x

Ilustrasi Anas. Annie Spratt dari Pixabay

Iklan

Zahwan Maulana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Juni 2022

Minggu, 19 Juni 2022 06:13 WIB

Si Kecil Naya dalam Besarnya Dunia (Bagian 1)

Cerita pendek ber-series yang menceritakan bagaimana petualangan seorang gadis kecil menjelajahi besarnya dunia. Alur yang santai membuat cerita ini bisa dibaca kapan saja. Hai, aku Naya. Bisakah Kamu memberitahuku harta karun tersembunyi yang ada di dunia ini?” katanya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bagian 1: Rey Kecil di Tengah Hutan

            “Mama, Naya main ke hutan belakang rumah, ya.”

            Pergilah Naya ke dalam hutan berbekalkan sebuah roti daging dan pesan ibunda untuk pulang sebelum malam. Berjalan-jalan di hutan menyenangkan bagi Naya kecil. Terutama karena dia memiliki tempat khusus untuk bermain. Di tengah hutan terdapat sebuah lahan kecil beralaskan hamparan rumput yang nyaman. Sinar matahari tidak terhalang oleh dedaunan pohon di sekitarnya, khusus di daerah itu. Naya bermain seharian di sana. Berguling-guling ke sana kemari sambil tertawa ria. Terkadang beberapa burung datang ikut bermain bersama. Mereka bermain kejar-kejaran hingga bernyanyi bersama. Sampai matahari mulai meninggi, energi Naya perlahan habis. Dia kemudian menepi untuk mencari tempat teduh dan membuka bekalnya di sana.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

            “Aaa …” ucapnya membuka mulut. Sedikit lagi sampai rotinya masuk, Naya mendengar suara ketukan. Suara itu jelas sekali sehingga Naya berpikir bahwa sumbernya tidak jauh dari tempatnya duduk. Mencari sumber suara dengan penuh rasa ingin tahu, dia bahkan tidak sadar kalau masih memegang roti di tangan kanannya. Menyingkirkan semak yang menghalangi, mencoba mencari di balik batu, sampai menaiki bonggol pohon untuk mendapatkan sudut pandang yang lebih tinggi. Merasa lelah, dia akhirnya beristirahat di atas sebuah kotak.

            “Capek. Istirahat dulu di sini, dah.”

            Suara ketukan itu ternyata semakin jelas terdengar. Melompatlah Naya karena terkejut. Sumber suara itu ditemukan, dari dalam kotak kaca yang tadi didudukinya. Ada makhluk berwarna abu-abu, berusaha keluar dengan membenturkan dirinya ke dinding kotak.

            “Ih, lucu. Sini aku keluarin kamu.”

            Makhluk itu ternyata malah ketakutan ketika Naya membuka kotak. Ia menuju pojokan dan meringkuk ketakutan. Berkali-kali Naya mengatakan untuk jangan takut. Sampai akhirnya Naya memberikan potongan daging pada rotinya, barulah ia mau mendekat. Seraya mengelus makhluk itu, Naya tidak terpikirkan hewan apa ia.

            “Kamu hewan apa? Aku belum pernah ketemu yang sepertimu.”

            Seraya mengelus, ia bersuara miaw. Sontak mata Naya menjadi berbinar-binar. “Whoa, kucing,” girangnya.

            “Kamu di sini sendirian, ya? Mau ikut sama Naya nggak ke rumah?”

            “Miaw.

            Gemas rasanya melihat keimutannya. Naya yang menemukan kawan baru berpikir keras menamainya apa. “Kamu Naya panggil Rey, ya. Nggak tahu, sih apa maknanya, tapi kedengaran imut.”

            “Miaw,” teriaknya dengan penuh senyuman.

            Berlari pulang sambil menggendong Rey di pundak, sang ibunda ternyata sedang berada di luar rumah menjemur cucian. Dengan senyuman lebar di wajahnya Naya mengangkat Rey dan menunjukkan kepada ibunya.

            “Mama, Naya bertemu Rey di hutan. Kayaknya ia kucing, tapi Naya nggak tahu ini kucing apa. Mama tahu?”

            “Hmmm, mama tidak tahu kucing apa itu. Coba kamu tanyakan kepada kakek di kamar. Mungkin dia tahu.”

            Naya pergi mencari kakeknya di dalam rumah. Menuju kamar kakek sambil melompat-lompat menggendong Rey. Sesampainya dia, sang kakek ternyata sedang tidur siang. Dengan mengendap-endap mendekat, Naya kemudian mencolek pipi kakeknya.

            “Kek … Kakek … Naya mau tanya.”

            Belum membuka mata, sang kakek hanya merespon pelan dengan berkata, “Ada apa, Naya?”

            “Naya menemukan kucing aneh sendirian di hutan. Ini kucingnya Naya bawa. Kata mama, coba tanya kakek ini jenis kucing apa.”

            Barulah kelopak mata sang kakek terbuka dan mengambil posisi duduk bersandar di dinding. Terkejut dengan apa yang dibawa cucunya, sang kakek bergegas mengambil buku dari sebuah kotak dua di bawah tempat tidurnya. Kotak itu terlihat sudah tua, tidak terurus untuk waktu yang lama. Sarang laba-laba dan debu sudah mengerumuni kotak. Terdapat sebuah buku di dalamnya. Sang kakek kemudian menunjukkan buku itu kepada Naya.

            “Coba kamu lihat ini. Mirip dengan yang kamu bawa, kan?”

            “Woah, iya. Mirip, Kek.”

            Hewan yang ditemukan Naya berjenis roh kucing. Kucing itu tidak dapat ditemukan di sembarang tempat, bahkan untuk melihat kenampakannya saja sangat jarang. Roh kucing dapat terbang dan menampakkan diri kepada majikannya sesuka hati. Selain itu, kesetiaan sang kucing tidak dapat diragukan lagi ketika ia sudah menemukan majikannya.

            “Tapi, Kek. Naya menemukan ia di tengah hutan sendirian. Ia juga termasuk hewan liar. Apa boleh Naya pelihara?” Seketika teringat kalau dia menemukan Rey di tengah hutan. Ingin dipelihara, tapi dia tahu kalau Rey merupakan hewan liar. Akan tetapi, sang kakek tidak mau melihat cucu perempuannya sedih dan kecewa.

            “Coba tanya kepadanya. Kalau ia mau menjadi peliharaan Naya, menurut buku ia akan terbang memutari kepala Naya sebanyak tiga kali.”

            Naya lalu menatap mata Rey dengan penuh berharap. Belum ada sepatah kata yang keluar darinya, Rey tersenyum dan berkata, “Miaw.” Terbanglah Rey memutari kepala Naya. Hingga selesai di putaran ketiga, ia kembali ke pundak dan mengeluskan kepalanya. Betapa girangnya Naya disaat itu mendapatkan peliharaan sekaligus kawan baru. Sampai ketika waktunya makan malam bersama, Naya meminta orang tuanya untuk tidak bubar dulu dari meja.

            “Ma, Pa. Naya mau memperkenalkan kawan baru Naya. Tada …,” ucapnya sembari mengangkat Rey. Rey tampaknya juga senang diperkenalkan dan mengangkat tangannya seolah-olah mengisyaratkan hai.

            Ayah dan ibu Naya sebenarnya sudah tahu dari kakek, hanya saja mereka tetap terkejut dan menerima baik kehadiran Rey. Akhirnya ketika malam semakin larut, mata Naya sudah tidak kuat untuk terus terjaga dan tertidur sambil memeluk Rey saat sedang bermain. Dipindahkannya dia ke kamar oleh sang ayah dan diberikan ciuman selamat malam. Ketika sang ayah pergi ke luar, ia bertemu kakek dan teringat akan sesuatu.

            “Kakek, maaf ya. Tadi belum bisa dapat apa-apa. Jebakan di tengah hutan menutup dan umpannya habis, tetapi tidak bisa menangkap apa-apa.”

            Sang kakek hanya bisa tertawa kecil ketika mendengar hal itu dan mengatakan, “Tidak apa-apa. Mungkin memang belum beruntung saja.”

Ikuti tulisan menarik Zahwan Maulana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler