x

Iklan

Herlina Verawati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Minggu, 5 Desember 2021 05:48 WIB

Ikan yang Disuruh Memanjat Pohon akan Merasa Bodoh Seumur Hidupnya; Penerapan Model Pembelajaran Guru Kunjung dengan Metode “Among” dalam Filosofi Ki Hajar Dewantara dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berpihak pada Peserta Didik

Mendidik dengan Hati Pulihkan Pendidikan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“ IKAN YANG DISURUH MEMANJAT POHON AKAN MERASA BODOH SEUMUR HIDUPNYA”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerapan Model Pembelajaran Guru Kunjung dengan Metode “Among” dalam Filosofi Ki Hajar Dewantara dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berpihak pada Peserta Didik

HERLINA VERAWATI

msherlina007@gmail.com

 

Abstraksi

Pendidikan diartikan sebagai  tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Pendidikan dimaksudkan sebagai cara untuk menuntun anak-anak mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ketika sesorang anak telah selamat dan Bahagia, maka dia harus berdampak dan menularkan Kembali kebahagiaan dan keselamatan yang sudah diperolehnya. Setiap anak didik memiliki kodrat alam dan kodrat zaman. Anak-anak didik bukanlah kertas kosong yang bisa kita isi sesuai dengan keinginan kita, mereka juga bukan kertas yang sudah berisi penuh tulisan, sehingga setiap guru tidak perlu mengisinya Kembali. Filosofi Ki Hajar Dewantara dalam system pendidikannya yang didasari pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love) merupakan metode yang ampuh dalam memberi pengalaman pembelajaran ditengah Pandemi Covid 19 di SD Negeri Anjir Pulang Pisau 3 Kalimantan Tengah.

 

Abstraction

Education is defined as a guide in the life of the growth of children. Education is intended as a way to guide children to the highest safety and happiness both as human beings and as members of society. When a child is safe and happy, then he must have an impact and transmit back the happiness and safety that he has obtained. Every student has the nature of nature and the nature of the times. Students are not blank papers that we can fill in as we wish, nor are they paper that is already full of writing, so that every teacher does not need to fill it in again. Ki Hajar Dewantara's philosophy in his education system which is based on compassion, honing and care (care and dedication based on love) is a powerful method in providing learning experiences in the midst of the Covid 19 Pandemic at SD Negeri Anjir Pulang Pisau 3, Central Kalimantan.

 

Pendahuluan

Pandemi Covid 19 melatabelakangi penulisan artikel ini, stiuasi yang memukul banyak aspek kehidupan, hal ini terjadi bukan hanya di Indonesia. Namun juga di seluruh dunia. Seluruh aspek kehidupan mengalami dampak yang signifikan, dampak ekonomi, social, politik, budaya bahkan juga Pendidikan mengalami dampak yang saya sebut “critical thingking effect”. Setiap akademisi diminta berpikir kritis dalam menjawab tantangan di tengah Pandemi Covid 19.

            Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional menyebutkan, bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bngsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan dari Pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, kreatif dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Surat Edaran Kemendikbud Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19. Kebijakan tersebut berisi penyesuaian pembelajaran di masa pandemi Virus Covid-19. Berdasarkan surat edaran tersebut dijelaskan bahwa proses pembelajaranpembelajaran di sekolah yang semula dilakukan secara tatap muka harus diganti dengan sistem daring (dalam jaringan) maupun luring (luar jaringan). Kedua pendekatan yang diterapkan tersebut diharapkan dapat mengakomodir kegiatan belajar mengajar bagi siswa. Menggunakan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) diharapkan semua yang terlibat dalam dunia pendidikan di sekolah dapat terhindar dari bahaya Virus Covid-19 tersebut. Intinya, bahwa penerapan PJJ tetap harus memenuhi empat tujuan pelaksanaan PJJ yakni: melindungi warga sekolah dari dampak buruk Covid-19, mencegah penularan Covid-19, pemenuhan hak belajar peserta didik, dan pemenuhan dukungan psikososial.

Menteri Pendidikan Republik Indonesiapun menerapkan pembelajaran dalam jaringan (daring),  luar jaringan (luring) maupun gabungan dari keduanya yaitu blended learning. Tiga hal ini harus menerapkan 6 hal penting dalam Pendidikan yaitu mengutamakan kesehatan dan keselamatan, pembelajaran inklusif sesuai usia dan jenjang, adanya variasi pemberian tugas, adanya komunikasi interaktif dan saling memberi umpan balik, pengalaman belajar yang bermakna, serta fokus pada pendidikan kecakapan hidup. Berpijak pada enam prinsip tersebut, diharapkan tantangan pelaksanan pembelajaran jarak jauh tidak lagi menjadi hal yang perlu dikeluhkan, tetapi memberikan kesempatan pada guru sebagai pendidik untuk dapat memberikan pengalaman belajar jarak jauh yang bermakna. Bermakna dalam artian relevan secara konteks dan konten dengan kehidupan siswa.

Nicholas P. Wolterstrorff dalam bukunya yang berjudul, “Mendidik untuk kehidupan menyatakan bahwa sekolah adalah sebuah komunitas yang heterogeny, bukan homogen. Sekolah berisi banyak karakter, kepribadiaan dan budaya yang dibawa oleh setiap peserta didik sebagai kodrat alam serta proses dari kodrat zaman. Dalam ceramahnya Nicholas mengusung tema, “Mengajar untuk Hari Esok pada Hari ini,” Setiap guru seharusnya memahami potensi yang mereka miliki untuk mempengaruhi perkembangan wawasan peserta didik mereka. Sasaran utama dari pidatonya adalah setiap guru seharusnya menginspirasi, memberi tantangan dan memotivasi karena setiap peserta didik adalah generasi mendatang.

Metode “among” dalam filosofi Ki Hajar Dewantara merupakan metode yang terbaik dalam melaksanakan proses pembelajaran pada model pembelajaran guru kunjung yang penulis terapkan di SD Negeri Anjir Pulang Pisau 3, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah.

Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa system yang tepat dalam mendidik adalah sistem among, yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah, dan asuh. Pengajaran yang meliputi kepala, hati, dan panca indera. Sehingga output pendidikan yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Orientasi asas dan dasar pendidikan dari Ki Hajar Dewantara diupayakan sebagai asas perjuangan yang diperlukan pada waktu itu. Pengaruh pemikiran pertama dalam pendidikan adalah dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Bila diterapkan kepada pelaksanaan pengajaran maka hal itu merupakan upaya di dalam mendidik peserta didik supaya dapat berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka dmi pencapaian tujuannya dan perlunya kemajuan sejati untuk diperoleh dalam perkembangan kodrati. Hak mengatur diri sendiri berdiri bersama dengan tertib, damai dan bertumbuh menurut kodrat. Ketiga hal ini merupakan dasar alat pendidikan bagi anak- anak yang disebut “among metode”, yang salah atu seginya ialah mewajibkan guru-guru sebagai pemimpin yang berdiri di belakang tetapi mempengaruhi dengan memberi kesempatan anak didik untuk berjalan sendiri. Maka dengan demikian pendidikan di Indonesia akan tetap dan selalu berproses berdasarkan semboyan “Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.”

 

 

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim pada Liputan6.com, Jakarta, Kamis, 15 Oktober 2020 mengatakan, “cita-cita dalam Pendidikan anak yang sebenarnya adalah demi memerdekakan pemikiran serta membuka potensi peserta didik.” Setiap guru diharapkan mampu untuk terus menerus bereksperimen dalam pembelajaran di ruang kelas. Menurut Nadiem, tak masalah jika ternyata dalam prosesnya pembelajaran yang diaplikasikan di kelas kurang tepat. Hal itu wajar saja terjadi, namun dari sana guru akan bisa mengevaluasi konsep seperti apa yang paling cocok diaplikasikan di dalam kelas.

“Among Method” yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara menurut penulis merupakan metode yang tepat dalam menerapkan pembelajaran yang memerdekakan peserta didik. Ki Hajar Dewantara menrupakan tokoh Pendidikan nasional yang berfokus pada bagaimana memanusiakan manusia. Manusia bebas menumbuhkembangkan dirinya menjadi manusia yang seutuhnya. Manusia tidak diukur dari materinya saja dan keberhasilannya saja. Pendidikan harus sejak dini menananmkan bahwa keberadaan manusia jauh lebih penting daripada apa yang menjadi miliknya dan apa yang telah dilakukannya. Pendidikan yang humanis menekankan bagaimana memanusiakan manusia untuk lebih berbudaya sebgai manusia yang utuh berkembang, dengan prinsip “dedicate the head, the heart and the hand.

Pencapaian hasil belajar yang tidak maksimal menganggap tidak tepatnya metode yang digunakan dalam proses belajar ditengah Pandemi Covid 19. Perlu bagi setiap guru mengetahui bahwa memanusiakan hubungan dengan Tripusat Pendidikan sebagai asset terbesar dalam Pendidikan selain dari asset diri sendiri. Tripusat Pendidikan adalah lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Tripusat Pendidikan juga merupakan pendukung dalam mewujudkan merdeka belajar, hasil belajar peserta didik juga didukung dari lingkungan ekosistem Pendidikan diperlukan oleh setiap peserta didik.

Paparan mengenai Penerapan Model Pembelajaran Guru Kunjung dengan Metode “Among” dalam Filosofi Ki Hajar Dewantara dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berpihak pada Peserta Didik merupakan suatu strategi yang penulis anggap baik setelah melakukan beberapa strategi dalam mewujudkan “Merdeka Belajar,” di SD Negeri Anjir Pulang Pisau 3. Model Guru Kunjung adalah dengan metode among (Among Method) mampu memanusiakan manusia, meningkatkan hasil belajar dan memerdekakan anak didik dalam pembelajaran.

 

Metode

Pemaparan mengenai Penerapan Model Pembelajaran Guru Kunjung dengan Metode “Among” dalam Filosofi Ki Hajar Dewantara dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berpihak pada Peserta Didik ini adalah sebuah cara yang dianggap penulis tepat dan bagus dalam memerdekakan peserta didik berdasarkan informasi yang didapat dari hasil pengamatan, tinjauan pustakawan, wawancara dengan orang tua peserta didik yang ada di SD Negeri Anjir Pulang Pisau 3. Subjek pengamatan adalah peserta didik Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti kelas I sampai dengan kelas VI. Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2020/2021. Objek dari pemaparan ini adalah Metode Among pada model pembelajaran guru kunjung dalam mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik.

 

 

 

Langkah-langkah dalam pemaparan Metode Among dalam guru kunjung untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik adalah:

Tahap Persiapan

  1. Menganalisa faktor utama penghambat belajar peserta didik dengan melakukan pengamatan dari hasil belajar siswa pada bulan Juli sampai dengan Oktober.
  2. Mengidentifikasi peserta didik yang mengalami masalah
  3. Berkomunikasi dengan setiap Wali Kelas dan Kepala Sekolah mengenai kegiatan ini.
  4. Menggali informasi mengenai penyebab kesulitan belajar melalui wawancara dengan orang tua dari peserta didik mengenai kegiatan anak di rumah.
  5. Mengindentifikasi solusi yang diperlukan dalam menghadapi masalah penghambat pembelajaran peserta didik

 

Tahap Pelaksanaan

 

  1. Mensosialisasikan kegiatan guru kunjung kepada setiap orang tua peserta didik dalam kunjungan dari rumah ke rumah yang saya lakukan pada kegiatan antar dan jemput materi.
  2. Berkomunikasi dengan Wali Kelas
  3. Membagi ruang kelas guru kunjung berdasarkan lokasi jarak tempuh peserta didik
  4. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

 

Hasil Pelaksanaan

Merekognisi pola Inkuiri Apresiatif dalam BAGJA untuk melakukan kegiatan guru kunjung membuat saya tidak berfokus pada kelemahan dan permasalahan yang ada, namun berfokus pada apa yang disebut kekuatan dan solusi. Membuat pertanyaan utama sebagai penentu arah penelusuran terkait perubahan yang kita inginkan, ambil pelajaran setelah pertanyaan utama disepakati, gali mimpi bersama, jabarkan rencana untuk mencapai gambaran yang diinginkan, atur eksekusi dengan bekerja sama bersama stakeholder terkait.

Menarik membahas mengenai pembelajaran jarak jauh di SD Negeri Anjir Pulang Pisau 3. Peserta didik ditingkat sekolah dasar membuat saya menjadi berpikir dua kali menegakkan system mandiri dalam pembelajaran dalam proses mengajar saya. Budaya sebagaian besar orang tua peserta didik menganggap Pendidikan bukan suatu hal yang penting dan menyepelekannya merupakan suatu “pembunuhan” kelas tinggi dalam Pendidikan.

Kegiatan guru kunjung dengan metode among ternyata dapat meningkatkan motivasi, minat dan hasil belajar peserta didik.

 

 

 

 

 

 
   

 

 

Kegiatan guru kunjung yang saya lakukan merupakan kekuatan terbesar saya dengan berkolaborasi bersama orang tua dari peserta didik. Membuka kelas dengan bantuan orang tua peserta didik yang bersedia rumahnya digunakan merupakan suatu dampak nyata dari memanusiakan komunikasi dengan orang tua dari peserta didik. Peserta didik yang beragama Kristen di SD Negeri Anjir Pulang Pisau berjumlah 16 peserta didik akumulasi dari kelas I sampai dengan kelas VI. Saya mulai mengajar di SD Negeri Anjir Pulang Pisau sejak Bulan September 2020. SD Negeri 8 Selat Hilir merupakan tempat saya mengabdi sebelumnya. SD Negeri 8 Selat Hilir merupakan sekolah yang awalnya adalah sekolah akselerasi atai percepatan, peserta didik menempuh kelas 4,5 dan 6 menjadi 2 tahun. Peserta didik yang menempuh Pendidikan di SD Negeri 8 Selat Hilir peserta didik turun temurun dalam arti kakak beradik, keponakan, sepupu secara turun temurun bersekolah di SD Negeri 8 Selat Hilir. Peran serta orang tua begitu kuat dalam pelaksanaan Pendidikan.

Peran serta rekan sejawat, kepala sekolah dan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam melakukan perubahan merupakan kekuatan terbesar saya, di SD Negeri 8 Selat Hilir. Memperkenalkan konsep among dalam Pendidikan di SD Negeri 8 Selat Hilir merupakan hal yang saya lakukan mulai dari saya melaksanakan tugas dan mengabdi. Menjalin ikatan batin dengan peserta didik membuat kami saling terhubung satu sama lain. Kepercayaan yang diberikan mereka kepada saya untuk mendengar setiap keluh kesah mereka merupakan anugerah bagi saya. Permasalahan keluarga sering terdengar dari peserta didik. Menjadi tempat curahan hati merupakan hal yang buat saya sangat penting dilakukan.

Curahan hati orang tuapun tidak heran membuat saya menjadi lebih merasa seperti memiliki ikatan darah dengan peserta didik saya, tidak heran ada orang tua peserta didik yang meminta pendapat saya mengenai kelanjutan Pendidikan anaknya. Mengapa?karena ada seorang anak yang tertekan dimasukkan ke asrama, sementara hatinya ingin mengikuti Pendidikan yang sama dengan rekan-rekannya, saya mengetahuinya lebih dulu karena anak ini terlebih dulu menyampaikan keluhannya kepada saya. Dampak dari kedekatan saya dengan anak didik, orang tua peserta didik mempermudah saya dalam melakukan perubahan. Kegiatan keagamaan dilaksanakan dengan bantuan orang tua didik, anak-anak di bawah asuhan saya pernah menjadi juara 1 lomba tari kolosal, dana yang diperlukan banyak, namun dengan sigap setiap orang tua didik mendukung kegiatan.

 

Tahun 2017, anak-anak di bawah binaan saya menjuarai tari daerah peringkat satu di Kabupaten Kapuas dan berangkat ke Propinsi. Biaya yang digunakan untuk kompetisi ini tidak sedikit. Kami harus berjualan kue keliling sekolah, Puskesmas, Kantor Pos dan kantor-kantor lain. Saya bergerak dengan peserta didik. Kue-kue yang kami jual adalah sumbangan dari orang tua peserta didik Bernama Claudia Florencia Tanu. Bayangkan selama seleksi orang tua begitu sangat membantu kami. Hubungan seperti ini dilandasi rasa sayang saya terhadap peserta didik. Pengorbanan yang saya lakukan dengan tulus, ikhlas dan tanpa pamrih membuat orang tua dari peserta didik mendukung saya disetiap kegiatan pembelajaran.

Mempercayakan keuangan seutuhnya kepada peseta didik mengajarkan setiap anak didik mandiri dan bertanggung jawab. Seluruh anak didik istimewa, tidak perduli kodrat alam apa yang dimilikinya, Pandemi Covid 19 juga saya lewati di SD Negeri 8 selat Hilir. Whats app Group merupakan wadah yang tepat dalam menyampaikan materi, penugasan dan informasi lainnya. Setiap anak didik mengerjakan tugas dengan pendampingan dari orang tuanya. Anak-anak dibawah naungan mata pelajaran saya tidak semuanya pintar secara kognitif, ada banyak peseta didik yang mahir dalam vocal, tari dan olah raga. Hal ini membuat saya menyadari bahwa setiap anak didik memiliki apa yang disebut minat dan bakat.

Ketika kita membentuk lingkaran pengaruh (retrasi, komunikasi, kolaborasi dan kontribusi) maka secara otomatis lingkaran perhatian terbentuk, dan lingkaran kepedulian menjadi cangkang perlindungan kuat. “Tidak ada perubahan tanpa pengorbanan yang dilakukan dengan hari yang tulus dan ikhlas.

September 2020 saya mutase ke SD Negeri Anjir Pulang Pisau, saya berpikir bahwa tidak ada perbedaan antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lain. Perbedaan tingkat pendidikan, penghasilan orang tua, memberi dampak dalam terjadinya proses perubahan pendidikan. Membentuk lingkaran pengaruh Kembali saya mulai dari awal, bukan hal yang mudah, tapi pasti bisa. Memanusiakan hubungan adalah hal pertama yang saya lakukan, karena pandemic Covid 19 meningkat maka saya memulai dengan bertanya kepada operator sekolah mengenai data peserta didik yang beragama Kristen.  Kemudian bertanya kepada seluruh wali kelas mengenai rumah setiap peserta didik yang beragama Kristen.

Memperkenalkan diri, menjalin komunikasi, mengamati peserta didik melalui pembicaraan dengan orang tua peserta didik. Berulang-ulang saya melakukan hal ini. Sering saya sampai rumah pukul 14. 00 Wib. Kegiatan ini saya lakukan selama 3 bulan dimulai dari Oktober, November, Desember terpotong PAS dan libur, saya lanjut bulan Januari. Setelah semua berjalan dinamis saya mulai dengan membentuk group Whats app, seluruh peserta didik masuk dalam group WA, memberi materi lewat WA. Kemudian saya masuk lewat google classroom, dengan harapan peserta didik dibantu orang tua murid pasti akan masuk GC yang saya bentuk, karena hal ini akan mempermudah saya untuk mengolah daftar hadir dan penilaian, saya bersyukur ternyata tidak ada seorangpun murid yang masuk.

Kembali saya mengaplikasikan Inkuiri Apresatif BAGJA, mengulang dari awal. Pada group WA yang aktif hanya ada 8 orang, kebingungan mulai terjadi saat 3 orang peserta didik keluar dari group, 5 orang peserta didik kelas 6 yang begitu aktif lulus. Group WA hanya didominasi oleh saya dan seorang wali murid. Menyadari terjadi perubahan, saya memulai dengan membuat pertanyaan melalui pengamatan dan wawancara, mengulangi kegiatan kunjungan setiap hari dan mulai memperhatikan nilai awal peserta didik dan evaluasi penilaian lain. Dari hasil wawancara ternyata peserta didik mengeluhkan sulit kuota, hp yang dibawa orang tua. Mulai menggali mimpi, “wah kalau demikian maka saya harus membuat LKPD berdasarkan tingkat kelas, pasti anak-anak akan mengerjakan,” pemikiran ini membuat saya mulai membuat LKPD sesuai dengan materi dan dalam LKPD saya membuat materi yang mudah dipahami peserta didik.

Membungkus LKPD dengan stopmap Barbie, Micke Mouse, Disney dan alat tulis didalamnya membuat setiap peserta didik dan orang tua peserta didik senang atas kepeduliaan saya. Seluruh LKPD dikerjakan dengan cepat dan tepat waktu. Perasaan puas begitu membuat saya bangga. Saya mulai melihat setiap LKPD, ternyata ada 3 peserta didik hanya mengerjakan pertemuan 1, ada 6 peserta didik yang saya perhatikan tulisannya bagus seperti bukan anak Sekolah dasar. 7 Peserta didik mengumpulkan tugas dengan wajar.

Seorang guru adalah fasilitator, motivator dan inspirator. Dengan hasil LKPD saya Kembali mengunjungi rumah-rumah, dan saya mendapati hasil final bahwa yang bisa membaca lancer dengan pemahaman atas bacaan cukup ada 3 peserta didik, 3 peserta didik bisa membaca namun belum memahami makna bacaan, 4 peserta didik mengeja 2 huruf, 4 sisanya belum mengenal huruf.

Anak yang dibawa orang tuanya bekerja ke lokasi sawit, pemahaman orang tua mengenai perannya sebagai dasar pendidikan merupakan penjajahan awal. Namun saya punya kekuatan yang besar yaitu DIRI SENDIRI. Mulai menjabarkan harapan-harapan positif saya, bahwa peserta didik memiliki potensi, guru yang tepat ditempat yang tepat menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Atur eksekusi, saya mulai membuat kelas Senin dan Jumat Ceria di dua lokasi berbeda, membentuk pembelajaran berdifferensiasi.

Peserta didik bukan robot yang diberi tugas banyak tanpa penjelasan terhadap materi yang ada, setiap seminggu sekali memberi tugas berpuluh-puluh halaman tidak menunjukkan bahwa seorang guru sudah melakukan tugas mengajar tapi melalaikan makna mendidik. Saya merasa terpukul saat tahu ternyata peserta didik stress atas tugas-tugas yang banyak, mereka bingung dengan materi yang disampaikan dalam LKPD. Keinginan mereka untuk bisa membaca menjadi kekuatan saya yang kedua. Ternyata saya adalah penjajah bagi mereka ketika saya memberikan LKPD, menuntut nlai tinggi tanpa memahami kebutuhan mereka. Anak-anak didik saya tidak memerlukan LKPD dengan tugas yang banyak, kebutuhan mereka adalah bagaimana mereka mampu berliterasi dengan baik.

Orang tua yang tidak ada dirumah, keranjingan HP, alasan-alasan tidak mengikuti kelas merupakan budaya yang membutuhkan proses agar budaya ini berubah. Pembiaran yang terjadi membuat anak-anak bebas dengan HP digenggamannya. Menarik melaksanakan kegiatan guru kunjung, saya mengetahui kekuatan dari setiap peserta didik. Tidak ada proses yang berlangsung cepat dalam memperoleh hasil, karena mendidik bukan sebuah pekerjaan “sim sa la bim.”

Ketertahuan saya mengenai adanya peserta didik dikelas tinggi yang tidak bisa membaca membuat saya terus melakukan kegiatan belajar membaca dan menulis disetiap pembelajaran. Memberi penjelasan materi, memberi pemahaman terlebih dahulu, kemudian mengajar mereka mengeja materi yang saya berikan, mendikte merupakan inti dari proses pembelajaran saya. Membayangkan bagaimana lidah mereka mampu mengeluarkan ejaan kata, “ba, bi, bu, be, bo, nga, ngi, ngu, nge, ngo, : membuat hati saya seolah bersyukur. Saya mengajak pembaca berimajinasi, bayangkan bagaimana seorang anak dengan usia kelas atas merasa stress melihat huruf dan tidak bisa menyebutkannya, dari matanya seolah berkata,

“bu, tolong saya, saya tidak bisa, saya bingung, ini apa bu?”

Bayangkan, egoisnya saya, ternyata selama ini saya mengikat jiwa mereka, menjajah mereka. Perlu memperkecil focus, membagi kelas bukan berdasarkan kelas lagi tapi berdasarkan kemampuan membacanya. Saya perlu peran orang tua, dalam hal ini menjadikan mereka rekan saya, setiap Senin dan Jumat mulai ada kesadaran untuk mereka hadir dalam kelas guru kunjung. Setidaknya dari 16 peserta didik 14 diantaranya aktif, 2 diantaranya proses menjadi aktif. Orang tua Greese dan Marvel, Orang tua Kenzie, orang tua Echa, orang tua Jonathan dan Olive, dan diri saya, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk setiap pertolongan yang telah diberikan. Tanpa dukungan orang tua dari anak didik, saya tidak akan mungkin bisa menyentuh hati mereka.

“Dedicate the head, the heart and the hand”

“mendidik dengan hati dan kasih menyentuh jiwa peserta didik”

“berkorbanlah, maka perubahan akan terjadi”

“Setiap perubahan tidak terjadi dengan sendirinya tanpa kolaborasi”

“Mendidik dengan tulus ikhlas tanpa meminta hak, adalah kunci membuka hati anak didik”

“Anak didik bukan robot!kasih tuga banyak-banyak, tugas guru selesai!”

“anak didik adalah tata surya, yang bergerak sesuai dengan kemampuannya, jika kita paksa yang lambat bergerak sesuai kecepatan kita maka akan terjadi chaos”

 

Kutipan-kutipan di atas adalah hasil refleksi saya dalam kegiatan ditengah Pandemi Covid 19. Merdeka Belajar, berpihak pada murid merupakan dua hal baru. Seorang guru yang jago IT, jago membuat konten Youtube, menjadi pembicara sana-sini adalah guru yang hebat untuk dirinya sendiri. Tapi guru yang mampu tergerak, bergerak dan menggerakkan adalah guru yang menginspirasi. Fokus saya bukan pada penilaian terhadap hasil evaluasi anak didik saat UTS dan PAS, tapi dalam proses bagaimana mereka mau belajar beliterasi, mengeja, membaca dan memahami makna bacaan. Setiap anak didik memiliki kebutuhannya sendiri-sendiri, setiap guru harus memahamnya.

Saya ingin merefleksikan kegiatan saya dalam sebuah puisi, izinkan saya menuliskannya bagi bapak/Ibu guru dimanapun berada, terima kasih sudah menjadi pendidik yang menginspirasi, mari tinggalkan gorehan dihati peserta didik tentang bagaimana hati dan jiwa kita mendidik mereka, sampai mereka megingat kita sebagai guru yang memerdekakan mereka.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Terima kasih Anak Didikku”

Oleh:msherlina007@gmail.com

Kubawa laptop dan pengetahuanku dalam tasku

Seolah bangga atas keprofesionalanku

Aku punya ilmu dan ijazah atas ilmuku

Aku tahu apa yang engkau tidak tahu

Tiba-tiba kalian datang dikelasku

Tersenyum melihat kearahku

Kusambut senyummu dengan harapan kujadikan kamu pintar atas mauku

Kuberi ilmu sesuai dengan materi yang terjilid buku

Pikirku bangga engkau pintar karena ilmuku

Ternyata engkau berteriak, “perih, sakit, tolong aku ibu”

Ternyata matamu berkata, “aku tidak mengerti ilmumu ibu”

Perkataanmu menamparku, dengan pemberontakkanmu

Sombongnya aku dengan kemampuanku

Kuikat lehermu dalam perintahku

Kusiksa jiwamu dalam kuasaku

Ternyata aku adalah pembunuh jiwa-jiwa kodrat

Lututku lemas dalam dosa-dosaku

Terbisu dalam tatapan matamu

Maafkan aku wahai anakku, izinkan aku berpihak padamu

Memerdekakanmu sesuai kodratmu

Mendidikmu dengan hati untuk menuntunmu

Dalam Bahagia dan selamatmu

Dalam tulus dan ikhlasku

Memelukmu dengan hatiku

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                                                             

 

KESIMPULAN

Setiap guru adalah fasilitator, motivator dan inspirator. Pembelajaran yang berpihak pada anak didik merupakan pembelajaran yang memahami kodrat dan kebutuhan anak didik. Merdeka belajar adalah sebuah proses yang menuntun didik sesuai dengan bakat dan minatnya. Metode among adalah seluruh kegiatan saya yang bekerja dengan hati untuk menciptakan pembeklajaran yang berpihak pada peserta didik, tidak semua kebutuhan sama disetiap peserta didik, setiap peserta didik adalah istimewa, mereka bergerak sesuai dengan kemampuannya, tidak semua anak didik bergerak 120km/jam, ada yang bergerak 40 km/jam, 50 km/jam ada juga yang 20 km/jam. Setiap proses memerlukan kolaborasi dan semuanya memerlukan waktu. Jika saya membeli link FM Radio dengan dana sendiri semua dengan maksud agar setiap peserta didik mendengar materi dengan merata namun hal ini terhambat karena jaringan wifi dan computer yang kurang. Setiap asset seharusnya bekerja sama, jika focus kecil tidak merespon, larilah ke focus besar, karena sering kali focus besar yang kita piker tidak bisa bekerja sama ternyata menerima kita dengan lapang dada dan merespon kita dengan baik. Tetaplah maju para guru Indonesia, ada banyak pintu menuju kata salam dan Bahagia, karena tujuan selamat dan Bahagia adalah sasaran kita untuk kata “merdeka belajar,” perlu bagi kita mendidik dengan hati memulihkan pendidikan.

 

Ikuti tulisan menarik Herlina Verawati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler