x

Iklan

Rufaida khairunnisa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 April 2022

Jumat, 17 Juni 2022 18:47 WIB

Karakteristik Periode Sastra Indonesia Angkatan Balai Pustaka


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Angkatan Balai Pustaka berdiri tahun 1917 dengan ditandai berdirinya Balai Pustaka. Para penulis/pengarang dan para ahli bahasa Melayu, didaulat menjadi redaktur dari Balai Pustaka. Novel “Siti Nurbaya” karya Marah Roesli, novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar, dan novel Salah Asuhan karya Abdul Muis merupakan salah satu contoh karya sastra Angkatan Balai Pustaka.
Perlu diketahui juga, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V, karakteristik diartikan sebagai Sifat Khas, artinya suatu yang membedakan antara periodisasi sastra angkatan balai pustaka dengan periodisasi lainnya, dan disetiap angkatan memiliki ciri khas atau karakteristiknya masing masing, berikut ulasannya.
Ada pun beberapa ciri karya sastra pada angkatan ini antara lain:
•    Bercorak pasif-romantik, ini berarti bahwa cita-cita baru senantiasa terkalahkan oleh adat lama yang membeku, sehingga merupakan angan-angan belaka. Itulah sebabnya dalam mencapai cita-citanya, pelaku utama senantiasa kandas, misalnya dimatikan oleh pengarangnya.
•    Menggunakan bahasa Melayu Baru, yang tetap dihiasi ungkapan- ungkapan klise serta uraian-uraian panjang.
•    Para penyairnya masih banyak yang mempergunakan puisi-puisi lama, pantun, dan syair, seperti terlihat pada karya tulis Sutan Ati, Abas, dan Sutan Pamunjtak.
•    Bentuk puisi barat yang tidak terlau terikat oleh syarat-syarat, seperti puisi lama, mulai dipergunakan oleh para penyair muda. Para penyair baru ini dipelopori oleh Moh. Yamin, yang mempergunakan bentuk sonata dalam kesusastraan Indonesia.
•    Bentuk prosa yang memegang peranan pada masa kesusastraan angkatan Balai Pustaka adalah Roman. Roman angkatan ini bertema perjuangan atau perlawanan terhadap adat istiadat lama, misalnya kawin paksa.
•    Latar belakang sosial sastra periode Balai Pustaka berupa pertentanga paham antara kaum muda dengan kaum tua. Kita bisa mengambil contoh novel Salah Asuhan, Si Cebol Rindukan Bulan, yang memiliki kecenderungan simpati kepada yang lama, bahwa yang baru tidak semuanya membawa kebaikan.
•    Unsur nasionalitas pada sastra Balai Pustaka belum jelas. Pelaku-pelaku novel periode Balai Pustaka masih mencerminkan kehidupan tokoh-tokoh yang berasal dari daerah-daerah.

Ikuti tulisan menarik Rufaida khairunnisa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler