x

Ilustrasi Penembakan. dentistry.co.uk

Iklan

Mesakh Ananta Dachi

Belajar Menulis.
Bergabung Sejak: 16 April 2022

Jumat, 27 Mei 2022 19:27 WIB

Harga Kebebasan Memiliki Senjata Api di Amerika Serikat

Penembakan massal yang baru baru ini terjadi di Amerika Serikat memunculkan pertanyaan publik mengenai efektifitas regulasi kepemilikan senjata api. Kasus penembakan membabi-buta di ruang publik sudah terjadi ratusan kali pada tahun ini. Mengapa Amerika Serikat masih belum melakukan revolusi atau bahkan pelarangan kepemilikan senjata api?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setidaknya 19 orang anak anak dan dua orang dewasa meninggal di Sekolah Dasar Robb dalam kejadian penembakan massal di Uvalde, Texas, Amerika Serikat. Peristiwa itu terjadi pada 24/05/2022, dan pelakunya adalah seorang remaja bernama Salvador Ramos (18). Sebelum melakukan aksinya, dia juga menembak neneknya. Sang nenek berada dalam kondisi kritis.

Kejadian ini merupakan peristiwa penembakan massal terparah. Kasus serupa yang terjadi di Sekolah Dasar Sandy Hook, 2012. Saat itu seorang pria, Adam Lanza (20) melakukan aksi penembakan massal yang berujung tewasnya 26 orang, 20 diantaranya anak anak.

Saking seringnya terjadi penembakan massal di Amerika Serikat, tercatat, jumlah kasusnya lebih banyak dibanding hari yang sudah terlewati sepanjang tahun ini. Alias ada 165 kasus penembakan massal di Amerika Serikat sepanjang tahun ini. Kejadian itu merenggut kematian total 180 orang, dan mencederai 715 orang. Sedangkan, hingga hari ini (27/05), terhitung 147 hari yang baru terlewati.

Maka, rasio penembakan massal di Amerika Serikat, adalah sekitar 1,1 kasus per harinya.

Penyebab Kasus Terjadi

Mudahnya akses senjata api di Amerika Serikat menjadi penyebab mayoritas kasus ini terjadi. Tercatat sekitar 81, 4 juta orang, memiliki akses pada kepemilikan senjata api di negeri Paman Sam tersebut. Ini membuat Amerika menjadi negara dengan kepemilikan senjata api terbanyak di dunia.

Kemudahan ini pada dasarnya sudah didukung oleh negara, bahkan jauh saat Amerika Serikat mulai terbentuk. Dalam Amandemen ke-2 yang diratifikasi pada 15 Desember 1791, berisikan: “A well regulated Militia, being necessary to the security of a free State, the right of the people to keep and bear Arms, shall not be infringed.

Jika diubah ke Bahasa Indonesia dengan translasi sederhana, artinya: “Milisi (Bela Negara) yang diatur dengan baik, dibutuhkan sebagai keamanan bagi negara yang bebas, hak untuk memiliki senjata, tidak boleh dilanggar.”

Banyak versi translasi dari amandemen ini, namun, versi inilah yang disepakati pada pengadilan District of Columbia v.s Heller (2008). 

Memang saat Amandemen ini diratifikasi, Amerika Serikat masih berada di bayang kekuasaan Kerajaan Inggris. Maka, kepemilikan senjata oleh setiap warga, diharapkan dapat menjadi solusi untuk membentuk kesatuan perlawanan dan perlindungan diri terhadap kolonialisme.

Namun, apakah amandemen ini masih relevan? Dari siapa masyarakat Amerika Serikat kini melindungi diri? Bukankah kini masyarakat alih-alih melindungi diri, karena takut akan pengaplikasian dari amandemen ini? 

Dengan kasus puluhan ribu kematian per tahunnya, mengapa Amerika Serikat masih belum melakukan revolusi atau bahkan pelarangan kepemilikan senjata api?

Sebagai negara pusat militer, dan pemilik senjata api terbanyak di dunia, pada tahun 2018 saja, di Amerika Serikat, industri senjata api dan peluru mendapat keuntungan transaksi sebesar 28 Miliar Dolar Amerika Serikat. Angka itu setara dengan 409 Triliun Rupiah dalam kurs saat ini. 

Dengan jumlah sebesar itu, tentunya negara dan para kapitalis akan sangat diuntungkan. “Our blood, their money.”

Selain itu, kontradiksi dalam tubuh pemerintahan, menyebabkan regulasi yang hakiki tidak kian tercipta. Faktanya, 81% anggota Partai Demokrat menyetujui aturan kepemilikan senjata api harus lebih ketat dibanding sekarang. Dan sekitar 80% anggota Partai Republik meyakini regulasi senjata api sekarang sudah tepat. Bahkan, perlu lebih dilonggarkan.

Sebagai penganut originalisme dan konservatif, Partai Republik memang sangat mendukung kepemilikan dan penggunaan senjata api. Bahkan di ruang publik. Sebanyak 72% dari mereka, percaya bahwa guru SD dan SMP harus dibekali dengan senjata api pada saat bertugas di sekolah.

Perbedaan pendapat inilah yang melahirkan kasus kasus-baru. Lambatnya para pemegang kekuasan memberi keputusan berakhir pada  tidak adanya aturan yang tepat.

Amerika Serikat sendiri memang punya regulasi mengenai kepemilikan senjata api. Alih alih berisikan panduan apalagi pelarangan, regulasi hanya berisikan kualifikasi legalitas.

Maka, ketakutan masyarakat atas kasus yang terus ada, dan tingginya tingkat kematian akibat kasus ini, menjadi sebuah tindakan simultan, untuk memiliki senjata api sebagai alat perlindungan diri. Sirkulasi ini menjadi sebuah ironi di Negara tersebut.

Pada akhirnya, tidak ada negara yang bebas dari kekejaman senjata. Namun, tidak ada senjata api yang bisa menembakkan dirinya sendiri. Hanya manusia yang bisa melakukannya. Kita seharusnya sadar, bahwa kekerasan tidak pernah menjadi solusi. Sejarah telah membuktikannya.

Turut berduka cita untuk 21 korban kebrutalan ini, dan korban korban lainya dari tindakan tidak bijak manusia.

Ikuti tulisan menarik Mesakh Ananta Dachi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu