x

Pembukaan sekolah perlu memperhatikan data penyebaran wabah dan kesiapan sekolah

Iklan

Frank Jiib

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 November 2021

Minggu, 6 Maret 2022 19:40 WIB

Covid-19 dan Dilema Pendidikan di Indonesia

ini tentang situasi sulit yang dihadapi pemerintah dalam dunia pendidikan dengan adanya wabah pandemi. karena telah merubah segalanya, bahkan ada pembelajaran jarak jauh tetapi banyak kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Akankah pemerintah bisa mengambil kebijakan dalam situasi sulit seperti sekarang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

   Tidak ada yang pernah membayangkan dan menduga sebelumnya tentang munculnya suatu virus misterius yang pada awalnya terdeteksi di pasar basah yang ada di kota Wuhan, China. Tidak menunggu waktu lama penyebaran virus semakin meluas hingga ke luar kota Wuhan. Dan WHO selaku badan kesehatan dunia mulai mengkhawatirkan dampak penyebaran dan penularan virus yang semakin tidak terkendali. Hingga akhirnya WHO menyatakn bahwa virus baru ini yang diberi nama virus corona telah menyebabkan pandemi secara global. Pada awal-awal kemunculan virus corona yang mulai menyebar ke benua Eropa dan Amerika, pemerintah Indonesia dalam hal ini menganggap virus corona ini sebagai hal yang ringan dan terkesan menyepelekan. Bahkan para pejabat tinggi di pemerintahan Indonesia menjadikan virus corona ini sebagai bahan candaan.

   Pada awal tahun 2020, pemertintah Indonesia dengan percaya diri menyatakan bahwa masih belum ditemukan warga yang terinfeksi virus Corona dan pada saat yang sama pintu-pintu kedatangan international masih dibuka seperti biasa. Sedangkan pada saat itu negara-negara di kawasan ASEAN mulai menyampaikan berita buruk bahwa sebagian warganya sudah terinfeksi virus Corona dan saat ini sedang terjadi teransmisi penularan lokal yang sulit dikendalikan. Yang pada akhirnya membuat fasilitas kesehatan menjadi kelebihan beban karena banyaknya pasien yang membutuhkan perawatan dengan segera.

   Awal bulan Februari Universitas Harvard yang ada di Amerika mengeluarkan hasil studi yang menduga virus Corona harusnya sudah masuk ke wilayah Indonesia. Hasil studi dari Universitas Harvard ini langsung dibantah oleh menteri kesehatan pada waktu itu, yang menyatakan “Perkara Indonesia itu tidak ada (virus corona) ya berkat yang maha kuasa, dan berkat doa kita semua. Kita tidak mengharapkan itu ada. Dan kita terus berdoa mudah-mudahan jangan mampir ke Indonesia.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

   Kemudian pada awal Maret 2020, pemerintah Indonesia melalui presiden Jokowi akhirnya menyampaikan kepada publik bahwa saat ini ada dua warga negara Indonesia yang positif terinfeksi virus Corona. Menurut presiden Jokowi, dua warga negara Indonesia yang positif terinfeksi virus Corona itu sebelumnya sempat kontak erat dengan warga negara Jepang yang berkunjung ke Indonesia. Dua kasus ini menandai awal dimulainya bencana nasional yang menggerus sendi-sendi perekonomian, memporak-porandakan kehidupan sosial masyarakat dan tidak ketinggalan pula dunia pendidikan di Indonesia.

   Pada awal-awal kemunculan kasus virus Corona yang masih terjadi di ibu kota Jakarta, pemerintah terpaksa mengambil kebijakan untuk meliburkan seluruh sekolah guna menghindari dan menyelamatkan seluruh siswa dari terinfeksi virus Corona yang belum ditemukan obatnya pada saat itu. Kebijakan untuk meliburkan sekolah yang rencananya berlangsung selama dua minggu ternyata berjalan hingga empat minggu, dan sepertinya akan terus diperpanjang mengingat tingkat infeksi penularan virus Corona di masyarakat menunjukkan grafik yang terus meningkat dan sepertinya belum akan melambat. Dalam situasi seperti ini sangat riskan dan berbahaya membuka sekolah dan tetap melangsungkan proses belajar mengajar. Tetapi di sisi yang lain, anak-anak mulai mengalami kejenuhan dan kebosanan harus tinggal di rumah dalam waktu lama, tidak bertemu dengan teman satu sekolah, hanya bermain dengan smartphone dan hampir bisa dipastikan tidak pernah belajar apalagi membaca buku pelajaran sekolah.

   Kondisi seperti ini jika terus dibiarkan berlarut-larut tanpa ada solusi yang jelas akan menurunkan kemampuan belajar para siswa. Dan akan butuh waktu lama untuk mengembalikan kemampuan belajar para siswa ke level sebelum terjadinya bencana pandemi. Situasi sulit yang dihadapi para siswa juga para guru dan dunia pendidikan pada umumnya akhirnya direspon oleh pemerintah pusat dengan mengeluarkan kebijakan baru tentang dimulainya proses belajar-mengajar dengan cara daring atau pembelajaran jarak jauh. Kebijakan ini diharapkan dapat membuat para siswa kembali bersemangat untuk belajar, mengurangi kejenuhan berdiam diri di rumah, dan yang paling utama adalah menghindari kehilangan kemampuan belajar.

   Kebijakan baru ini awalnya terlihat sebagai solusi yang terbaik dalam situasi yang semakin tidak menentu dan mengkhawatirkan. Namun, dalam peroses pelaksanaan pembelajaran jarak jauh ini muncul berbagai kendala yang sepertinya tidak pernah pemerintah duga sebelumnya. Kendala-kendala yang muncul diantaranya tidak meratanya jaringan internet yang ada di seluruh wilayah Indonesia dan ini pasti menyulitkan para siswa yang ada di daerah pelosok. Belum lagi ada informasi yang menyebutkan jika para siswa sampai harus berjalan menaiki bukit hanya untuk mendapatkan sinyal internet. Kendala berikutnya adalah faktor ekonomi yang mengakibatkan banyak para siswa di daerah-daerah pelosok yang tidak memiliki smartphone sebagai sarana untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh. Belum lagi para orang tua harus membelikan kuota internet agar buah hatinya bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh. Ini pasti sangat memberatkan bagi para orang tua jika harus mengeluarkan biaya ekstra dalam keterbatasan dan kesulitan ekonomi yang sedang dihadapi.

   Kendala berikutnya yang mungkin paling penting adalah tidak adanya interaksi antara guru dan murid dalam proses pembelajaran jarak jauh ini. Tidak seperti pembelajaran tatap muka yang mana guru bisa berinteraksi dengan para murid yang ada di kelas sehingga terjadilah komunikasi dua arah. Sedangkan yang terjadi pada pembelajaran jarak jauh adalah adanya komunikasi satu arah dari guru yang menyampaikan materi pelajaran tanpa ada pendalaman dan tanya jawab. Sehingga kemampuan nalar dan daya pikir para murid kurang terasah dengan baik. Belum lagi jika guru memberikan pekerjaan rumah berupa soal-soal yang harus dikerjakan para siswa. Bisa dipastikan para murid langsung membuka mesin pencari Google untuk mencari jawaban yang diperlukan. Karena ini merupakan cara tercepat dan instan yang paling mudah dilakukan. Sehingga tidak terjadilah proses olah pikir yang mengasah kreativitas dan daya nalar, membuka serta membaca buku untuk menemukan jawaban dari sebuah pertanyaan, sehingga secara otomatis akan menambah pengetahuan dan wawasan para siswa. jika cara instan yang dipilih para murid bisa dipastikan ini akan sangat buruk bagi perkembangan daya pikir ke depannya.

   Kendala yang terakhir adalah kemampuan akademik para siswa yang mendapatkan nilai baik dari proses pembelajaran jarak jauh ini masih bisa dipertanyakan lagi dalam tanda kutip. Yang menjadi masalah di sini adalah guru tidak bisa melihat dan mengukur kemampuan akademik para siswa, karena semua tugas dikerjakan di rumah dan hanya melalui smartphone. Dan guru hanya melihat nilai ujian dari para siswa tanpa mengetahui darimana para siswa mendapatkan nilai bagus. Yang paling penting adalah proses berpikir untuk mendapatakan sebuah jawaban. Dan ini tidak terjadi dalam proses pembelajaran jarak jauh. Berbeda dengan pemebelajaran tatap muka yang berlangsung di dalam kelas, guru dapat mengetahui dengan pasti perkembangan akademik para siswa.

   Selama proses pelaksanaan pembelajaran jarak jauh ini, mulai muncul masukan-masukan dari para orang tua juga wali murid yang meminta pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan pemeblajaran jarak jauh ini. Harapannya agar pemerintah dapat segera membuka kembali sekolah-sekolah supaya para siswa dapat kembali belajar secara tatap muka di kelas seperti sebelum terjadinya wabah pandemi ini. Beberapa alasan yang disampaikan para orang tua adalah sudah tidak mampu lagi jika harus menemani anak-anaknya mengikuti pembelajaran daring. Disamping itu para orang tua menilai hasil dari pembelajaran jarak jauh ini sepertinya kurang memberi manfaat dalam proses belajar mengajar.

   Sekarang keputusan untuk membuka kembali sekolah dan memulai lagi pembelajaran tatap muka ada di tangan pemerintah. Tetapi, ada satu masalah yang begitu mengkhawatrikan dengan tingginya tingkat penularan yang ada di tengah masyarakat, ditambah dengan mulai ditemukannya beberapa mutasi baru dari virus Corona yang menjadi kekhawatiran baru. Situasi ini menjadi pilihan yang sangat sulit bagi pemerintah untuk mengambil sebuah kebijakan. Ada dua hal yang dipertaruhkan saat ini. Pertama adalah sisi kesehatan dan keselamatan para siswa juga para guru jika sekolah tatap muka benar-benar dibuka. Kedua adalah kemampuan belajar, kemampuan berpikir, dan kemampuan akademik para siswa di masa depan. Jangan sampai Indonesia kehilangan generasi emas akibat dari pandemi yang berlangsung lama.

   Pemerintah saat ini bisa dibilang dalam mengambil keputusan bagai buah simalakama. Keputusan apa pun yang diambil akan memiliki dampak dan implikasi yang serius di kemudian hari. Dan, pada akhirnya pemerintah harus mengambil sebuah kebijakan dengan mempertimbangkan segala aspek. Karena yang dipertaruhkan di sini adalah dunia pendidikan yang mencetak generasi penerus bangsa. Tetapi, jangan melupakan aspek kesehatan karena juga akan memberi dampak yang serius jika kesehatan di masyarakat terus memburuk. Inilah ujian yang sesungguhnya bagi pemerintah untuk mengambil sebuah kebijakan yang akan berdampak luas kepada masyarakt.

Ikuti tulisan menarik Frank Jiib lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler