x

perkawinan padang pariaman

Iklan

Nur Hakimah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 15 Februari 2022

Rabu, 16 Februari 2022 19:14 WIB

Fenomena Meningkatnya Pernikahan Usia Dini di Masa Pandemi

Bagi muslim izin dispensasi nikah diajukan ke Pengadilan Agama, sedangkan bagi non muslim dispensasi diajukan ke Pengadilan Negeri. Berdasarkan hukum pernikahan usia dini memang masih dimungkinkan, akan tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan yang ditetapkan peradilan. Ini tidak boleh dilakukan secara sembarangan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Nur Hakimah

Pandemi Covid-19 merupakah suatu wabah penyakit berupa virus yang keberadaan dan penyebarannya telah ada sejak tahun 2020 lalu. Virus jenis baru ini telah menyebar keseluruh belahan dunia termasuk negara Indonesia. Adapun dampak Covid-19 di Indonesia tak hanya merugikan bidang kesehatan saja, melainkan juga sangat berdampak pada perekonomian di Indonesia, juga sangat berpengaruh pada peningkatan pernikahan bagi remaja yang putus sekolah.

Bukan hanya itu, masih banyak sektor lain yang dipengaruhi oleh adanya pandemi Covid-19 tersebut. Misalnya, pemberangkatan haji yang secara terpaksa harus dibatalkan oleh pemerintah, kunjungan para wisatawan mancanegara menjadi menurun drastis, beberapa barang menjadi mahal bahkan langka dan sangat sulit untuk ditemukan. Semua itu tentu merusak dari segi tatanan perekonomian di Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dan bahkan lebih dari itu anak-anak Indonesia yang seharusnya masih duduk di bangku sekolah untuk menimba ilmu dan mengenyam pendidikan justru terpaksa harus putus sekolah dikarenakan berbagai dampak dari pandemi covid-19, salah satunya yaitu faktor perekonomian yang banyak dialami oleh masyarakat Indonesia, sehingga anak-anak yang usianya masih di bawah umur lebih memilih untuk dinikahkan/menikah dibandingkan meneruskan pendidikan.

Undang-undang perkawinan telah mengatur tentang ketentuan pernikahan di Indonesia. Salah satu yang telah dijelaskan dalam undang-undang perkawinan yaitu pada dasarnya undang-undang perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Dan setiap perkawinan harus dicatatkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menjadi hukum positif di Indonesia.

Adapun batas usia seseorang untuk menikah juga telah diatur dalam undang-undang perkawinan yaitu undang-undang nomor 1 tahun 1974 yang kemudian telah direvisi menjadi undang-undang nomor 16 tahun 2019 yang dimana terdapat perubahan batas usia dilaksanakannya perkawinan yaitu 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki, yang kemudian diubah karena adanya berbagai pertimbangan yaitu batas usia minimal pernikahan 19 tahun baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan.

Jadi berdasarkan aturan dalam undang-undang perkawinan, bahwa pernikahan dini yaitu bagi calon suami atau calon istri yang usianya masih di bawah 19 tahun pada dasarnya tidak dibolehkan undang-undang untuk melangsungkan pernikahan. Namun meski pernikahan tersebut tidak dibolehkan maka ada pasal lain yang juga mengatur bahwa ketika calon mempelai laki-laki atau perempuan yang ingin melangsungkan pernikahan namun usianya masih di bawah 19 tahun, maka harus melakukan izin pernikahan melalui lembaga peradilan, dengan kata lain dapat meminta dispensasi ke pengadilan melalui orang tua para pihak calon mempelai baik laki-laki maupun perempuan dengan alasan tertentu dan disertai bukti-bukti pendukung lainnya.

Bagi orang-orang yang beragama muslim maka izin dispensasi nikah diajukan ke Pengadilan Agama, sedangkan bagi orang yang non muslim maka permohonan dispensasi diajukan ke Pengadilan Negeri setempat. Sehingga pemberian dispensasi oleh pengadilan terlebih dahulu harus mendengarkan masing-masing pendapat kedua calon mempelai yang akan melangsungkan penikahan. Oleh karenanya berdasarkan hukum yang ada bahwa pernikahan usia dini masih dimungkinkan, akan tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh lembaga peradilan dan tidak boleh dilakukan secara sembarangan.

Selain itu, walaupun telah diberikan nasehat kepada calon mempelai tentang resiko dari pernikahan yang dilakukan serta dampaknya terhadap anak yang menikah di bawah umur akan mengalami berbagai masalah. Beberapa masalah itu, antara lain, soal pendidikan karena tidak dapat melanjutkan sekolah seperti anak lain yang seusianya, gangguan kesehatan dikarenakan organ reproduksi yang belum sempurna tingkat kematangannya dan belum siap untuk mengandung serta melahirkan. Selain itu juga akan bisa memunculkan gangguan psikis dan psikologis karena berbagai masalah akan bermunculan ketika sudah berumah tangga dan harus menanggung beban karena nantinya setelah menikah harus melakukan kewajiban masing-masing sebagai pasangan suami istri (pasutri).

Dari segi sosial dikarenakan anak yang menikah dini kehidupan sosialnya akan terbatas karena tidak dapat menikmati masa mudanya dan nantinya harus mengurus rumah tangganya. Kendala ekonomi yang juga selalu terjadi dalam kehidupan rumah tangga, serta adanya potensi perselisihan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), disebabkan karena wawasan masing-masing pihak belum terlalu luas dan tingkat emosi seseorang yang belum dewasa. Dalam hal ini anak-anak maupun remaja dapat dikatakan masih belum stabil (labil). Dan seseorang yang emosinya masih labil tentu akan sangat sulit untuk mengontrol diri ketika dihadapkan dengan sebuah permasalahan rumah tangga.

Kemampuan mereka dalam menyelesaikan masalah (problem solving) dan pengambilan keputusan (decision making) juga belum seutuhnya berkembang matang, sehingga jika terjadi suatu konflik dalam rumah tangga, maka mereka cenderung akan kesulitan untuk menyelesaikannya. Selain itu, seseorang yang emosinya masih belum stabil lebih cenderung menimbulkan pertengkaran dengan pasangannya karena sering timbul ketidaksepahaman dalam rumah tangga, sehingga hal ini dapat memicu terjadinya perselisihan secara terus menerus dan akan berujung pada putusnya perkawinan (perceraian).

Setelah berlakunya pembatasan usia pernikahan berdasarkan undang-undang pernikahan nomor 16 tahun 2019, dan juga dikarenakan adanya dampak pandemi Covid-19 maka angka pengajuan permohonan dispensasi nikah di lembaga yang memiliki kewenangan dalam menerima permohonan perkara dispensasi nikah (pengadilan) menjadi meningkat secara signifikan selama pandemi Covid-19. Adapun permohonan dispensasi nikah yang dilakukan oleh pasangan muda mudi yang masih berusia di bawah umur dengan pertimbangan beberapa hal, salah satu diantaranya yaitu dengan alasan untuk menghindari perzinahan dan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan akibat kondisi sosial yang semakin mengkhawatirkan.

Adapula beberapa yang sudah terlanjur hamil di luar nikah, sehingga dengan terpaksa harus mengajukan permohonan perkara dispensasi nikah bagi anak yang masih di bawah umur. Selain itu, faktor perekonomian yang menurun drastis sebagai dampak dari adanya pandemi covid-19 juga menyebabkan peningkatan terhadap masyarakat yang mengalami putus sekolah dan mengalami ketidakmampuan untuk melanjutkan pendidikan serta adanya perubahan batas usia pernikahan menyebabkan terjadi peningkatan pengajuan permohonan dispensasi nikah di pengadilan. Hal ini dilatarbelakangi karena rendahnya pola pikir terhadap pentingnya pendidikan dan lemahnya kesadaran hukum masyarakat.

Berkaitan dengan hal tersebut BKKBN juga telah membuat suatu program yang mencanangkan bahwa usia pernikahan yang ideal bagi laki-laki yaitu ketika telah berusia 25 tahun dan bagi perempuan yaitu yang telah berusia 21 tahun. Hal ini merupakan salah satu program yang dicetuskan oleh BKKBN yang tentunya seiring sejalan dengan aturan pemerintah tentang batas minimal usia pernikahan, program ini dilakukan tentu dengan tujuan tertentu yaitu untuk mencegah terjadinya pernikahan usia dini.

Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menyukseskan program ini yaitu, pertama, perlu adanya edukasi tentang bahaya pernikahan dini dari segala aspek bagi masyarakat luas khusunya di kalangan anak-anak maupun remaja agar dapat terhindar dari pernikahan dini. Kedua, mensosialisasikan pentingnya pendidikan bagi anak-anak agar dapat membuka pola pikir mereka dengan adanya program kementerian pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud) tentang wajib belajar bukan lagi 9 tahun melainkan wajib belajar 12 tahun sebagai salah satu strategi pemerintah untuk mencegah terjadinya pernikahan anak di bawah umur. Ketiga, pemerintah dapat mempertegas payung hukum tentang pembatasan usia minimal seseorang untuk melakukan pernikahan sehingga dapat menekan angka pernikahan usia dini.

Penulis merupakan dosen IAIN Pontianak.

Ikuti tulisan menarik Nur Hakimah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB