x

Salah satu siswa kelas 2B SLBN Sambirejo sedang mengikuti Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) di sekolah. (Foto: Dokumentasi Penulis)

Iklan

PAULINA ERICA SEPTIANINGRUM, S.Pd.

Guru SLB Negeri Sambirejo, Nganjuk, Jawa Timur
Bergabung Sejak: 28 November 2021

Rabu, 1 Desember 2021 15:11 WIB

Makna Merdeka Belajar Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Merdeka Belajar? Belajar kok merdeka? Berarti boleh belajar boleh nggak ya? Itulah pertanyaan yang pertama kali terlintas di benak saya ketika mendengar kata Merdeka Belajar. Sebagai guru untuk siswa berkebutuhan khusus, pertanyaan lain yang juga terlintas di benak saya adalah, bagaimana Merdeka Belajar dapat mewujudkan pendidikan yang inklusif khususnya bagi siswa berkebutuhan khusus? Apa makna Merdeka Belajar bagi anak berkebutuhan khusus?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

        Merdeka Belajar dapat dikatakan sebagai istilah baru yang sering terdengar akhir-akhir ini. Seperti yang kita ketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Kabinet Maju, Nadiem Anwar Makarim melakukan gebrakan baru dalam dunia pendidikan dengan menetapkan 4 pokok kebijakan bidang pendidikan nasional melalui program “Merdeka Belajar”. Merdeka Belajar dalam lingkup sekolah dapat diartikan sebagai kebebasan guru dan murid dalam berinovasi dan berkreativitas pada setiap proses belajar mengajar. Tujuannya adalah agar baik guru maupun siswa dapat menikmati setiap proses pembelajaran dengan senang atau bahagia. Disini, yang ditekankan adalah kegiatan belajar tidak hanya terbatas pada ruang kelas, belajar dapat dilakukan dimana saja, semua orang bisa menjadi guru, dan alam dan sekitarnya dapat menjadi sumber untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Sistem pembelajaran yang awalnya hanya dilakukan di ruang kelas, mendengarkan penjelasan guru, dan mengikuti instruksi guru, berubah menjadi pembelajaran yang juga dapat dilakukan di luar kelas atau lingkungan sekitarnya (outing class), siswa dapat melakukan tanya jawab atau diskusi dengan guru, dan melibatkan siswa agar selalu aktif dalam pembelajaran. Sistem pengajaran ini tidak hanya dapat membentuk karakter siswa yang berakhlak mulia, mandiri, berkompetensi, bersosialisasi, dan kreatif, tetapi juga menekankan bahwa masing-masing siswa memiliki bakat dan potensi, sehingga tugas guru adalah membantu mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki menjadi bekal keterampilan bagi siswa yang bermanfaat bagi kehidupannya kelak.

        Merdeka Belajar diharapkan dapat dilaksanakan oleh semua jenjang pendidikan, termasuk di Sekolah Luar Biasa (SLB). Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan berbagai macam hambatannya memiliki hak yang sama dengan anak pada umumnya: hak untuk hidup, hak perlindungan, hak tumbuh kembang, hak untuk berpartisipasi, dan hak untuk aktualisasi diri. Mereka berhak mendapatkan kesempatan penuh untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat, dan potensinya masing-masing. Merdeka Belajar dalam lingkup pendidikan khusus dapat dimaknai sebagai semangat pelayanan bagi ABK yang mengarah kepada pengembangan bakat, minat, dan potensinya sehingga mereka mampu hidup mandiri, mampu mengaktualisasikan diri mereka sendiri sebagai bagian dari masyarakat, dan mampu berbaur dengan masyarakat.

        Berdasarkan pengalaman saya yang berprofesi sebagai guru bagi siswa berkebutuhan khusus di SLB, konsep pendidikan dalam Merdeka Belajar sebenarnya sudah dilaksanakan jauh-jauh hari sebelum diluncurkannya program tersebut. Kita dapat menjumpai di SLB yaitu terdapat beragam jenis kekhususan siswa dengan masing-masing karakteristiknya. Tentunya, di dalam pembelajaran guru tidak dapat memberi materi yang seragam karena kondisi siswa yang beragam, Maka dari itu, SLB sebagai sekolah yang melayani siswa berkebutuhan khusus mengutamakan pembelajaran yang terpusat pada siswa, pemberian materi yang bersifat aplikatif dan disesuaikan dengan kemampuan siswa, pemberian program kompensatoris (Orientasi dan Mobilitas (OM) untuk siswa dengan hambatan penglihatan, Bina Persepsi Komunikasi Bunyi dan Irama (BPKBI) untuk siswa dengan hambatan pendengaran, Bina Diri untuk siswa dengan hambatan intelektual, dan lain sebagainya) sesuai dengan jenis kekhususan siswa, serta pemberian program vokasional bagi siswa SMPLB dan SMALB sebagai persiapan menuju dunia kerja setelah lulus nanti. Kegiatan yang berpusat pada siswa tersebut tentunya memiliki tujuan mulia, yaitu agar setelah lulus nanti siswa dapat hidup mandiri dengan dibekali keterampilan yang menunjang kehidupannya di lingkungan keluarga maupun masyarakat, dengan harapan lingkungan dapat menerima mereka tanpa memandang hambatan yang dimilikinya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

        Saya selalu teringat dengan jargon Bidang PK-PLK Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur yaitu “ABK Bisa, PKLK Istimewa, Mandiri Tanpa Diskriminasi”. Saya menyoroti kata “Mandiri Tanpa Diskriminasi” karena pada dasarnya salah satu tujuan layanan pendidikan khusus adalah memandirikan ABK dengan tidak membatasi ruang geraknya untuk berkembang sesuai bakat dan potensi yang dimilikinya. Namun pada kenyataannya, tidak dapat dipungkiri bahwa kita masih menjumpai banyak ABK yang hidup menganggur atau tidak bekerja setelah lulus, bahkan masih membutuhkan bantuan orang lain untuk mengurus atau merawat dirinya sendiri. Belum lagi lingkungan keluarga atau masyarakat yang kurang menerima keberadaan ABK karena dianggap beban atau menganggu mereka. Hal tersebut menjadi tanda tanya besar bagi kita semua, apakah program Merdeka Belajar dapat menjadi solusi untuk mengurangi masalah tersebut? Jawabannya tentu kembali ke penerapannya masing-masing. Merdeka Belajar bukan dimaknai sebagai belajar yang dilakukan dengan semaunya sendiri tanpa pedoman, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Maka dari itu, guru perlu mengenali karakteristik belajar masing-masing siswa dan selanjutnya merancang pedoman pembelajaran yang disesuaikan dengan siswa. Salah satu tujuannya adalah memandirikan siswa untuk dapat berkembang secara optimal. Lalu bagaimana mengatasi masalah diskriminasi terhadap ABK? Tentunya dimulai dari sekolah itu sendiri. Sistem pembelajaran di SLB atau inklusi mengajarkan siswa untuk tidak berlaku diskriminatif. Siswa diasah rasa empati dan cara menghargai sesamanya tanpa memandang kondisi fisiknya. Guru juga memberi contoh cara menyikapi perbedaan antara teman satu dengan teman yang lainnya sehingga siswa tidak perlu takut akan menerima perlakuan diskriminasi dari teman-temannya.

        Semangat Merdeka Belajar tidak hanya perlu dikumandangkan, tetapi juga perlu diwujudkan melalui pembelajaran mandiri yang bersifat inklusif. Siswa dibebaskan untuk bereksplorasi sesuai inovasi dan kreativitas mereka dengan harapan agar terbentuk karakter belajar yang menunjang kehidupannya. Dengan metode seperti ini, baik guru ataupun siswa dapat benar-benar merasakan kemerdekaan dalam belajar. Sama seperti yang dikatakan Nadiem bahwa pendidikan khusus sangat erat dengan filosofi Merdeka Belajar, “tidak mungkin kita mencapai merdeka belajar tanpa sekolah yang inklusif”, ABK dengan berbagai jenis hambatannya juga berhak mendapakan layanan pendidikan yang mampu mengembangkan potensinya secara optimal. “See our ability, not our disability”, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan bahwa ABK dengan jenis hambatan beragam juga memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dengan layanan pendidikan yang tepat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna Merdeka Belajar bagi ABK adalah: Mewujudkan Pendidikan Mandiri Tanpa Diskriminasi, memandirikan ABK dengan tidak membatasi ruang geraknya untuk berkembang sesuai bakat dan potensi yang dimilikinya.

Ikuti tulisan menarik PAULINA ERICA SEPTIANINGRUM, S.Pd. lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu