Kutemukan Makna Cinta di Konya
Rabu, 8 Desember 2021 23:43 WIBTentang seorang wanita yang lelah jatuh cinta tidak jelas kepada banyak Pria di masa puber. Nufa berusaha mencari makna cinta sejati di Indonesia yaitu dengan memilih tinggal di Pondok Pesantren daerah Kudus saat SMA. Setelah masa SMA, Nufa lebih memilih untuk pergi ke Turki mencari makna cinta yang sesungguhnya. Terdapat pendidikan dan makna cinta yang dicari Nufa di Turki. Melalui tarekat yang di dirikan Jalaluddin Rumi, Nufa menemukan makna cinta yang sesungguhnya.
Cinta memiliki banyak makna dan tujuan. Terdapat cinta kepada kekasih, cinta kepada kedua orang tua, cinta kepada kehidupan, hingga cinta kepada diri sendiri. Makna yang dirasakan beragam namun secara garis besar cinta itu membuat bahagia, dengan sisi lain cinta yang terkadang membuat sedih dan sakit. Beragam bentuk cinta ini yang terkadang membuat seseorang di ombang-ambing dalam sisi psikis. Begitu juga yang di rasakan seorang wanita bernama Nufa Dena. Wanita yang melakukan pencarian cinta sejati hingga belahan dunia lain.
Pada awal tahun 2000 tepatnya Nufa dilahirkan di bumi melalui keluarga yang harmonis penuh kasih sayang dan cinta. Kedua orang tua yang lengkap dan ke dua kakak yang baik. Hal ini membuat kehidupan masa kecil Nufa terasa sangat bahagia. Nufa kecil yang ceria bersama keluarganya dan teman sebayanya di sebuah desa daerah Suradadi, Tegal. Desa tempat tinggal keluarga besar Ayahnya Nufa dan desa yang asri dengan banyak sawah yang mengelilingi desa.
Masa kecil yang indah di Suradadi, Tegal harus di akhiri saat kedua orang tuanya di pindah tugaskan ke Daerah Istimewa Yogyakarta saat Nufa usia 7 tahun menjelang masuk SD pertama kali. Kehidupan Nufa dan keluarganya pun beralih di Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya di Kota Jogja. Kehidupan baru dimulai. Sekolah baru untuk Nufa berlalu di SD negeri selama 1 tahun. Begitu juga kedua kakaknya yang berada di jenjang SMP dan SMA, namun kedua kakaknya di sekolahkan di sekolah Swasta bertakjub Islam Terpadu.
1 tahun menjalani kehidupan sebagai siswa SD, Nufa tetap menjadi seorang anak yang aktif, dan menjadi lebih tomboy karena bergaul dengan teman laki-laki. Kebebasan yang dirasakan oleh seorang anak berusia di usia 7 tahun kelas 1 SD adalah bahagia. 1 tahun menjalani kehidupan di SD negeri tanpa menggunakan jilbab. Berbeda jauh dari kedua kakaknya yang menggunakan jilbab saat berada di sekolah. Nufa pun menggunakan rok namun rambutnya menjadi rambut gaya laki-laki, seperti gaya rambut milik teman-teman dekatnya. Tidak hanya penampilan yang tomboy, namun juga sikapnya juga yang tomboy. Tanpa disadari Nufa, ada kecintaan dengan penampilan dan sikap tomboynya. Kenyamanan juga dirasakan Nufa kepada teman-temannya di kelas 1 SD.
Kelas 2 SD, kedua orang tuanya memindahkan Nufa ke SD yang bertakjub Islam Terpadu. Kelas 2 di sekolah baru kembali di rasakan seorang Nufa yang masih butuh penyesuaian keadaan dari SD Negeri tanpa aturan Islam yang kuat, menjadi SD yang memiliki aturan Islam yang kuat. Terlebih seorang Nufa harus menggunakan pakaian muslimah. Sungguh aneh bagi Nufa yang sedari kecil jarang menggunakan pakaian muslimah. Adaptasi kebiasaan tetap harus dilakukan Nufa. Meski pada tahun 2007, jilbab sudah bebas di gunakan di Indonesia. Penggunaan jilbab di Indonesia sudah bebas dengan beragam bentuknya. Namun Nufa merasakan tidak nyaman menggunakan jilbab, sebab jika keluar di lingkungan rumahnya dalam kondisi menggunakan jilbab untuk seorang anak di bawah 10 tahun sering di kira akan TPA. Padahal menggunakan jilbab tidak selalu karena TPA. Akhirnya selama kelas 2 SD Nufa tidak konsisten menggunakan jilbab. Hal ini di maklumi keluarga Nufa.
Berpakaian muslimah lengkap pada tahun 2007 sudah menjadi hal yang mudah di lakukan di Indonesia. Hal ini berbeda jauh pada tahun 1880 – 1890 yang merupakan masa sulit jilbab di Indonesia. Hanya ada beberapa wanita yang berani menggunakan Jilbab salah satunya Rangkayo Rasuna Said yang merupakan seorang pahlawan kemerdekaan Indonesia. Pada kenyataannya tahun 70 hingga 80 an di Indonesia sempat terjadi pelarangan menggunakan jilbab. Hingga sampailah di tahun 90-an, penggunaan jilbab sudah di bebaskan di Indonesia. Tahun 2000-an jilbab di Indonesia sudah di bebaskan dengan beragam bentuk jilbab.
Kondisi lingkungan Islam yang kuat dirasakan Nufa dengan ketidak nyamanan selama kelas 2 SD, namun sejak kelas 3 SD, terdapat kenyamanan terhadap dunia baru Nufa. Perbedaan sikap terjadi di dalam diri Nufa. Sikap tomboy nya hilang. Nufa menjadi seorang anak yang sangat pendiam dan pemalu. Kehidupan Nufa di lingkungan rumahnya pun berubah. Nufa menjadi jarang bermain di luar rumah. Anak rumahan menjadi kehidupan baru Nufa. Sesekali Nufa bermain di luar rumah seperti saat libur sekolah. Hal ini menjadi wajar adanya sebab Nufa di sekolah Islam Terpadu yang berbeda dari jadwal sekolah semasa di sekolah Negeri.
Nufa berangkat sekolah jam 7 pagi, pulang sekitar jam 2 sampai jam 3 sore untuk hari Senin sampai Kamis. Sedangkan hari Jum’at dari jam 7 pagi sampai jam 11 siang. Itupun jam 1 sampai jam 4 sore di lanjutkan kegiatan Ekstrakurikuler. Untuk hari Sabtu dari jam 7 pagi sampai jam 1 siang. Awalnya terasa berat, namun 1 tahun berjalan Nufa menjadi terbiasa dan nyaman dengan jadwal barunya di SD bertakjub Islam Terpadu.
Cinta kepada lawan jenis mulai dirasakan oleh Nufa di usianya yang menginjak 9 tahun yang bertepatan kelas 3 SD. Cinta kepada seorang Siswa baru di kelasnya yang memiliki wajah lumayan ganteng. Rasa cinta yang wajar di alami seorang anak yang sedang mengalami masa “puber”. Sikap yang dialami oleh Nufa menjadi sangat aneh ketika Nufa jatuh cinta. Ada keinginan besar dalam diri Nufa untuk mendekati seorang pria yang di cinta. Kemudian Nufa menjadi sering sulit menahan keinginan memberitau banyak teman perempuannya terkait rasa cinta yang dimilikinya. Selama masa SD pun dilalui dengan perasaan cinta ke banyak teman Laki-lakinya yang memiliki wajah lumayan ganteng dan tentunya memiliki banyak kelebihan. Inilah makna cinta kepada lawan jenis masa puber yang dirasakan oleh Nufa.
Masa SMP tetap sama seperti masa SD. Membuat banyak pria risih dengan Nufa. Terutama yang sedang di cinta. Hal ini disebabkan Nufa juga bukan seorang wanita yang cantik. Tergolong biasa-biasa saja. Tetap saja Nufa tidak dapat mencegah ketertarikannya kepada lawan jenis. Ketertarikannya Nufa kepada Pria merupakan hal normal. Namun Nufa tetap memiliki rasa lelah dengan rasa cinta yang dimilikinya kepada Pria. Kelas 3 SMP Nufa merasakan menyerah dengan rasa cinta kepada lawan jenis yang tidak tulus semua. Sebab setiap Nufa jatuh cinta selalu jatuh cinta karena wajah. Hal ini membuat Nufa mencari makna cinta yang sesungguhnya melalui banyak buku. Hingga menemukan sebuah buku tentang Jalaluddin Rumi yang mencintai Allah dengan jalur Sufistik. Kemudian berlanjut pada buku tentang Turki. Membuat Nufa tertarik untuk mengunjungi Turki terutama di Provinsi Konya.
Masa SMA Nufa memilih untuk melanjutkan di Pondok Pesantren daerah Kudus yang membatasi interaksi kepada lawan jenis. Harapan Nufa yaitu Nufa dapat menjauh dari rasa cinta kepada lawan jenis dan berusaha memfokuskan rasa cinta kepada yang seharusnya di cintai yaitu keluarga dan Allah. Berada di Pondok Pesantren yang jauh dari keluarga tentunya hal ini bukanlah hal mudah untuk Nufa yang terbiasa hidup bersama kedua orang tua dan kedua Kakak yang sangat menyayangi Nufa. Namun tetap saja Nufa harus menghadapi resiko pilihannya. Bertanggung jawab terhadap pilihannya sendiri. Pilihan yang dikabulkan kedua orang tuanya.
Rasa cinta kepada Allah melalui Pondok Pesantren di Kudus semakin bertambah, meski terdapat berbagai di dalam Pondok Pesantren. Rintangan paling besar adalah interaksi dengan santri yang lain dan kerinduan pada rumah. Nufa hanya bisa pulang 1 kali dalam 1 tahun. Nufa tetap bertahan di dalam Pondok Pesantren dengan segala rintangan yang ada. Ketika Nufa merasa ingin menyerah, Nufa mengingatkan diri pada tujuan awal ke Pondok Pesantren dan hasil baik setelah menjadi santri di Pondok Pesantren yang di pilihnya.
Masa SMA akan berakhir, Nufa sudah menyiapkan banyak hal untuk akhir setelah masa SMA yaitu beasiswa untuk melanjutkan S1 di luar negeri. Negara tersebut yaitu Turki dengan beasiswa pemerintah Turki. Tepatnya bulan Februari, Nufa sudah mengisi berbagai persyaratan untuk beasiswa. Tekatnya begitu kuat untuk ke Turki. Meninggalkan Indonesia sementara waktu dan menyelami berbagai ilmu di negara Turki selama kurang lebih 5 tahun. Berbagai ikhtiar dilakukan. Dari belajar hingga melaksanakan berbagai amalan Sunnah dan wajib. Puasa Senin – Kamis, Shalat Wajib dan belajar merupakan ikhtiar utama. Hingga berbagai proses seleksi terlewati, Nufa dinyatakan lolos seleksi. Membuat Nufa bahagia.
Keberangkatan ke Turki di rasakan bahagia. Hal ini dapat bahagia saat berangkat disebabkan dengan banyak pertimbangan juga. Hidup di negara lain yang berbeda budaya dan bahasa merupakan tantangan yang besar untuk para pelajar luar negeri. Adaptasi kehidupan tentunya jauh lebih besar daripada adaptasi pindah dari Jogja ke Kudus. Nufa sudah mempelajari banyak hal tentang Turki, dan Nufa tetap mantap untuk melanjutkan S 1 di Turki. Paling utama belajar, dan selanjutnya untuk menyelami ilmu tasawuf yang didirikan Jalaluddin Rumi yang terkenal dengan sebutan “Whirling Dervish”.
Berada di Turki, Nufa terus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Kehidupan di Turki sebagai penerima beasiswa pemerintah Turki, tidak bisa banyak jalan-jalan. Nufa harus menggunakan uang beasiswa untuk hal yang sangat penting saja, terutama untuk kepentingan pendidikan. Terdapat tanggung jawab yang besar dari uang beasiswa yang diterima. Nufa berusaha amanah. Adapun jalan-jalan itu sebagai bonus saja dari kehidupan Pendidikan yang sedangan di jalani.
Konya, Nufa yang tinggal di daerah Konya merasakan sangat bahagia karena dapat menghadiri berbagai acara yang menunjukkan “Whirling Dervish”. Para penari yang menari berputar tanpa merasakan pusing. Dalam perputaran yang dilakukan oleh para penari, terdapat Dzikir kepada Allah. Rasa cinta kepada Allah dapat hadir melalui Dzikir yang terucap. 2 tahun berada di Turki, membuat Nufa diam-diam mempraktekkan amalan Jalaluddin Rumi yang telah di dapatkannya. Hingga Nufa dapat berputar tanpa merasakan pusing. Nufa berhasil mencintai Allah melalui jalur sufistik “Whirling Dervish”.
Cinta yang di rasakan Nufa terhadap hamba Nya pudar begitu banyak di tahun ke 4 Nufa berada di Turki. Rasa cinta Nufa lebih banyak kepada Allah dan Nabi Muhammad SAW. Posisi Nufa yang lebih mengutamakan kehidupan abadi bertemu Allah tidak menganggu kehidupan pendidikan, sebab pendidikan merupakan tanggung jawab utama selama di Turki. Menjalankan Tanggung Jawab dengan baik sama saja taat pada Allah. Keseimbangan terjadi. Nufa lebih tentram dengan hidupnya.
5 tahun berlalu di Turki. Nufa pun sudah selesai terkait semua hal di dalam perkuliahan. Maka Nufa harus meninggalkan Turki beserta semua kenangan yang telah terukir di dalamnya. Nufa kembali ke Indonesia dengan membawa ilmu dan pemaknaan cinta yang terbaru. Pengaplikasian ilmu dilakukan Nufa dengan menerbitkan banyak buku tentang Turki dan mengaplikasikan ilmu Sejarah Agama-agama yang di dapatnya melalui profesinya sebagai guru di SMA Daerah Kota Jogja. Tidak ketinggalan S 2 tetap di jalankan Nufa di Kampus Islam Daerah Jogja.
Terkait cinta dan takdir jodoh, Nufa tidak lagi khawatir, sebab Nufa yakin dengan takdir terbaik yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya. Terutama takdir terindah Nufa bertemu jalan menemukan makna cinta yang sesungguhnya. Cinta kepada Allah. Kehidupan dunia hanya sementara, akhirat selamanya. Sebagai manusia sebaiknya menyeimbangkan usaha di dunia. Mencintai Allah dengan menjalankan berbagai kewajibannya, namun juga harus menjalankan kewajibannya sebagai makhluk yang di beri kesempatan menjalankan kehidupan di dunia.
End
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Teguh Mengejar Impian di Tengah Ujian
Rabu, 5 Januari 2022 07:22 WIBDibalik 4 Bulan Puasa Daud
Sabtu, 25 Desember 2021 09:07 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler