Menggelap
Rabu, 16 Februari 2022 19:11 WIBSeorang pria kantoran yang melihat fenomena aneh. Dia bisa melihat manusia yang berlumuran tinta hitam. Apakah ini merupakan manusia aneh? Atau hanya pria itu yang bisa melihat mereka seperti itu? Apakah ada arti dibalik fenomena itu?
Aku terkadang melihat sesuatu yang aneh di kehidupan sehari-hariku. Tentu saja, aku tidak berani memberitahukannya kepada siapa pun. Mengapa? Lihatlah orang yang duduk di atas apartemennya itu. Dia berdiri sambil merokok, namun penampilannya sangat aneh. Aku tidak bisa melihat tubuhnya. Dia ditutupi atau dilumuri oleh sesuatu yang hitam. Aku seperti melihat karakter di buku yang sengaja diberi warna hitam secara keseluruhan. Aku masih bisa melihat gerakan dia saat merokok, tetapi badannya seperti dilumuri tinta hitam. Aku tidak berpikir panjang terkait hal itu. Semua yang aku lihat, mungkin berhubungan dengan kesehatan mentalku. Aku hanya berharap apa yang aku lihat hanya berada di dalam otakku saja. Aku akhirnya melewatkan lampu merah. “Aduh. Aku harap aku tidak terlambat.”, ujarku sambil melihat jam yang menunjukkan pukul delapan pagi.
“Kau berani sekali Nico! Datang terlambat saat Pak Markus sedang memimpin rapat. Aku hormat kepadamu,” ujar rekan semejaku. Udin memang orang yang ramah dan juga sedikit menyebalkan. “Jika kau bisa melihat apa yang aku lihat, kau pasti akan selalu datang terlambat.”, ujarku. Dia tentu saja hanya menertawakannya, padahal aku serius. “Kau dengar itu, pagi ini ada lagi orang yang bunuh diri. Tempatnya juga tidak jauh dari kantor kita,” ujar Udin. Aku tidak mengerti mengapa mereka berani melakukan hal itu. Aku yang mendapat tekanan dari semua sisi masih bisa bertahan sampai sekarang. Aku ingin terhindar dari semua tekanan itu, tetapi aku tidak ingin mati. Aku masih belum berpegangan tangan bersama seorang wanita. Sia-sia sekali jika aku melakukannya. “Apakah kau ingin melihatnya?” Apa yang dikatakan pria ini? “Kau pergi saja duluan,” ujarku.
Keesokan harinya, aku tidak melihat lagi pria yang selalu merokok di atas apartemennya. Dia selalu berada di atas itu selama tiga hari berturut-turut. Aku selalu melihatnya di pagi hari. Syukurlah, dia sudah memiliki kegiatan di pagi hari. “Apakah kau akan meletakan bunganya? Kau bahkan tidak mengenal pria itu,” ujar dua orang yang menaruh bunga di apartemen itu. Apakah ada yang mengalami kecelakaan di sekitar sini? Aku harus lebih berhati-hati. Aku akhirnya tidak terlambat di pagi itu. Apakah semua keterlambatanku adalah ulah dari pria di atas apartemen itu? Aku kemudian dikejutkan dengan penampilan Udin yang aneh di hari itu. “Udin, mengapa kau datang ke kantor dengan kaki yang penuh tinta?” Udin tentu saja heran mendengar pertanyaanku. “Apa yang kau katakan? Apakah kau masih belum bangun dari tidurmu? Aneh,” ujarnya. Dia juga terlihat kurang ceria. Apakah terjadi sesuatu kepadanya?
Hari-hari berlalu, namun penampilan Udin semakin terlihat aneh. Aku kemudian disadarkan pada hari itu. Aku sudah melihat Udin seperti pria perokok di atas apartemen itu. Mereka berdua sama-sama bermandikan tinta hitam. Apakah hanya aku saja yang melihat ini? Apakah tidak ada yang sadar akan hal ini? “Ada apa Udin? Mengap kau terlihat aneh hari ini?” Tinta di kepalanya sedikit terbuka dan menampakkan sebelah matanya. “Kau hebat sekali Nico. Aku bahkan belum cerita kepadamu. Apakah itu yang disebut kekuatan sahabat sejati?” Tinta di kepalanya perlahan-lahan menghilang dan aku akhirnya bisa kembali melihat wajahnya. “Bagaimana kalau kita makan siang nanti? Aku yang traktir,” ujar Udin. Tentu saja, siapa yang tidak mau menerima ajakan itu?
Kami akhirnya tiba di atap kantor kami. Aku tidak menyangka ada taman di sini. Aku harus lebih sering makan di sini. “Ada apa Udin? Ceritalah kepadaku. Aku hanya akan meminta balasan ayam bakar Bu Bejo nanti,” ujarku. Aku akhirnya bisa melihat dia tertawa. Tinta yang berada di badannya juga sudah hilang. “Aku baru saja diputuskan oleh pacarku,” ujar Udin. Aku kemudian beranjak dari bangku taman. “Tunggu! Mengapa kau pergi?!” Aku tentu saja akan pergi jika tema untuk cerita hari ini berkaitan dengan percintaan. “Maaf, aku hanya kesal mendengar keluh kesah orang yang berpacaran,” ujarku. Dia akhirnya menceritakan bahwa dia dan pacarnya sudah bertunangan, namun orang tua si perempuan lebih memilih menikahkan anaknya dengan anak dari bos perusahaan besar. Aku merasakan sakit mendengar cerita dari Udin, tetapi dia mungkin merasakan sakit yang lebih besar. Aku hanya bisa menjadi pendengar baginya.
Kami akhirnya melewatkan waktu makan siang. Aku terus mendengar cerita dari Udin. Aku tidak sadar akan hal itu, tetapi tinta hitam yang menutupi Udin sudah tidak ada lagi. Dia sudah terlihat seperti orang biasa. Apa sebenarnya yang aku lihat ini? “Terima kasih Nico. Kau mendengarkan ceritaku sampai kau lupa bahwa hari ini kau akan menjelaskan gagasanmu di depan Pak Markus,” ujar Udin. Mengapa kau mengingatkan akan hal itu? Aku juga menjadi takut ketika mendengarnya lagi. “Sejujurnya, setelah aku makan siang, aku akan mencoba mengakhiri semuanya di atas sini,” ujar Udin. Aku kemudian meninju wajahnya. “Bodoh! Mengapa orang bodoh sepertimu bertebaran di mana-mana?! Aku tidak mengerti dengan pemikiran pendek kalian! Pikirkan akibat dari tindakan kalian! Bagaimana jika kau melompat dan tidak meninggal saat sudah jatuh? Bagaimana jika aku bersamamu saat kau melompat? Aku akan dituduh menjadi tersangka!” Udin melihatku dan tertawa terbahak-bahak. “Aku tidak menyangka kau berpikir sejauh itu. Jadi tersangka. Hahahaha!” Apakah dia hanya menganggapnya sebagai candaan? “Aku serius! Jika kau butuh pertolongan, panggil aku. Aku memang tidak punya kantung ajaib, tetapi aku punya kalimat-kalimat ajaib dari kakekku. Aku akan mengatakan salah satu dari kalimatnya. Bunuh diri tidak akan menyelesaikan masalahmu! Kau akan mendapatkan masalah lagi di sana! Kau bahkan memberikan masalah baru kepada orang lain! Kau akan menjadi orang paling egois di hari itu! Dengar!” Mata Udin akhirnya kembali hidup. Hari ini matanya seperti orang yang tidak memiliki tujuan hidup. “Lagipula, kau sudah pernah berpacaran. Aku bahkan belum pernah makan bersama perempuan. Bersyukurlah walaupun hanya sedikit saja. Bodoh,” ujarku. Dia akhirnya berteriak dengan kencang seperti mengeluarkan semua kesedihannya. “Siska mata duitan!” Teriakannya sangat keras walaupun isi dari teriakannya terdengar aneh. “Terima kasih Nico. Mari kita ke ayam bakar bu Bejo nanti malam.”, ujar Udin. Aku mengemas bekalku dan kembali ke kantor. “Ayo bodoh!” Dia akhirnya bisa berlari di hari ini.
Aku kemudian dikejutkan dengan seseorang yang berlumuran tinta hitam yang kami temui di tangga. “Pak satpam, ada apa datang ke sini?” Satpam? Aku tidak bisa melihat orangnya karena tinta ini. “Kalian berdua dipanggil Pak Markus ke kantornya.”, ujar satpam itu. Kami berdua melihat satu sama lain, mengetahui ancaman yang akan datang. Aku kembali melihat pak satpam itu, namun dia tidak ikut turun bersama kami. Aku menghiraukannya dan berlari bersama Udin. Aku dan Udin akhirnya berada di kantor Pak Markus, mendengarkan ceramah dan amukan darinya. Aku kemudian menghadap jendela kantor Pak Markus dan melihat orang yang berlumuran tinta hitam jatuh dari atas. Udin juga melihat hal yang sama denganku. “Pak satpam?!” Teriakan dia mengingatkanku, menyadarkanku, dan akhirnya menjawab semua pertanyaanku. “Pak Markus! Aku baru saja melihat pak satpam jatuh dari lantai atas!” Udin dan Pak Markus kemudian keluar dari kantornya. “Apa yang kau lakukan Nico? Mengapa kau diam saja?!” Udin melihat diriku yang aneh. Dua hari kemudian, dia akan mengatakannya kepadaku. Hari itu, aku terlihat seperti melihat kebenaran dari dunia ini.
Penulis Indonesiana.
0 Pengikut
Aku yang Selalu Mengelak dan Kau yang Selalu Menunggu
Selasa, 20 Agustus 2024 09:20 WIBBersepeda di Senja Hari Lebih Enak Sendirian
Selasa, 20 Agustus 2024 09:19 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler