x

Iklan

Winda Ari Anggraini

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 November 2021

Senin, 29 November 2021 10:23 WIB

Jangan Jadi Warganet Julid: Merdeka Berekspresi Lewat Caption


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ungkapan merdeka belajar sudah semakin ramai digunakan dalam dunia pendidikan. Tidak terbatas pada kalangan guru penggerak saja yang mempelajari konsep merdeka belajar lewat program unggulan Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi namun banyak kalangan seperti mahasiswa, orang tua, hingga murid pun juga sudah mulai mengenal istilah ini.

Menurut KBBI, merdeka berarti (1). bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri:  (2). tidak terkena atau lepas dari tuntutan. Sedangkan secara utuh merdeka belajar diartikan dimana unit pendidikan yaitu sekolah, guru, dan muridnya memiliki kebebasan dalam berinovasi, serta belajar dengan mandiri dan kreatif. (Mendikbud, 2019)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Guru merdeka berkreasi

Implementasi merdeka belajar tentu saja harus dimulai dari ruang-ruang kelas karena sejatinya disinilah kegiatan belajar mengajar (KBM) dilaksanakan. Namun, pandemi mengubah banyak hal, tidak terkecuali KBM. Dengan berbagai perubahan dari belajar dari rumah (BDR) hingga pertemuan tatap muka (PTM) terbatas, sekolah harus segera menyesuaikan agar proses KBM tidak terhambat. Dengan berbagai keterbatasan yang ada, sekolah memberikan ruang gerak kepada guru agar dapat menentukan pendekatan pembelajaran yang mudah untuk dilakukan agar pembelajaran tetap setidaknya mirip dengan biasanya.

Diawal pandemi, baik guru dan murid sama-sama mengalami kesulitan dalam menentukan mode pembelajaran yang sesuai. Bagaimana tidak sulit? Selama ini penggunaan teknologi di dalam kelas masih terbilang baru serta terbatas pada power point dan aplikasi sederhana lainnya. Pandemi ini ‘memaksa’ guru dan murid untuk segera beradaptasi atau jika tidak ancaman learning loss pun sudah di depan mata. Learning loss yang merupakan kondisi dimana terdapat kesenjangan dalam pemahaman sebuah kompetensi mata pelajaran memotivasi guru untuk terus berkreasi agar mode pembelajaran yang dipilih dapat memotivasi murid.

Dengan kondisi PTM terbatas ini maka pembelajaran yang paling dilakukan ialah pembelajaran kombinasi antara tatap muka, pembelajaran daring, serta praktik riil di lapangan atau dikenal sebagai blended learning. Pertemuan di kelas yang hanya dua jam pelajaran dengan durasi yang juga disesuaikan agar setiap guru mata pelajaran dapat bertemu dengan murid dirasa sangatlah singkat, apalagi untuk mata pelajaran yang memang membutuhkan waktu yang agak panjang.

 

Murid merdeka berekspresi

Dalam pelajaran bahasa Inggris, caption mungkin terbilang baru kemunculannya dalam kompetensi dasar yang harus dicapai. Namun bagi murid masa sekarang, hal ini menjadi biasa terutama bagi para artis atau pengguna harian media sosial. Caption yang dulunya dikenal sebagai teks penyerta yang tertulis dibawah gambar di koran, majalah, atau buku atau tertulis dibawah tabel, grafik, dan bagan, saat ini berseliweran di berbagai media sosial. Captionmenjadi tempat untuk pengguna media sosial mengekspresikan diri, mengungkapkan apapun yang diinginkan entahkah itu perasaan saat foto diambil, ide besar yang diperoleh detik tersebut, atau hanya semata menjadi hiasan di bawah sebuah foto yang dipublikasikan.

Karena caption merupakan hal biasa maka mengajak murid untuk mempelajarinya pun bisa dikatakan mudah. Kesulitan yang ditemui hanyalah persoalan penggunaan bahasa Inggris yang bagi sebagian murid masih jarang digunakan. Oleh karenanya, guru berusaha menerapkan konsep merdeka belajar dalam mempelajari materi ini. Dalam mendesain pembelajaran, guru memiliki kebebasan untuk memilih pendekatan yang tepat sesuai dengan kondisi murid di setiap kelas. Selain itu, guru juga dapat memilih sumber serta media pembelajaran yang menarik dan interaktif tidak hanya mengandalkan contoh-contoh caption yang ada dalam buku teks yang sangat terbatas. Dalam hal ini, guru memilih menayangkan berbagai jenis caption yang pernah dibuat oleh orang-orang terkenal untuk diamati bersama untuk kemudian dibawa ke forum diskusi dan tanya jawab.

Setelah diberikan materi dan diskusi untuk membahas apa itu caption, murid diberikan penugasan untuk bebas berkreasi. Dengan bersama-sama memilih topik pandemi covid-19 yang sedang merebak agar pembelajaran menjadi kontekstual, murid bebas memilih foto apa saja yang dimiliki agar representatif, merdeka dalam memilih kata-kata yang ingin diungkapkan, serta tidak ada paksaan apapun tentang format maupun kreativitas yang ingin dituliskan sebagai wadah mengekspresikan perasaan mereka tentang kondisi yang tidak menentu ini.

Meskipun murid diberikan kesempatan untuk melaksanakan konsep merdeka belajar di rumah, tetap disepakati beberapa rambu penting dalam mengekspresikan diri karena setiap orang berhak merdeka berarti adalah salah jika kemerdekaan seseorang malah membully, menghina, ataupun merugikan pihak lain. Oleh karena itu, guru bersama murid menyepakati caption yang dibuat tidak boleh melukai kemerdekaan orang lain alias dilarang menjadi warganet julid.

Hasilnya, beragam caption menarik pun berhasil ditulis. Tidak disangka, murid mempublikasi berbagai kegiatan terkait covid-19 dari pentingnya memakai masker, kampanye menjaga jarak, aktivitas untuk menjaga kesehatan, hingga kondisi berbagai warung kopi yang sepi pengunjung. Merdeka belajar ini berhasil membuat murid menunjukkan apa yang sedang dipikirkan mengenai bagaimana kondisi saat ini berdampak terhadap kehidupan mereka pribadi maupun orang-orang di sekitar mereka. Jika saja guru hanya terpaku menugaskan murid menuliskan sebuah caption tertentu saja, maka kemandirian dan kreativitas murid tidak akan terlihat. Salam merdeka belajar.   

 

Ikuti tulisan menarik Winda Ari Anggraini lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler