x

Ilustrasi dinasti oligarki. Sumber foto: jejakrekam.co.id

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 31 Januari 2022 06:35 WIB

Ya Pejabat, Ya Pengusaha, Ya ya ya...

Politisi tidak puas hanya bermain di arena politik, ia menginginkan akses ke sumber-sumber daya ekonomi untuk menghimpun kekayaan. Pengusaha juga punya hasrat kuasa, karena itu ia bermain politik agar bisa ikut berkuasa dan agar akses ekonominya semakin terbuka lebar.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Peringatan Faisal Basri, ekonom dan akademisi Universitas Indonesia, mengenai potensi konflik kepentingan akibat menyatunya kekuatan negara dan korporasi atau pejabat sekaligus pengusaha penting diperhatikan. Faisal menunjuk pada kepengurusan Kadin Indonesia terbaru, yang menempatkan sejumlah pejabat negara—eksekutif, legislatif, dan yudikatif di dalamnya. Mereka menempati posisi teras Kadin.

Dengan dua jabatan di ranah kehidupan yang berbeda itu, sebagai pejabat negara dan sebagai pengusaha, bagaimana mereka akan mampu menempatkan diri kapan sebagai pejabat publik dan kapan sebagai pengusaha. Ini jelas perkara yang sukar, bila bukan mustahil; sebab sebagai pejabat publik, ia mewakili pemerintah dan negara yang bertindak sebagai regulator, sedangkan sebagai pengusaha ia adalah pelaku atau pemain usaha yang kegiatannya mesti diatur.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Potensi terjadinya konflik kepentingan adalah keniscayaan. Ketika seorang anggota DPR sedang menggodog suatu aturan usaha bersama pemerintah, ia sedang mewakili rakyat pada umumnya atau mewakili dirinya sendiri sebagai pelaku usaha? Atau ia juga mewakili pemerintah, sebab teman separtainya duduk di kabinet yang harus menggolkan kebijakan tertentu dan membutuhkan dukungan parlemen.

Di negeri ini semakin jamak pengusaha yang kemudian terjun jadi politisi, duduk di parlemen pusat atau daerah, menjabat pula jabatan tinggi partai, jadi walikota dan bupati, atau gubernur. Walaupun sebenarnya merugikan masyarakat, sebab ada potensi konflik kepentingan, namun karena semakin sering dilakukan oleh semakin banyak orang, lantas hal itu dianggap lumrah.

Konflik kepentingan itu bisa diawali dari pembocoran informasi. Misalnya saja, seorang pejabat terlibat dalam pembicaraan dan rapat mengenai rencana pengambilan keputusan penting yang bertujuan mengatur kegiatan usaha tertentu. Nalurinya sebagai pengusaha akan meneruskan informasi yang ia peroleh sejak dini ini kepada perusahaan yang ia miliki, sekalipun ia tidak lagi memegang jabatan direksi atau komisaris di perusahaan itu. “Kita ini bukan malaikat,” kata Faisal Basri.

Karena kita bukan malaikat, maka aturan pemisahan penting dijalankan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang. Tidak banyak orang yang mampu dan mau melakukan apa yang dijalankan Bung Hatta  dan Bung Syafruddin Prawiranegara yang tidak memberitahu keluarga mereka bahwa nilai uang rupiah akan dipotong separonya, walaupun mereka yang mengambil keputusan mengenai pemotongan nilai rupiah itu. Jenderal Polisi Hoegeng meminta istrinya untuk menutup toko bunganya untuk menutup pintu masuk kolusi.

Di masa sekarang, siapa pejabat publik dan pemimpin politik serta pengusaha yang sanggup dan mau menjalani apa yang diteladankan oleh mereka itu. Karena itu aturan penting ditegakkan bahwa pejabat publik harus melepaskan urusannya di perusahaan serta tidak terlibat dalam kepengurusan organisasi pengusaha apapun—asosiasi dan sejenisnya. Penegakan aturan ini penting untuk mencegah seseorang bermain dua kaki demi keuntungan dirinya sendiri. Sinyalemen tentang menteri yang memiliki asosiasi dengan bisnis tertentu tidak lepas dari hasrat untuk menghimpun kekuatan ekonomi dan politik dalam satu genggaman.

Kekuatan ekonomi dan kekuatan politik seringkali memang berjalin berkelindan, saling menempel, berinterferensi dan saling memperkuat, sehingga jika kekuasaan atas dua hal itu berada di satu tangan, hasil dan dampaknya akan hebat. Apa lagi jika ditambah dengan kekuasaan atas media, wow bakal luar biasa. Di negeri ini ada sejumlah orang kaya-raya yang amat berpengaruh di jagat politik, bisnisnya moncer, sekaligus menguasai media massa.

Politisi tidak puas hanya bermain di arena politik, ia menginginkan akses ke sumber-sumber daya ekonomi untuk menghimpun kekayaan. Pengusaha juga punya hasrat kuasa, karena itu ia terjun ke politik agar bisa ikut berkuasa dan agar akses ekonominya semakin terbuka lebar. Manakala dua sumber daya penting itu berada dalam satu genggaman, penggenggamnya jadi orang yang powerful.

Menjadi bagian dari elite kini semakin enak, karena bisa merangkap jabatan publik dengan profesi swasta tanpa risih, tidak diprotes DPR sebab mereka pun begitu, sedangkan rakyat tak berdaya untuk melakukan protes. Sangat sedikit orang, sangat sedikit ekonom, yang mau mengingatkan tentang risiko yang dihadapi bangsa ini dari rangkap posisi seperti itu, bukan saja secara sosial, ekonomi, maupun politik, tapi—seperti kata Faisal Basri—juga secara moral. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB