x

Sumber Gambar: Pixabay.com/ toko buku

Iklan

Audi Alya Zuhry

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 April 2022

Minggu, 10 April 2022 12:54 WIB

Pembelajaran Sastra dalam Pendidikan Karakter

Banyak orang yang mengira sastra suatu hal yang rumit untuk dipelajari sebagai pembentukan karakter, karena bahasa saja banyak salah pemahamannya. Namun jika kalian ingin mengetahui langkah awal sastra sebagai pendidikan karakter, simaklah artikel berikut ini!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pengajaran bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi menempati posisi sebagai mata kuliah umum (MKU), karena bahasa Indonesia sendiri sebagai alat komunikasi dalam proses pengajaran. Posisi ini semakin kuat melalui SK Dirjen DIKTI No. 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Dalam SK ini ditetapkan bahwa bahasa Indonesia digolongkan ke dalam kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK).

Beberapa harapan yang ditumpukkan kepada mata pelajaran bahasa Indonesia yaitu, (1) peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan serta minatnya, (2) pendidik dapat memberikan berbagai kegiatan berbahasa, bersastra, supaya peserta didik dapat mengembangkan potensi bahasa, (3) pendidik lebih mandiri dalam menentukan bahan ajaran bahasa, (4) daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan. Menurut Permendiknas No. 22 Th. 2006 mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien, (2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia, (3) menggunakan bahasa Indonesia dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, (4) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, (5) menghargai bahasa Indonesia sebagai khazanah budaya.

Semi (1998:8) menyatakan bahwa sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Lalu menurut Gagne (1993:12) mendefinisikan istilah pembelajaran sebagai serangkaian aktifitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar. Sastra memiliki potensi besar untuk pengembangan pendidikan karakter (Herfanda, 2008:131). Sastra sebagai cerminan keadaan sosial budaya haruslah diwariskan kepada generasi mudanya, karena sastra sendiri memiliki dampak baik yang sangat besar dalam pendidikan karakter. Sastra dapat menjadi pendorong saat munculnya perubahan era dan canggihnya teknologi, sastra juga dapat memotivasi para peserta didik untuk memunculkan ide-ide pembahasan baru. Tentu saja pendorong itu penting bagi pendidikan karakter peserta didik. Menurut Ismail dan Suryaman (2006) sastra harus dikenali sejak dini, maksudnya adalah kemampuan literasi tidak tumbuh tanpa usaha sadar dan terencana. Sastra memiliki keindahan juga manfaat untuk para pembacanya. Dengan demikian manfaat sastra adalah sebagai media pemahaman budaya suatu bangsa (yang di dalamnya pula mengandung pendidikan karakter). Sastra ini bersifat individual, artinya cara yang digunakan oleh tiap-tiap pengarang berbeda, perbedaan itu meliputi metode munculnya inspirasi dalam diri. Menuangkan ide kreatif, hingga bahasa dan diksi yang digunakan. Dengan sifatnya yang individual ini, maka akan menumbuhkan pendidikan karakter para peserta didik, dan disini akan terlihat bahwa karakter mereka itu jelaslah berbeda-beda.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karakter sendiri yaitu menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Orang itu dikatakan orang yang berkarakter, jika tingkah lakunya sesuai kaidah moral. Sedangkan pendidikan merupakan proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang, sehingga menjadikan pribadi yang berkarakter. Dan dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merujuk pada upaya menjadikan peserta didik menjadi beradab disertai upaya membina peserta didik agar memiliki karakter mulia, maupun sesuai kaidah moral. 

Menurut Saryono (2009:52-186) mengemukakan nilai karakter dalam pembelajaran siswa terdapat beberapa genre sastra, yaitu: (1) literer-estetis, sastra yang mengandung nilai keindahan, kebagusan, kenikmatan, oleh segala unsur yang terdapat di dalam karya sastra, (2) humanitis, sastra yang mengandung nilai kemanusiaan, menjunjung harkat, serta menggambarkan situasi dan kondisi manusia dalam menghadapi berbagai masalah, (3) etis dan moral, sastra yang mengacu pada pengalaman manusia dalam bersikap dan bertindak, serta bagaimana seharusnya kewajiban dan tanggung jawab manusia dilakukan, (4) religius-sufistis-profetis, sastra yang menyajikan pengalaman spiritual dan transendental di dalamnya.

Kegiatan bersastra yang efektif adalah kegiatan yang mengarah pada apresiasi secara luas, bukan sebatas bahasan yang sifatnya kognitif. Kegiatan apresiasi meliputi membaca berbagai karya sastra, mempelajari teori sastra, dan mempelajari sejarah sastra. Piaget (1971) memberikan 4 fase perkembangan kognitif, yakni sensorimonitor, praoperasional, berpikir konkret, dan berpikir formal. Masing-masing fase tentulah memiliki karakteristik yang khas. Perhatian yang harus diberikan pendidik secara khusus dalam pengembangan kompetensi bersastra adalah kompetensi yang fokus pada kegiatan membaca dan berdiskusi (Utorodewo dan Suryawan, 2007). Dengan karakteristik peserta didik yang menyukai tantangan dan penjelajahan serta melawan melalui gagasan penting, kegiatan berdiskusi merupakan sarana pengekspresian mereka akan perubahan-perubahan kognitif yang dialaminya.

Untuk membangun karakter dan kepribadian peserta didik yang berakhlak mulia, seperti kreatif, kompetiti, dan disiplin, serta memperbaiki berbagai masalah kepribadian dan moral peserta didik diperlukan buku-buku sastra yang memenuhi kriteria yang sesuai untuk peserta didik. Pembelajaran bersastra yang diharapkan dapat dikemukakan beberapa kriteria pemilihan karya sastra yang mengarah pada pengembangan karakter bagi peserta didik. Pertama, bahasanya indah, dengan ekspresi otentik, dan memperkenalkan estetikanya. Kedua, mengharukan pembacanya dan merenungkan makna karya tersebut. Ketiga, membawakan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Keempat, mendorong pembacanya untuk berbuat baik terhadap sesama manusia dan makhluk lainnya. Dan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sastra dalam pendidikan karakter peserta didik adalah pembelajaran yang mampu menumbuhkan budaya baca tulis secara fungsional yang mampu meningkatkan pemahaman dan pengertian tentang manusia dan kemanusiaan, mengenal nilai-nilai, mendapatkan ide-ide baru, meningkatkan pengetahuan sosial budaya, berkembangnya rasa dan karsa, serta terbinanya watak dan kepribadian. Dan pembelajaran sastra juga harus memperhatikan segi-segi yang tepat sesuai dengan perkembangan kognitif peserta didik. Seperti bahasanya yang indah, mengharukan pembacanya, membawakan nilai-nilai leluhur kemanusiaan, dan mendorong manusia untuk bersikap baik.

Ikuti tulisan menarik Audi Alya Zuhry lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

10 Mei 2016

Oleh: Wahyu Kurniawan

Kamis, 2 Mei 2024 08:36 WIB

Terkini

Terpopuler

10 Mei 2016

Oleh: Wahyu Kurniawan

Kamis, 2 Mei 2024 08:36 WIB