x

Perlu keseimbangan mental agar tim lebih engaged

Iklan

Mesakh Ananta Dachi

Belajar Menulis.
Bergabung Sejak: 16 April 2022

Jumat, 8 Juli 2022 08:38 WIB

Bagaimana Rasisme di Indonesia?

Sebagai Bangsa dengan masyarakat yang cenderung homogen, kerap kali kita menganggap, bahwa rasisme hanya sebatas pada diskriminasi penampilan fisik. Padahal, dengan menyangkakan sebuah stereotip yang tak berdasar, adalah juga tindakan rasisme.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebelumnya, perlu kita ketahui bahwa  rasisme merupakan sebuah tindakan yang didasari pada kepercayaan akan superioritas rasial suatu masyarakat atau individu dibanding kelompok dan pribadi lainnya. Superioritas menciptakan masyarakat kelas atas, yang memperoleh hak, sumber daya, dan kekuasaan. Serta masyarakat kelas bawah, yang haknya direbut.

Sebagai masyarakat yang cenderung homogen, terutama pada penampilan fisik, kita, masyarakat Indonesia, sering kali mengerucutkan tindakan rasisme  hanya pada cakupan yang kecil saja. Misalnya, pada warna kulit, bentuk wajah, mata, rambut dan lain sebagainya. 

Padahal, rasisme juga bisa terjadi pada kelompok masyarakat dengan ciri fisik yang identik. Pada saat Kerajaan Inggris menguasai Irlandia Utara yang kental akan nilai Katoliknya, warga Irlandia mendapat diskriminasi, dan berakhir pada penguasaan tanah Irlandia hingga 80% oleh Kerajaan Inggris. Padahal, masyarakat Irlandia dan Inggris merupakan ras kaukasian, yang artinya, secara penampilan fisik mereka juga identik.

Sentimen usang, dengan anggapan bahwa, kita tidak mungkin bisa rasis kepada masyarakat dengan ciri fisik yang lumrah, warna kulit sawo matang, rambut hitam, dan ciri sejenis yang pada umumnya ada di masyarakat Indonesia.

Persepsi yang biasa ini lah yang menciptakan tindakan rasisme, menjadi hal yang dilihat sebagai masalah yang tidak harus diselesaikan secepatnya, di Indonesia

Sejarah Panjang Rasisme

Rasisme bukanlah hal yang baru, sepanjang sejarah umat manusia, rasisme berdampingan dengan proses itu.

Pada tahun 1518, Raja Charles I membawa budak dari Afrika ke Amerika, selama ratusan tahun, para budak dipekerjakan tanpa diberi hak dan upah. Ratusan tahun kemudian, pada 18 Desember 1865, President Abraham Lincoln, menghapus perbudakan di Amerika Serikat, kendati demikian, perbudakan tidak serta merta hilang pada saat itu.

Tidak berhenti pada saat itu, di Amerika Serikat, rasisme masih hidup, protes dan protes lainnya dilayangkan, tuntutan agar seluruh masyarakat dari berbagai latar belakang dipandang sama dan sejajar. Representatif dari masyarakat kulit hitam pada saat itu, seperti, Martin Luther King Jr, Malcolm X, Rosa Parks, menjadi pejuang dari suara minoritas yang menggema hingga seluruh pelosok dunia.

Di Eropa, pada awal periode perang dunia kedua, bagaimana Partai Nazi, yang dipimpin oleh Hitler, membunuh kurang lebih 6 juta penduduk Eropa Yahudi, hal ini didasarkan oleh perasaan suprematif, bahwa hanya bangsa Arya yang berhak hidup dan menjadi warga Jerman.

Di Indonesia, rasisme juga merupakan sejarah yang seharusnya kita ketahui dan sadari. Bagaimana kata “pribumi” yang digunakan oleh para penjajah dan kompeni. Hal ini digunakan untuk membedakan masyarakat dengan ciri fisik yang lumrah, warna kulit sawo matang, rambut hitam, dan kelopak mata yang lebih terbuka. Untuk masyarakat yang tidak punya ciri tersebut, adalah “non-pribumi”.

Sialnya, hingga pada pemerintahan Soeharto, istilah pribumi dan non pribumi ini masih hidup di dalam tubuh negara, dan masyarakat. Padahal, istilah tersebut merupakan warisan kolonialisme dan diskriminasi.

Negara, Kelompok, dan Rasisme

kita sering beranggapan bahwa tindakan kejahatan rasial hanya berada pada jangkauan  individu. Negara dan kelompok juga bisa melakukan tindakan kejahatan rasial.

Pada 17 Agustus 2019 silam, asrama mahasiswa Papua yang diserang oleh sekelompok ormas, masyarakat setempat, dan TNI di Surabaya, karena masalah bendera yang jatuh ke got. Dengan tuduhan sepihak dan tanpa bukti, asrama tempat mahasiswa tersebut diserbu oleh masyarakat sekitar dan tentara. Kejadian ini merupakan contoh nyata kejahatan rasial negara.

Sebagai elemen pertahanan dan keamanan negara, TNI, bukannya melindungi dan menertibkan keadaan dengan pendekatan yang humanis, pada saat itu, TNI menyatakan sikapnya dengan makian bernada rasial, ancaman non verbal dan paling parah membawa pasukan bersenjata lengkap, ibarat sedang melawan pasukan teroris.

Atau, bagaimana negara memperlakukan masyarakat keturunan Tionghoa sepanjang awal Orde Baru hingga Orde Reformasi, yang memaksa mereka harus memiliki Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI), yang menjadi persyaratan administratif untuk mengurus surat surat penting saat itu. Yang berakhir pada sikap diskriminatif dan hak yang tidak terpenuhi untuk masyarakat keturunan Tionghoa.

Prasangka dan Stereotip

Sentimen usang sebelumnya, yang menyatakan bahwa tindakan rasisme hanya bisa terjadi pada masyarakat heterogen, dengan perbedaan ciri fisik yang mencolok adalah masalah yang terjadi di Indonesia.

Prasangka dan stereotip juga merupakan sebuah tindakan rasisme dengan efek yang sama besarnya dengan praktik diskriminasi lainnya.

Meskipun cenderung dijadikan sebagai candaan, sebutan untuk masyarakat yang terutama berasal dari Jawa sebagai “kuli” merupakan salah satu tindakan rasisme yang hidup nyaman ditengah masyarakat. Padahal, fenomena ini sebenarnya terjadi, karena Indonesia memang dimayoritasi oleh masyarakat yang berasal dari suku Jawa. Pembangunan yang masif di Pulau Jawa, adalah tidak lain dan tidak bukan karena pekerja konstruksinya yang terampil dan handal.

Sebagai pengalaman juga, penulis juga pernah merasakan hidup dalam masyarakat dengan stereotipe yang sama. penulis berasal dari suku Nias, Sumatera Utara, namun, wilayahnya terisolasi dari Pulau Sumatera.

Di kota Medan, Sumatera Utara, masyarakat yang berasal dari suku Nias sering kali mendapat prasangka yang tidak benar dan baik dari masyarakat lainnya, sering kali disebut sebagai para kriminal, orang yang tidak terpelajar dan bodoh. Stereotip ini kemudian berakhir pada sikap diskriminatif.

Padahal, faktanya, tindakan kriminalitas di Nias jauh lebih rendah dibandingkan wilayah wilayah Sumatera Utara lainnya. Berada pada posisi ke-12, wilayah dengan tingkat pidana tertinggi di Sumatera Utara, dari 20 daerah yang ada.

Data tersebut menunjukkan bahwa anggapan mengenai orang Nias sebagai penjahat dan orang bodoh, sebenarnya tidak benar dan hanya prasangka belaka yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.

Prasangka dan stereotip akan selalu berakhir pada generalisasi, bahwa sebuah tabiat dari anggota komunitas mewakili keseluruhan prinsip kelompok.

Hukum Mengenai Rasisme

Negara Indonesia telah mengatur undang undang mengenai sikap diskriminatif dan kejahatan rasialisme. Pada UU 40 Tahun 2008. Yang berisikan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh hak sipil, politik, dan ekonomi tanpa adanya pembedaan ras dan etnis.

Meskipun telah diatur dengan jelas, supremasi dan pengaplikasian hukum ini tidak selalu dijalankan oleh para penegak hukum. 

Pada kasus rasisme yang dilakukan oleh Ambroncius Nababan kepada Natalius Pigai, mengenai foto gorila yang dikolasekan dengan foto Pigai, para penegak hukum dengan tegas menegakkan hukum yang berlaku, hingga Ambroncius berhasil ditahan.

Namun, bagaimana dengan kasus Ruhut Sitompul yang baru baru ini terjadi, Ruhut juga mengkolasekan foto Anies Baswedan dengan pakaian adat Papua, meskipun hanya dianggap candaan, tindakan ini merupakan tindakan rasisme juga. Dan kejahatan rasialisme, harus dihukum.

Penyelenggaraan hukum saja tidak cukup untuk menghapus rasialisme dan diskriminatif, mengetahui dan menyadari bahwa seluruh umat manusia terlahir sama, dan sejajar adalah hal yang jauh lebih penting.

Dengan menyadari bahwa kita semua setara, kita akan menciptakan ruang dalam hati dan pikiran kita, untuk menerima dan hidup bersama. 

Ikuti tulisan menarik Mesakh Ananta Dachi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu