x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Sabtu, 17 Desember 2022 07:10 WIB

Kisah Bakat Guru Melek Al Quran di Kaki Gunung Salak Bogor

Bakat itu apa sih? Bakat memang harus diasah dan dibiasakan agar bisa jadi terampil. Seperti guru melek Al Quran di kaki Gunung Salak Bogor

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bakat orang memang beda-beda, ya. Ada yang bisa menulis, ada yang berbakat main musik. Ada juga yang bakatnya mengurus taman bacaan. Bakat atau keahlian, ya, tentu ada yang positif ada yang negatif juga. Namanya juga bakat, terserah orangnya.

Di era media sosial kayak sekarang. Bakat banyak orang makin terkuak. Ada yang jago tik-tokan. Ada yang bikin tempat ngopi hingga bikin konten medsos. Bagus banget bakatnya. Tapi ada juga yang bakatnya kepo atau menebar kebencian. Ada juga yang terampil ngoceh sambil menghakimi orang lain. Belum lagi yang ahli soal menyalahkan orang lain, mengumbar aib, hingga gibah. Jelek banget bakatnya.

Sejatinya, bakat itu tidak berdiri sendiri. Bakat juga butuh ilmu dan harus diimbangi moral pula. Agar bisa mengukur bakatnya mau di bawa ke mana? Apa guna bakat yang dimilikinya? Untuk menjadikan keadaan lebih baik atau tidak? 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seperti di taman bacaan, bakat juga bisa tersalurkan. Ada yang bakatnya baca buku. Ada yang bakatnya membimbing anak-anak yang membaca. Bahkan ada pula yang berbakat main games atau memotivasi anak-anak untuk terus sekolah dan membaca. Tapi yang pasti, bakat sulit untuk berkembang bila tidak dilakukan atau dibiasakan. Seperti Lionel Messi bakatnya makin kinclong karena fokus latihan dan bertanding sepak bola. Messi pasti tidak mengurusi yang lain. Hanya latihan dan tanding, maka bakatnya makin menggila.

Bakat itu bukan apa-apa. Bila tidak diasah dan dibiasakan. Bakat juga percuma bila tidak ada ”ruang bersama” untuk menyalurkannya. Seperti itulah yang saya alami di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak. Saat suatu kali, beberapa ibu meminta untuk bisa belajar melek huruf Al Qur’an. Maka saya pun mengiyakan. Dan kini tiap malam Minggu ba’da Isya kaum ibu di taman bacaan pun belajar melek Al Qur’an. Yah baru sebulan, berjalan dan dimulai dari Iqra dulu lalu juz amma. Dari Jakarta tiap Sabtu saya datang untuk mengajar kaum ibu yang belum melek Al Quran. Setelah itu, biarkan mereka melancarkan ya sendiri.

 

Mengajar, bisa jadi bakat saya. Tapi apalah arti mengajar bila tidak ada yang diajar. Begitu pula taman bacaan, apakah arti buku-buku tanpa ada anak-anak yang membacanya. Maka bakat siapapun memang harus “dipertemukan” dengan audiens-nya. Kata orang pintar, bakat pasti dimiliki semua orang. Tapi tidak semua orang mau dan berani menemukan dan melatih bakatnya sendiri.

 

Terkadang, bakat tidak cukup diimbangi oleh kerja keras. Tapi bakat butuh komitmen dan konsistensi dalam menjalankannya. Bakat memang murah. Tapi dedikasi terhadap bakat itu yang mahal.

 

Jadi, bakat Anda apa dong? Itulah bedanya bakat pegiat taman bacaan versus aktivis media sosial. Salam literasi #TamanBacaan #GeberBura #TBMLenteraPustaka

 

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

23 jam lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

23 jam lalu