x

dijajah

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 18 Maret 2022 12:57 WIB

Pemerintah Ditekuk Pengusaha, Minyak Goreng Banjir dan Mahal

Jelang Bulan Ramadhan, Liga Minyak Goreng RI, Pemerintah vs Pengusaha Minyak Goreng justru berakhir dengan skor 0-2. Pasalnya, pengusaha minyak menang dalam dua hal dan akibatnya rakyat lagi yang jadi korban. Di mana pembelaan pemerintah kepada rakyat? Para penimbun pun bersorak bebas dari jerat hukum, dan mengeruk untung. Minyak goreng banjir, tak disembunyikan lagi, tapi harga tak merakyat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sibuk dengan berbagai urusan dan kepentingan, rakyat kembali menjadi korban kebijakan pemerintah yang justru membela kepentingan dan keuntungan para pengusaha. Rakyat juga tahu, siapa para pengusaha minyak goreng itu.

Kini, minyak goreng banjir lagi di pasaran menjelang Bulan Ramadhan yang tinggal menghitung hari, tetapi dengan harga mahal. Sebelumnya, saat pemerintah mematok harga minyak goreng, para pengusaha menyembunyikan si minyak goreng. Dan, tak disangka, ternyata pemerintah justru lebih memihak kepada pengusaha dan mengalahkan kepentingan rakyat.

Luar biasa, keputusan pemerintah melepas harga minyak goreng kemasan sesuai mekanisme pasar, jelas memberikan bukti bahwa pemerintah kalah menghadapi tekanan pengusaha minyak goreng.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kekalahan ini terjadi setelah pemerintah mengadakan pertemuan dengan produsen minyak goreng. Hasilnya, pemerintah memutuskan untuk menaikkan HET (harta eceran tertinggi) minyak goreng curah menjadi sebesar Rp 14 ribu per liter pada Rabu (16/3/2022).

Diketahui, sebelumnya, HET minyak goreng curah Rp11.500 per liter. Akhirnya, pemerintah pun mencabut aturan HET minyak goreng kemasan dan menyerahkannya melalui mekanisme pasar.

Kini, rakyat berteriak. Sebaliknya, para penimbun yang menahan minyak goreng murah, saat ini sedang sorak-sorai merayakan kemenangan sambil mencibir inkonsistensi kebijakan pemerintah, serta Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.

Di mana logikanya? Pemerintah lebih membela pengusaha. Para penimbun malah bebas dari jerat hukum. Lebih dari itu, para pengusaha jelas-jelas mampu mendikte pemerintah, karena pasar minyak goreng bersifat oligopolistik.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen pembekal barang hanya berjumlah sedikit sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat memengaruhi harga pasar.

Seperti dilansir oleh berbagai media.massa, dari data Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha (KPPU) pasar minyak goreng dari hulu ke hilir, termasuk terintegrasi ekspor, didominasi dan dikuasai hanya oleh empat produsen.

Bahkan, mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk mengatur produksi dan harga dalam pasar yang bersifat oligopolistik ini. Karenanya mana sudi mereka diganggu, apalagi harga CPO sedang bagus-bagusnya, menembus angka 2.000 dolar AS per ton.

Kasus minyak goreng yang semakin benderang hanya dijadikan lahan basah oleh minoritas yang menguasai minyak goreng, dan menyengsarakan mayoritas, rakyat Indonesia, sewajibnya menjadi pembelajaran bagi pemerintah.

Pertanyaannya, dengan kekalahan telak pemerintah oleh pengusaha minyak goreng yang oligopoli, bak dalam liga sepak bola, apakah ke depan, di sisa masa jabatan periode hingga 2024, pemerintah berani menata niaga minyak goreng agar menguntungkan masyarakat dengan harga yang terjangkau? Atau akan tetap membela tuannya dan menguntungkan mereka karena ada sesuatu?

Beranikah pemerintah merubah struktur pasar oligopolistik, mencabut regulasi yang menghambat, serta memberi insentif bagi tumbuhnya pelaku usaha baru di industri minyak goreng?

Bila pemerintah tidak memberikan kewenangan kepada Badan Pangan Nasional (BPN) dan Bulog untuk menata niaga komoditas minyak, sepertinya kondisi minyak goreng akan tetap menjadi makanan oligopoli.

Dari berbagai sumber, mengapa hingga saat ini kewenangan BPN hanya terbatas pada 9 komoditas pangan saja? Yaitu beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai. Mengapa minyak goreng dan tepung terigu, tidak? Diketahui, ternyata Bulog hanya ditugaskan untuk menata beras, kedelai, dan jagung saja?

Jelang Bulan Ramadhan, Liga Minyak Goreng RI, Pemerintah vs Pengusaha Minyak Goreng justru berakhir dengan skor 0-2. Pasalnya, pengusaha minyak menang dalam dua hal dan akibatnya rakyat lagi yang jadi korban. Di mana pembelaan pemerintah kepada rakyat? Para penimbun pun bersorak bebas dari jerat hukum, dan mengeruk untung. Minyak goreng banjir, tak disembunyikan lagi, tapi harga tak merakyat.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu