x

ilustr: Everyday Power

Iklan

Wahyu Umattulloh AL

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 5 Maret 2022

Rabu, 6 April 2022 16:22 WIB

Aku yang Frustasi

cerita yang dirasakan oleh penulis mengenai kekecewaannya atas semua ilmu yang diperolehnya dengan kuliah 5 tahun lamanya, namun semua ilmu itu tidak berguna ketika berada di dunia kerja dan memaksa untuk menghilangkan atau membuang ilmu-ilmu tersebut.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

AKU YANG FRUSTRASI

Hidup Yang Sesungguhnya Itu Seperti Apa Tuhan??.
APAKAH UANG ATAU GAJI BANYAK??!.
ATAUKAH ILMU YANG DI BUANG KE SELOKAN??!.
ATUKAH SISTEM YANG MEMAKSA MEMBUANG ITU???!.
Yang MANA...... TUHANNNN,  Yang MANA..........!?.
Hamba ini sedang frustrasi!!!!.

      Tahun 2022 menjadi ajang pembuktian semua anak yang lahir di generasi 1999. Mereka semua mencari masa depan yang entah kemana muaranya. Termasuk diriku seorang anak lulusan salah satu Kampus swasta ternama dengan jurusan ilmu sosial, namun Aku memiliki ketekunan dalam diri ini suatu saat nanti selepas Aku lulus dari kampus ini akan mengaplikasikan dan membawa semua ilmu yang Aku peroleh selama 5 tahun. 5 tahun bagiku tidaklah gampang banyak cerita dan derita yang Aku lalui mulai tidak menerima dari semua kejadian-kejadian silam, memprotes kepada pilihan, dan mencoba menyatu kedalam ilmu tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

     Ilmu sosial membuat Aku merubah segalanya, melalui kebiasaan yang hanya dikurung oleh angan-angan belaka hingga membuatku mencintai ilmu tersebut. Cintaku terhadap ilmu itu  Aku mulai dengan merambah tiga macam buku, seperti buku karangan Gus Dur yakni “ Tuhan Tidak Perlu Dibela”, buku  karya tulisan seorang penyair Emha Ainun Najib dengan judul “ Anak-anak Bernama Indonesia” dan buku tulisan Soekarno muda dengan judul “ Nasionalisme islamisme marxisme”. Kumpulan-kumpulan pemikiran tersebutlah membuat diriku mulai melahap semua macam-macam buku di tahun 2018.

     Tahun tersebut Aku mulai terbiasa dan yakin dengan apa yang ku baca mulai dari buku puisi, novel, ideologi marxisme, ideologi lingkungan, hingga buku politik. Sajian menu itulah membuat pemikiranku terbentuk dirancang dan dikendalikan oleh semua yang terlihat panca indera. Aku semakin percaya bahwasannya idealisme dalam diriku akan mampu membaur dan mengudara dengan kehidupan kelak.

      Idealisme ku semakin menggerogoti diam-diam di dalam batin dan prasangka ku,

           “ Semua yang kau pikirkan itu Yu telah benar dan apa yang kau lihat memang nyata
              begitu adanya, perkuatlah idealisme mu ini. Jangan seperti teman-teman mu yang
             tak menikmati adanya idealisme dalam dirinya”, idealisme dalam batin berkata lirih
             dan menusuk tajam di malam hari dan di suasana sunyi.

Keteduhan atas idealisme ini membuat diriku nyaman dan sesuai dengan jalan pemikiran ku. Bahkan di forum pembelajaranpun ku anggap sebagai penanaman idealisme atau ego dan penyesakan idealisme yang terus menghujani setetes demi setetes dalam paradigma ku, hingga muncul benih idealisme atau ego yang semakin kokoh dan yakin.

       Kekokohan idealisme ini semkain ku peroleh ketika bertemu dengan aktivis-aktivis lingkungan dan satu teman saya yakni  Fio. Aku dan mereka bertemu di semester 5 tepatnya ketika Aku sedang melakukan kegiatan PKL di KEPUH ( Kelompok Pelindung Hutan dan Pelestari Mata Air). Disini muncul idealisme ku untuk sok peduli lingkungan dengan ikut melihat kerusakan yang di akibatkan absennya suatu negara hingga akibat pemicu utama yakni materialisme “ Uang”.  Dari sini diriku mulai menyakini dalam batin,

        “ ini memang benar sesuai dengan apa yang sudah terkontruksi di dalam pemikiran
           ku selama ini, semakin jelas bahwa idealisme semalam memang betul adanya dan
          perlu untuk diaplikasikan”, ujar diriku dalam batin.

Keyakinan tersebut memaksa dan menggrogoti diriku untuk mampu  mengaplikasikannya di kehidupan kelak.

        Keyakinan itu terus tumbuh melesat tinggi dan kuat hingga tiba saatnya Aku ditampar dan dibuat frustrasi. Tahun 2022 kini Aku dihadapkan oleh penampakan realitas dalam bekerja.  Realitas tersebut berisikan kumpulan orang-orang dan teman-temanku sendiri untuk berburu uang sepuas-puasnya serta sebesar-besarnya dengan rela membuang ilmu ke selokan. Sekalipun ilmu itu mereka tempuh dengan 4 tahun, hingga 5 tahun lamanya.

       Aku melihat mereka membuang ilmu begitu saja membuatku geram dan mangkel

           “ Tuhan... mana yang mereka semua katakan bahwa kuliah mencari ilmu bukan untuk
              bekerja mana ungkapan itu tak keluar segagah dahulu”, diriku yang bergejolak di
             hati.

Semakin memanas ketika Aku melihat kekasihku rela membuang begitu saja ilmunya selama kuliah 4 tahun lamanya, sakit diriku melihat fenomena-fenomena yang memaksa manusia untuk menghancurkan semua itu.

      Rasa sakit sangat mencekam ketika melihat kerelaannya untuk bekerja tak sesuai jurusannya lalu apakah guna kalian semua kuliah?. Jika nanti hasilnya atau out putnya harus menghapus semua jerih payah ilmu selama kuliah. Apa bedanya bila kalian tidak usah kuliah?, dan apakah benar apa yang diucap orang-orang bahwa kuliah hanya buang-buang waktu dan tenaga?. Semua pertanyaan itu mulai menghancurkan diriku hingga Aku dibuat frustrasi ingin sekali diri ini memprotes semua itu Tuhan........ingin sekali!.

       Aku dipaksa oleh sisitem untuk menghapus semua idealisme dan menghancurkan passion ku. Dipaksa bertekuk lutut dihadapan dunia kerja Tuhan... dipaksa telanjang bulat tanpa ilmu yang sudah susah payah Aku membangunnya selama 5 Tahun ini. Lalu kemanakah Aku harus pergi dan melangkah Tuhan.... apakah semua ilmu itu Aku buang begitu saja ke selokan ataukah Aku bakar semua buku-buku yang Aku makan sehari satu buku ini. Aku sedang frustrasi Tuhan! Aku sedang Frustrasi Tuhan!

     Frustrasi melihat mana kehidupan yang sesungguhnya apakah menggadaikan ilmu selama kuliah untuk digantikan uang sekalipun itu tak sesuai dengan latar belakang kita?. Ataukah beranjak untuk memprotes kepada sisitem negara, namun sekali lagi Aku sadar diri Tuhan tak mampu melakukan itu semua.

 `   Aku hanya menangis sendiri di dalam kamar untuk berusaha menghapus idealisme dan passion  yang sudah mengakar dalam diri. AKU FRUSTRASI TUHAN, AKU FRUSTRASI TUHAN ingin rasanya Aku bunuh semua itu hingga terlahir kembali menjadi diri yang sama dengan pemikiran seperti teman-teman ku saat ini. Aku takut berdiri sendiri di kaki idealisme pikiran ini sekalipun aku tak rela jika bekerja harus membuang ilmu-ilmu yang Aku peroleh selama ini. Aku hanya ingin berilah ruang untuk idealismeku ini Tuhan Aku sakit hati sekalipun harus mengutuk dan membunuh diriku Tuhan. Izinkan Aku mampu membunuh diriku, selepas itu lahir diriku yang baru Tuhan.

WAHYU YANG FRUSTRASI
Malang, 06, 04, 22


           

 

 

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Wahyu Umattulloh AL lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu