x

Menjelaskan tentang media pembelajaran interaktif di masa Pandemi Covid-19

Iklan

Irfan Hidayah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 November 2021

Selasa, 30 November 2021 13:12 WIB

Mendadak Mendidik di Masa Pandemi

Pendidik yang baik, orang tua maupun guru, tidak akan memberikan label buruk pada peserta didiknya. Semisal label anak nakal, anak bandel, anak bodoh, dan lain sebagainya. Karena pendidik yang baik sangat meyakini bahwa label dan panggilan adalah doa yang terucap, sehingga mereka akan memastikan apa yang diucapkannya adalah doa-doa kebaikan dan keberhasilan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi semua kita untuk memperolehnya secara adil, layak dan beradab karena ini sudah menjadi cita-cita bangsa kita yang termaktub dalam UUD 1945 bahwa pendidikan bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan juga bertujuan untuk memanusiakan manusia yang sering kita dengar tetapi tidak banyak yang tahu bagaimana implementasi memanusiakan manusia dalam kurikulum pendidikan dan kegiatan sehari-harinya di sekolah.

Belajar merupakan suatu tindakan dan perilaku siswa yang sangat kompleks dalam mencari dan menerima suatu ilmu pengetahuan. Dalam belajar terdapat interaksi antara guru (pendidik) dengan siswa (peserta didik) untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran akan tercapai jika penerapan pembelajaran sesuai dengan kondisi peserta didik yang beragam.

Langkah strategis bagi perwujudan tujuan di atas adalah adanya layanan ahli kependidikan yang berhasil guna dan berdaya guna tinggi, seperti student active learning. Penerapan ajaran tut wuri handayani juga merupakan wujud nyata yang bermakna bagi manusia masa kini dalam rangka menjemput masa depan. Untuk melaksanakannya diperlukan penanganan yang memberikan perhatian terhadap aspek strategis pendekatan yang tepat ketika individu belajar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Mendikbud R.I, Nadiem Makarim bahwa “merdeka belajar” adalah kemerdekaan berpikir. Dan terutama esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada pada guru dulu. Tanpa terjadi dengan guru, tidak mungkin terjadi dengan muridnya. Dia mencontohkan banyak kritik dari kebijakan yang akan ia terapkan. Misalnya, kebijakan mengembalikan penilaian Ujian Sekolah Berbasis Nasional ke sekolah.

Seharusnya tak ada orang yang meremehkan kemampuan seorang guru. Kompetensi guru di level apapun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi. Tanpa guru melalui proses interpretasi, refleksi dan proses pemikiran secara mandiri, bagaimana menilai kompetensinya, bagaimana menerjemahkan kompetensi dasar, ini menjadi suatu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang baik. Menurutnya, bahwa pembelajaran tidak akan terjadi jika hanya administrasi pendidikan yang akan terjadi. "Paradigma merdeka belajar adalah untuk menghormati perubahan yang harus terjadi agar pembelajaran itu mulai terjadi diberbagai macam sekolah."

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar. (QS. Al Anfal 27-28)

Berangkat dari ayat Al Quran di atas, dapat disampaikan bahwa anak adalah amanah dan Allah SWT melarang kita mengkhianati amanah yang telah dipercayakan. Oleh karena sifatnya hanya titipan, maka sudah sepantasnya sebagai orang tua menghindari sifat kemelekatan atau rasa memiliki yang sangat kuat yang membuat anak cenderung tidak berkembang. Seperti anak panah yang tidak dilepaskan dari busurnya, maka hasilnya akan sia-sia.

Tidak sedikit orang tua yang merasa kesulitan dalam mendidik anak-anaknya di masa Pandemi seperti ini. Para orang tua mengeluh akan adanya pembelajaran daring, yang justru orang tua ikut repot mengikuti perkembangan pembelajaran anaknya di rumah. Orang tua kini berperan besar dalam kegiatan pembelajaran. Di masa Pandemi ini, mereka ikut merasakan menjadi seorang guru. Yang dulunya mungkin tidak terbayangkan sedikitpun perjuangan seorang guru, kini seakan orang tua mengagungkan peran guru. Mengingat betapa sulitnya menjadi seorang guru, dan betapa besar perjuangan seorang guru untuk mendidik dan mencerdaskan anak-anaknya.

Pendidikan anak adalah sebuah proses layaknya kita menanam pohon. Proses Mendadak bukan Mendidik adalah ketika kita sudah berproses sebagai orang tua yang beriman dan beramal saleh, kemudian memberi suri tauladan yang baik serta memberi nasehat dan siap pula untuk dinasehati.

“Banyak orang tua yang khawatir, tidak mau bersabar secara optimal atas apa yang Allah SWT titipkan, terhadap perilaku dan karakter anak, sehingga tidak mampu bersabar yang mengakibatkan kita keluar dari jalur yang benar”

Beberapa tahun belakangan ini, kita sudah masuk era baru yakni teknologi industri 4.0. Dimana dunia telah bermigrasi dan bertransformasi dari dunia fisik ke dunia digital. Tidak berselang lama dunia dihebohkan dengan munculnya virus Covid-19 atau lebih sering disebut dengan virus Corona yang berasal dari Wuhan, Cina.

Persebaran virus tersebut bisa dikatakan sangat cepat sehingga menjadi Pandemi global, tak terkecuali di Indonesia. Covid-19 terdeteksi masuk pada awal bulan Maret tahun 2020. Pandemi global tentunya memaksa semua warga masyarakat untuk melaksanakan protokol kesehatan yang telah ditentukan pemerintah. Dalam proses pendidikan anak, baik di rumah maupun sekolah, ada kalanya orang tua maupun guru tak sabaran melihat progress dan hasil didikan yang belum signifikan. Dalam kasus yang lebih parah, orang tua atau guru terkadang marah-marah dan menampakkan kekesalannya pada peserta didik. Mereka merasa sudah maksimal memberikan pengajaran, namun anak dinilai belum banyak mengalami perubahan. Entah itu pada sisi kognitif, afektif maupun psikomotornya.

Sebagai pendidik, orang tua dan guru seyogyanya sangat memahami bahwa setiap peserta didik memiliki kemampuan serta potensi dominan yang berbeda. Tidak bisa semua peserta didik kita pukul rata untuk dapat mencapai progress tertentu. Tidak benar jika kita mengharapkan perubahan mereka secepat dan semudah membalikan tangan.

Mendidik itu tidak mendadak. Tidak asal-asalan. Ada perencaan yang baik, sesederhana apapun itu. Butuh energi dan kesabaran yang panjang untuk melakukannya. Tidak tergesa-gesa untuk bisa segera melihat hasilnya. Tugas pendidik cukup memastikan ilmu yang disampaikan adalah baik dan benar, disampaikan dengan cara yang baik dan tepat, lalu mengevaluasi namun bukan menghakimi.

Pendidikan hakiki sejatinya bukan sekadar transformasi informasi, namun juga proses pembiasaan untuk melakukan (mengamalkan) hingga menjadi sebuah kebiasaan dan karakter yang melekat kuat. Dalam prosesnya, terkadang dibutuhkan ketegasan guru di samping kelembutannya menyampaikan ilmu. Pendidik adalah mursyid (pembimbing) yang dengan sepenuh hati menuntun binaannya, mendiagnosa sakitnya, lalu memberikan terapi yang tepat untuk pengobatannya.

Tidak sedikit orang tua yang merasa kesulitan dalam mendidik anak-anaknya di masa Pandemi seperti ini. Para orang tua mengeluh akan adanya pembelajaran daring, yang justru orang tua ikut repot mengikuti perkembangan pembelajaran anaknya di rumah. Orang tua kini berperan besar dalam kegiatan pembelajaran. Di masa Pandemi ini, mereka ikut merasakan menjadi seorang guru. Yang dulunya mungkin tidak terbayangkan sedikitpun perjuangan seorang guru, kini seakan orang tua mengagungkan peran guru. Mengingat betapa sulitnya menjadi seorang guru, dan betapa besar perjuangan seorang guru untuk mendidik dan mencerdaskan anak-anaknya.

Pendidik yang baik, orang tua maupun guru, tidak akan memberikan label buruk pada peserta didiknya. Semisal label anak nakal, anak bandel, anak bodoh, dan lain sebagainya. Karena pendidik yang baik sangat meyakini bahwa label dan panggilan adalah doa yang terucap, sehingga mereka akan memastikan apa yang diucapkannya adalah doa-doa kebaikan dan keberhasilan.

Adapun progres peserta didik yang belum sesuai harapan hanya masalah waktu saja. Mereka optimis bahwa pada saatnya, dengan izin Allah Swt., mereka akan mampu mencapainya, menjadi anak-anak terbaik yang membahagiakan orang tua dan gurunya, serta bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya.

Ikuti tulisan menarik Irfan Hidayah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB