Urgensi Kesejahteraan dan Keadilan Bagi Buruh Perempuan Indonesia Menuju Kesetaraan Gender
Rabu, 16 Maret 2022 12:52 WIBPenindasan kepada buruh atau pekerja perempuan membuat lingkungan kerja menjadi tidak nyaman dan aman. Selain itu, diskriminasi secara struktural terhadap buruh perempuan juga memperparah keadaan yang semakin merumitkan bagi kaum buruh perempuan. Kekerasan dan pelecehan seksual terhadap kaum buruh perempuan pula memberikan catatan panjang bagi Negara Indonesia untuk memusnahkan budaya patriarki
Buruh perempuan selalu mendapat diskriminasi di lingkungan kerjanya selama beberapa tahun ke belakang. Diskriminasi tersebut dapat berupa pelecehan seksual dan juga perbedaan perlakuan antara laki-laki dengan perempuan. Di masa pandemi Covid-19 seperti ini, menjadi suatu hambatan bagi para investor atau kaum pemodal dalam menjalankan usahanya. Proses produksi bahan-bahan komoditas menjadi sangat sulit dengan virus corona yang semakin meluas sehingga pemerintah pusat dan daerah memberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) sampai pada tahun 2021 diberlakukan pula PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang mengharuskan publik untuk untuk beraktivitas di rumah (stay at home) atau menjalankan aktivitas di luar dengan protokol kesehatan. Kondisi seperti itulah yang menjadi penyebab kaum buruh semakin terhimpit masalah finansial.
Kaum perempuan acapkali mengalami tindakan pelecehan dan bahkan kekerasan seksual. Menurut data dari KOMNAS Perempuan dalam infografis kasus kekerasan seksual tahun 2020 sudah ada 610 kasus kekerasan seksual terhadap buruh migran dan trafficking[1]. Kasus tersebut belum ditambah dengan penyintas yang belum memiliki keberanian untuk melapor ke pihak yang berwenang. Dalam ranah personal, komunitas, dan negara sudah ada 14.719 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan[2]. Kaum buruh semakin ditindas karena banyak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang akhirnya menghilangkan sumber pendapatan bagi kaum buruh itu sendiri. Selain itu, di tengah wabah virus Covid-19 ini buruh tetap dipekerjakan untuk memenuhi kepentingan para kaum kapital, bahkan beberapa perusahaan tidak terlalu memerhatikan protokol kesehatan bagi buruh yang bekerja. Masalah pun tidak berhenti sampai disana, investor juga menghadapi krisis ekonomi dan akhirnya banyak yang terancam gulung tikar. Hal itu dikarenakan gagalnya sistem kapitalisme dengan adanya suatu krisis over produksi dan over kapasitas. Krisis-krisis tersebut terjadi karena terlalu banyak pabrik dibangun oleh kaum pemodal,. Kemudian, dari krisis-krisis kapitalisme tersebut, para kapitalis sengaja memperlambat produksi dan memangkas kontrak para buruh. Selain itu, krisis yang ditimbulkan kapitalisme adalah over kapasitas global yang akhirnya menjatuhkan harga barang dan menurunkan profit yang telah diperoleh kaum pemodal. Dari jatuhnya profit kapitalis tersebut, mengakibatkan berkurangnya proses produksi, angka pengangguran semakin meningkat, bangkrutnya perusahaan tersebut, dan terjadilah penutupan pabrik-pabrik. Krisis-krisis tersebutlah yang menjadikan carut-marutnya perekonomian dalam suatu negara yang akan berdampak bagi kaum kecil. Persaingan antar investor tidak membuat nasib kaum buruh perempuan menjadi sejahtera. Kepentingan buruh bukan menjadi prioritas dengan mengakhiri kontrak kerja mereka tanpa melihat nasibnya apabila buruh-buruh tersebut tidak mendapatkan penghasilan.
Buruh perempuan pun tanpa disadari menjadi korban dari sistem kapitalisme ini, pada hakikatnya segala bentuk kapitalisme muncul karena patriarki yang semakin mengakar dan sudah menjadi kultur di masyarakat. Kapitalisme dan patriarki ialah suatu budaya yang menyebabkan terjadinya penindasan terhadap perempuan. Patriarki menjadi struktur dalam relasi masyarakat yang memiliki dasar material di dalam kontrol historis kaum lelaki pada kekuatan tenaga kerja kaum wanita. Golongan patriarki yang bersifat kapitalis melakukan kontrol dengan cara memberi batas akses kaum buruh perempuan terhadap akses-akses sumber ekonomis dan tidak menghendaki perempuan untuk mengendalikan seksualitas kewanitaannya dan kapasitas reproduksinya. Kontrol kaum lelaki yang kapitalis terhadap kaum wanita tersebut bermacam-macam bentuknya dari suatu masyarakat ke masyarakat lainnya sepanjang masa[3]. Buruh perempuan dalam sistem patriarki yang kapitalis ini hanya menjadi objek eksploitasi berupa sistem kerja yang menindas. Misalnya dalam dunia usaha sektor pariwisata, buruh perempuan tidak mendapatkan upah yang setara dengan upah buruh laki-laki, sebabnya ialah karena rata-rata pendidikan dan pengalaman buruh perempuan relatif lebih rendah dibanding buruh laki-laki. Hal ini menunjukkan adanya ketidakadilan secara struktural yang dialami oleh perempuan pekerja.
Buruh perempuan seharusnya mendapat keadilan sesuai dengan perintah konstitusi Indonesia UUD NRI 1945 dimana setiap orang berhak untuk tidak mendapatkan perlakuan diskriminatif dari siapapun tanpa terkecuali yaitu pada pasal 28G bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Oleh karena itu, perlu adanya jaminan sosial dan juga pengembangan diri bagi buruh khususnya perempuan yang tertuang dalam pasal 28H ayat (3) UUD NRI 1945 yaitu “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”.
Dengan mengesahkan RUU TPKS dan menegakkan supremasi hukum sebagai manifestasi dari negara hukum, hal itu dapat menekan kasus kekerasan dan pelecehan seksual terutama di wilayah kaum buruh perempuan yang rentan adanya kasus kekerasan dan pelecehan seksual. Jangan sampai NKRI menjadi terlalu jauh ke dalam sistem ekonomi, sosial, politik yang liberal-kapitalistik, karena sistem tersebut menindas dalam segi sosial dan ekonomi buruh perempuan. Sebagai bentuk negara yang memiliki komitmen dan dasar negara yaitu Pancasila, maka pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dan pejabat administrasi seharusnya senantiasa mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat di Indonesia
Bibliografi
Ahmad, R. & Yunita, R. D., 2019. Ketidakadilan Gender Pada Perempuan Dalam Industri Pariwisata Taman Nasional Komodo. IV(2), pp. 84-93.
AP, 2020. Buruh Perempuan di Kebun Sawit dalam Jerat Pelecehan Seksual , Sumatra: CNN Indonesia.
Ir. Sukarno, 2003. Sarinah : Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia. 2nd ed. Yogyakarta: Yayasan Gema Indonesia dan Pena Persada.
Jumisih & Asmawaty, A. C., 2020. Kekerasan seksual dan perempuan pekerja , Jakarta: Inside Indonesia.
Primastika, W., 2018. Pelecehan Seksual Buruh Perempuan di Cakung, Jakarta: Tirto.id.
Rahman, M. T., 2019. Pemikiran Feminisme Sosialis dan Eksistensialis. p. 1-9.
[1] Infografis Catatan Tahunan Komnas Perempuan, 2020, hlm 2
[2] Ibid
[3] Rachman M Taufiq, Pemikiran Feminis Sosialis dan Eksistensialis, 2019, hlm 2
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Marhaenisme sebagai Antitesis Kolonialisme dan Imperialisme
Kamis, 17 Maret 2022 06:08 WIBUrgensi Kesejahteraan dan Keadilan Bagi Buruh Perempuan Indonesia Menuju Kesetaraan Gender
Rabu, 16 Maret 2022 12:52 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler