” tanya Adi.

Salah seorang dari mereka menjawab, “Video salam dari Binjai, Ngab

“Keren nih,”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Rasanya seperti jadi jagoan, hero!”

“Ayo kita coba di ladang pisang Ajik Arta”

Sekilas percakapan sekelompok siswa saat pergantian jam mapel terdengar oleh saya saat melintas di sekitar mereka. Saya mengajar di salah satu sekolah negeri jenjang SMA di Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Siswa SMA kelahiran tahun 2003-2006 adalah generasi Z yang sangat dekat dengan teknologi. Kegiatan pembelajaran daring atau online selama pandemi menuntut generasi Z harus selalu siap sedia dengan perangkat elektroniknya, seperti smartphone, dan laptop. Oleh karena itu, hampir semua dari mereka menggunakan platform media sosial, seperti Whatsaap, Youtube, Instagram, Twitter, Telegram, dan Tiktok.

Sebagai seorang guru yang baik, saya berusaha memberi mereka nasihat. Mengarahkan mereka berjalan di jalan yang benar.

“Kasihan pohon pisangnya,”

“Bisa punah,”

“Kasihan juga petani pisangnya.”

Sekelompok siswa tersebut kaget karena menyadari keberadaan saya di sana. Kemudian tertawa-tawa sembari merespons, “Cuma bercanda, Bu,”

“Binjai itu di mana ya, Bu?” tanya salah seorang dari mereka.

“Dekat Kota Medan, Provinsi Sumatra Utara,”

“Perjalanan sekitar 30 menit kalau naik motor atau mobil dari Kota Medan menuju Kota Binjai.”

Mereka manggut-manggut saat mendengar jawaban saya. Siswa SMA di ujung barat Pulau Bali ini memang sering penasaran dengan kondisi daerah di luar Pulau Bali. Kebanyakan dari mereka menganggap bahwa semua orang datang dari luar Pulau Bali adalah berasal dari Pulau Jawa. Padahal masih ada pulau-pulau lain, seperti Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, dan Pulau Papua. Belum lagi beragam suku-suku yang berdiam di pulau-pulau tersebut.

Saya pun mencoba memberi mereka saran. Tiba-tiba saya terpikir dengan konten Salam dari Jembrana. Konsepnya adalah membuat video yang menampilkan keindahan wisata di Kabupaten Jembrana, kemudian mengunggahnya di instagram, youtube dan tiktok. Sebagai seorang yang lahir dan dibesarkan di Kabupaten Jembrana, mereka pasti punya keinginan untuk memperkenalkan wisata di daerahnya ke seluruh penjuru negeri. Rancangannya adalah setiap konten yang memuat keindahan dan keunikan di Kabupaten Jembrana akan selalu diakhiri dengan ujaran Salam dari Jembrana.

Sekelompok siswa tersebut tersenyum membayangkan ide yang saya berikan. Terpikir oleh mereka Pantai Medewi, Pantai Baluk Rening, Pantai Candikusuma, Pantai Perancak, Wisata Bunut Bolong, Puncak Mawar Dewasana, Wisata Air Gumbrih, Bendungan Palasari, Air Terjun Juwuk Manis, Pura Rambut Siwi, Taman Pecangakan, Agrowisata Munduk Nangka, Pantai Dlod Berawah, dan masih banyak lagi yang perlu untuk dijelajahi untuk dijadikan konten.

___

Generasi Z memang sering bahkan terlampau sering mendapat pandangan negatif dari generasi-generasi pendahulunya.  

Generasi Z sering menjadi bahan pergunjingan dari generasi-generasi pendahulunya. Generasi Baby Boomer, Generasi X, bahkan generasi Y atau generasi milenial cenderung memandang pesimis peran generasi Z untuk membangun peradaban bangsa dan negara. Generasi Z diyakini hanya mampu bergoyang-goyang di platform TikTok. Generasi Baby Boomer meyakini bahwa generasi Boomer-lah yang paling ‘unggul’ dan paling ‘ideal’ untuk membangun peradaban bangsa dan negara. Generasi Z diyakini sebagai penyebab kemunduran peradaban.

            Generasi-generasi pendahulunya sering menganggap remeh kemampuan generasi Z. Generasi Z diyakini sebagai makhluk yang pemalas, kurang gigih, dan bermental rapuh. Identik dengan perilaku-perilaku negatif membuat generasi Z sering dipandang sebelah mata. Benarkah generasi Z sepayah itu?

            Sering menghabiskan waktu di dunia maya, seperti sibuk mengakses platform media sosial seperti whatsapp, instagram,tiktok, youtube, dan twitter membuat generasi Z terlihat sangat buruk di mata generasi-generasi pendahulunya. Joget-joget atau goyang-goyang di tiktok menjadi tindakan atau perilaku yang gila dalam sudut pandang generasi sebelumnya, khususnya generasi Baby Boomer. Baby Boomer sangat yakin dan percaya bahwa perilaku generasi Z yang bergoyang-goyang di tiktok tersebut sesungguhnya telah menciderai semangat perjuangan pahlawan zaman kemerdekaan. Joget-joget di tiktok, menonton video youtube, dan bermain game dianggap mampu meruntuhkan peradaban bangsa dan negara.

Berikut beberapa komentar yang sering dilontarkan oleh generasi Baby Boomer:

Generasi sekarang mana tau rasanya perjuangan menuju ke sekolah dengan melewati sungai, gunung, dan lembah.

Generasi sekarang tidak tahu rasanya melawan penjajah yang kejam hanya dengan menggunakan bambu runcing.

Generasi sekarang mana tau rasanya makan singkong karena tidak mampu beli nasi.

HP terooss! Dulu di zaman kami tidak ada HP, tidak ada masalah.

Generasi sekarang manja! Tidak tau rasanya pahitnya kehidupan. Itu semua karena HP.

___

     Saya sebagai guru dari generasi Z berpikir keras mengenai asumsi-asumsi tersebut. Benarkah generasi Z sepayah itu?

   Memang banyak dari generasi Z yang terkena dampak negatif dari kecanggihan teknologi, mulai dari kecanduan game, dan kecanduan platform media sosial lainnya. Namun, bukan berarti kita menutup mata pada dampak positif yang muncul akibat dari kecanggihan teknologi tersebut. Setiap zaman punya tantangan masing-masing. Memaksakan generasi sekarang untuk merasakan tantangan zaman dahulu adalah salah satu bentuk arogansi. Saya sebagai guru generasi Z pun berusaha mengajar dengan program Merdeka Belajar. Tujuannya adalah generasi Z mampu menghadapi tantangan-tantangan di era teknologi canggih seperti sekarang. Contohnya, penyebaran hoaks, budaya hedonisme dan konsumtif, manajemen waktu yang buruk, dan kemalasan.

    Dimas Aldi Pangestu, dkk, dalam jurnal Filosofi Merdeka Belajar Berdasarkan Perspektif Pendiri Bangsa, mengungkapkan bahwa hakikat merdeka belajar oleh para pendiri bangsa Indonesia adalah mengakui hak-hak manusia secara kodrati untuk memperoleh pembelajaran dan pengalaman secara bebas yang bertujuan untuk menciptakan manusia baru dan masyarakat baru. Mendidik manusia dengan jiwa yang merdeka bertujuan agar tercipta pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan.

    Program merdeka belajar diperoleh dari konsep filsafat Ki Hajar Dewantara dan konsep kemandirian. Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), menjelaskan bahwa merdeka belajar mendukung lingkungan pendidikan untuk menentukan sendiri cara terbaik dalam proses kegiatan pembelajaran. Guru dan peserta didik tidak harus mengikuti kurikulum yang tersedia. Mereka bisa menggunakan metode belajar yang paling cocok digunakan.

     Hal itu juga diungkapkan juga oleh Nurul Istig’faroh, dalam jurnal pendidikan berjudul Relevansi Filosofi Ki Hajar Dewantara Sebagai Dasar Kebijakan Pendidikan Nasional Merdeka Belajar di Indonesia, menyatakan bahwa proses pendidikan yang humanisme mengedepankan keterbukaan berpikir kritis.

      Saya menerapkan program Merdeka Belajar tersebut dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia yang saya ampu. Saya menggunakan pengetahuan awal peserta didik sebagai bahan materi. Selain pengetahuan, pengalaman peserta didik juga dikaitkan dengan materi pembelajaran. Contohnya adalah saat saya mengajar tentang jenis-jenis kata, saya terlebih dahulu menanyakan satu kata yang paling sering mereka dengar atau yang paling menggambarkan kondisi mereka saat itu.

 “Masing-masing dari kalian harus bisa menyebutkan satu kata,”

“Satu kata yang paling sering kalian dengar,”

“Atau satu kata yang paling menggambarkan kondisi kalian saat ini,”

Tidak ada suara. Tidak ada respons. Sunyi.

Melihat keadaan tersebut, saya pun berinisiatif, “Baik, kalau begitu mulai dari saya dulu,”

Saya menyebut satu kata dan menuliskannya di papan tulis, “Gagal.”

Ya, itu adalah kejujuran hati. Kemarin saya ikut beberapa kali lomba menulis tapi gagal. Saya tidak malu dengan itu, walaupun ada sedikit rasa kecewa.

Tidak disangka. Tidak diduga. Tiba-tiba mereka semua, satu kelas, mengacungkan tangan. Mereka berlomba ingin memberikan satu kata. Mereka terlihat merdeka belajar.

Saya menyebutkan namanya satu-satu. Mereka pun bergiliran untuk menjawab.

“Diam,”

“Kacau,”

“Pendek,”

“Lupa,”

...

Tiba-tiba satu jawaban dari salah seorang dari mereka membuat saya termenung. Saya duduk di tepi Pantai Perancak, memandangi debur ombak. Saya memang bahagia saat mereka sudah merasakan merdeka belajar, sudah berani mengungkapkan isi pikirannya masing-masing. Namun, satu jawaban dari seorang siswa yang tidak pernah mengerjakan tugas dan sering absen, harus segera dicarikan solusinya.

Dia menjawab dengan tatapan kosong, “Stres”

 

Daftar Pustaka

Pangestu, D. A., Sulfemi, W. B., & Yusfitriadi. (2021). Filosofi Merdeka Belajar Berdasarkan Perspektif Pendiri Bangsa. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 6(1), 78-92. https://doi.org/10.24832/jpnk.v6i1.1823

Istiq’faroh, Nurul. (2020). Relevansi Filosofi Filosofi Ki Hajar Dewantara Sebagai Dasar Kebijakan Pendidikan Nasional Merdeka Belajar di Indonesia. Jurnal Pendidikan, Vol. 3 No.2.

Ikuti tulisan menarik Surya Samosir lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu