x

Tata Krama

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 6 Desember 2021 20:16 WIB

Tata Krama ke Mana?

Inilah wajah Indonesia. Pendidikan terpuruk, berbagai segi kehidupan lemah, hilang jati diri bangsa, dari sektor politik sampai sepak bola, karakter, integritas, dan tata krama diabaikan tanpa rasa malu karena hilang rasa memiliki, peduli, dan tahu diri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Seiring dengan dunia pendidikan Indonesia yang masih terus tertinggal baik di kawasan Asia Tenggara, Asia, dan Dunia, maka degradasi moral pun terus signifikan terjadi. Mulai dari para elite dan pemimpin bangsa yang seharusnya menjadi panutan dan teladan, di antara mereka justru semakin asyik masyuk mempertontonkan kemiskinan karakter, kemiskinan integitas, dan kemiskinan tata krama, hingga sangat instan ditiru masyarakat dan terus mengkhawatirkan disintegrasi bangsa karena menghalalkan segala cara mumpung sedang rezimnya, ambil kepentingan pribadi, kelompok, dan golongannya. Itulah akibat degradasi moral yang bersumber dari karakter, integritas, dan tata krama.

Padahal, satu di antara sifat manusia yang membedakan seseorang dengan orang lain adalah karakter. Sebab, karakter itu tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti seseorang. Seseorang akan semakin lengkap dalam menjalani langkah kehidupannya bila memiliki integritas, karena sangat terkait dengan keutuhan dan keefektifan seseorang sebagai insan manusia.

Seperti karakter, integritas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah mutu, sifat, dan keadaan yang menggambarkan kesatuan yang utuh, sehingga memiliki potensi dan kemampuan memancarkan kewibawaan dan kejujuran seseorang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karakter dan integritas seseorang yang terus dibina, didik, dirawat, maka akan menggumpal dalam kepribadian positif seseorang yang bertabiat mumpuni dalam tata krama kehidupan.

Dari berbagai literasi dan hasil studi Harvard dan Stanford menunjukkan bahwa tata krama sangat dominan mengantar keberhasilan seseorang karena keterampilan teknis seseorang hanya berkontribusi sekitar 15 persen dalam kesuksesannya. Sementara dalam situs Beyond Etiquette, tata krama mendorong hubungan kerja yang positif sehingga menungkinkan seseorang menghadapi masalah di masa depan dengan kekuatan karakter dan integritas.

Luar biasa. Pertanyaannya, adakah karakter dan integritas yang mumpuni dalam diri saya? Adakah di mata orang lain, saya adalah manusia yang memiliki tata krama ketika berbaur dalam kegiatan dan pekerjaan atau yang lainnya?

Tata krama kunci

Begitu vitalnya karakter dan integritas seseorang yang dapat terbungkus dalam bingkai tata krama dan dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa dibantah bahwa seseorang punya karakter dan integritas yang baik, sehingga signifikan dalam tata krama kehidupannya sehari-hari, menjadi fakta yang tidak dapat dibantah. Sebab, karakter saya, integritas saya, dan tata krama saya, yang dapat merasakan dan melihat serta menilai adalah orang lain.= Karenanya, manusia sebagai makhluk sosial harus dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya untuk dapat menjalani kehidupan sebaik mungkin. Dan, tata krama yang di dalamnya ada karakter dan integritas, merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan saat membangun hubungan sosial dengan orang lain.

Sesuai KBBI, tata krama adalah sopan santun atau basa-basi. Dikutip dari The British School of Ettiquette, tata krama atau sopan santun yaitu pedoman perilaku umum dalam hubungan antarmanusia seperti menghormati orang yang lebih tua dan tidak menyela ketika seseorang berbicara.

Sementara menurut Soehardi dalam buku Humaniora (1997), menyebutkan bahwa definisi tata krama ialah perilaku normatif dalam pergaulan sosial (interaksi antar individu dalam masyarakat) yang mencita-citakan keteraturan dan ketertiban masyarakat.

Atas dasar itu, bila karakter, integritas, dan tata krama saya, sekurangnya belum sesuai makna KBBI, maka saya bukanlah manusia yang berkarakter benar dan baik. Pun bukan manusia yang berintegritas serta bertata krama benar dan baik dalam kehidupan sosial bermasyarakat dan kekeluargaan.

Dengan demikian, keberadaan saya dalam lingkungan pemerintahan, lingkungan parlemen, lingkungan kerja, lingkungan sosial masyarakat, lingkungan perkumpulan atau grup atau klub, hingga lungkungan keluarga dll, hanya akan menjadi penghambat dan perusak hubungan antar manusia. Keberadaan saya justru akan menurunkan nilai positif lingkungan karena karakter, integritas, dan tata krama saya yang negatif dan sangat berpotensi merusak keutuhan, persatuan dan kesatuan serta yang pasti menghambat kinerja.

Politik - Sepak bola miskin tata krama

Dalam berbagai kasus menyoal karakter, integritas, dan tata krama, satu di antara contoh nyata tentang miskinnya karakter, integritas, dan tata krama di Indonesia adalah dalam bidang politik. Namun, di bidang lain pun merata ikut tergerus.

Semisal ambil contoh dalam kasus sepak bola. Sebelumnya, pembinaan sepak bola akar rumput hanya dimanfaatkan oleh para orang tua, klub, makelar sepak bola, sampai PSSI hingga dalam beberapa artikel sampai saya tulis judul, Tidak Menanam, Tetapi Maunya Memetik. Tidak Membina, Tinggal Mengambil. Tidak Memutar Kompetisi, Mencomot Pemain. Semua itu dilakukan oleh manusia yang jelas-jelas tak berkarakter, tak berintegritas, dan tak bertata krama.

Hanya mementingkan diri sendiri, kelompok, golongan, dan wadah atau organisasi yang tak kompeten. Pasalnya, tanpa membina dan mendidik, main comot pemain tanpa aturan organisasi dan hukum yang benar. Tanpa rasa sungkan dan malu.

Mirisnya, buruknya karakter, integritas, dan tata krama ini, bukan saja terjadi pada pihak yang potong kompas mencari keuntungan gratisan, main camat-comot pemain. Ternyata pemain dan orang tua yang dicomot pun setali tiga uang. Melupakan ajaran dan didikan tentang karakter, integritas, dan tata krama yang benar dan baik. Serta lupa atau melupakan dasar kekelurgaan dan organisasi tim yang telah membina dan mendidik.

Contoh nyata kasus yang menjamur di sepak bola Indonesia terkini adalah hampir di seluruh Tim Liga 3 di nusantara. Menyedihkan. Bila di presentase, sepertinya, hanya ada berapa persen perekrutan pemain sepak bola oleh Klub Liga 3 yang benar sesuai regulasi tata kelola organisasi dan perekrutan pemain yang benar.

Dengan dalih menyelenggarakan seleksi pemain terbuka, seperti untuk kepentingan Elite Pro Academy (EPA) dan lainnya, seolah pemain yang seleksi itu lahir dengan sendirinya, tahu-tahu sudah piawai bermain bola. Begitu pemain seleksi terpilih, pemain diam, Klub diam. Enaknya, tidak punya modal ambil pemain gratisan pun tak tahu etika organisasi dan regulasi perekrutan kelas amatir. Karakter miskin, integritas dipertaruhkan, tata krama ditelan bumi.

Tata krama itu?

Manusia yang berkarakter, berintegritas, tentunya memiliki tata krama yang benar dan baik. Dia sangat bermanfaat untuk mengarungi kehidupan sosial karena dapat menunjukkan kepribadian yang baik dan menghargai orang lain sehingga lebih mudah diterima dalam lingkungan sosial.

Berkat karakter, integritas, dan tata krama yang benar dan baik, akan membuat seseorang dihargai, membuat orang lain segan untuk bertindak tidak sopan, membuat orang lain merasa nyaman, sehingga memudahkan terjalinnya hubungan baik dengan orang orang lain. Tata krama membantu menciptakan ketertiban, keselarasan, kerukunan, keamanan, kedamaian, serta rasa tenteram dalam kehidupan kekeluargaan dan bermasyarakat, sehingga terhindar dari lahirnya masalah dan konflik.

Inilah wajah Indonesia. Pendidikan terpuruk, berbagai segi kehidupan lemah, hilang jati diri bangsa, dari sektor politik sampai sepak bola, karakter, integritas, dan tata krama diabaikan tanpa rasa malu karena hilang rasa memiliki, peduli, dan tahu diri.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler