x

Iklan

Muhammad Rafif

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 21 Juni 2022

Selasa, 21 Juni 2022 09:55 WIB

Kasus Penikaman dalam Sudut Pandang Kriminologi

Bagaimana pandangan Kriminologi terhadap kasus penikaman yang disebabkan oleh cinta segitiga?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menjadi suatu kebanggaan tersendiri ketika Badan Pusat Statistik (BPS) data merilis data jumlah kasus kriminalitas di Indonesia setiap tahunnya berkurang secara spesifik. BPS (2021) menyatakan bahwa per tahun 2021, jumlah kasus kriminalitas di Indonesia berada di angka 247.218 menurun 8% dari jumlah kasus di tahun 2020 yaitu 269.324 kasus dalam setahun.
 
Menurut Abdulsyani (1987) kriminalitas adalah suatu perbuatan yang dapat menimbulkan masalah-masalah dan keresahan bagi kehidupan masyarakat. Soesilo (1988) menambahkan bahwa pengertian kriminalitas juga terbagi dalam 2 sudut pandang, yaitu yuridis dan sosiologi. Secara yuridis, kriminalitas adalah tingkah laku kejahatan yang melanggar hukum pidana. Sedangkan secara sosiologi, kriminalitas adalah segala bentuk kejahatan yang dilakukan manusia, baik sudah ataupun belum tercantum dalam undang-undang.
 
Sebagai suatu negara, tak dapat dipungkiri bahwa saat ini Indonesia masih menempati urutan ke-65 dari 137 negara di dunia sebagai negara dengan dengan tingkat kriminalitas terendah di dunia (Numbeo,2021). Walau demikian, tidak sepenuhnya hal baik, karena artinya saat Indonesia masih berada di 50% negara dengan tingkat kriminalitas yang rendah. Terlihat jelas juga bahwa pada tahun 2022 yang baru beranjak 6 bulan ini, dilansir dari Liputan6 telah terjadi kasus kriminal sebanyak 853 kasus dengan rincian kejahatan konvensional sebanyak 755 kasus.
 
Salah satu kasus terbaru yang terjadi dalam dunia kriminal di Indonesia adalah perkelahian dua pemuda di Mal Palembang Square, Sumatera Selatan pada Senin 13 Juni 2022 lalu. Dilansir dari Viva, permasalahan dua pemuda tersebut dipicu lantaran adanya cinta segitiga antara korban dan pelaku dengan wanita yang sama. Pelaku menyatakan bahwa ia menusuk korban karena adanya kekesalan dan sakit hati pada korban.
 
Secara yuridis, kasus ini sudah jelas melanggar peraturan perundang-undangan yang tertulis pada Pasal 351 Kitab Undang-Undang Pidana. Pada pasal ini dijelaskan pada ayat 1 bahwa “Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500”. Dilanjutkan bahwa ayat 2 bahwa jika perbuatan itu menjadikan luka berat sitersalah dihukum penjara selama-lamanya lima tahun (KUHP 90)”
 
Walau demikian, masih banyak masyarakat yang tidak mencari tahu dengan detail terkait alasan dan faktor penyebab seseorang bisa melakukan tindak kriminal. Ada beberapa perspektif yang bisa dijadikan acuan dalam mengkategorikan faktor penyebab seseorang bisa melakukan tindak kriminal, diantaranya:

1. Perspektif Sosiologis
Perspektif sosiologis sendiri membagi faktor penyebab adanya tindak kriminal menjadi tiga kategori, yaitu strain, cultural deviance, dan social control. Perspektif strain dan cultural deviance berfokus pada tindak kriminal yang disebabkan adanya tekanan dari lingkungan masyarakat. Sedangkan perspektif social control, menyatakan bahwa kejahatan terjadi akibat motivasi internal individu yang melakukan tindak kriminal.
 
2. Perspektif Biologis
Menurut Bjron Lomborg (2004), Perspektif biologis sendiri membagi faktor penyebab adanya tindak kriminal menjadi empat kategori, yaitu
  • Born criminal, yaitu kejahatan dan tindak kejahatan yang terjadi merupakan akibat bawaan lahir
  • Insane criminal, yaitu pelaku kejahatan yang disebabkan oleh perubahan dalam otak mereka yang mengganggu kemampuan mereka untuk membedakan hal yang benar dan salah.
  • Occasion criminal atau criminaloid, yaitu pelaku kejahatan yang disebabkan oleh pengalaman terus-menerus yang memengaruhi kepribadiannya
  • Criminal of passion, yaitu pelaku kejahatan yang disebabkan oleh rasa marah, cinta atau kehormatan.
Jika mengacu pada keterangan pelaku penikaman di Mal Palembang Square, bisa disimpulkan bahwa kemungkinan pelaku melakukan tindak kejahatan akibat rasa marahnya pada korban atau rasa cintanya pada wanita yang saat itu merupakan pasangannya. Hal ini bisa dikategorikan sebagai criminal of passion.
 

Ikuti tulisan menarik Muhammad Rafif lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu