x

Poster Hannibal Rising. Wikipedia

Iklan

Edward Imanuel

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 Mei 2022

Sabtu, 9 Juli 2022 08:29 WIB

Perspektif Psikologis Pada Tokoh Hannibal Lecter dalam film Hanibal Rising 2007

Pengalaman traumatik seseorang akan memunculkan respon yang berbeda bagi setiap orang, film ini akan menampilkan bagaimana pengalaman traumatic mampu menghadirkan tindakan ultra defensif yang terkesan sadis. Tokoh Hanibal lecter merupakan satu dari sebagian orang yg mengalami tindakan penyebab trauma dan melakukan respon yang benar-benar sadis sebagai bentuk tindakan ultra defensif yang dilakukannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hanibal Rising merupakan sebuah film yang rilis pada 7 Februari 2007. Film ini merupakan bentuk adaptasi novel series karya Thomas Haris pada tahun 2006. Hannibal Rising menggunakan judul yang sama dalam novelnya dan merupakan salah satu dari series Hannibal Lecter dimana terdapat judul lain yang menceritakan tokoh ini yakni Red Dragon, dan The Silence Of The Lambs dan Hannibal Rising itu sendiri. Film ini meraih peringkat ke-7 di U.S Box office dalam waktu 2 minggu setelah perilisannya. Film ini juga memperoleh rating 6,1 pada IMDB dan juga memiliki 250 lebih lebih score dari Rotten Tomatoes.

Hannibal Rising menceritakan kisah seorang pemuda bernama Hannibal Lecter yang menjadi seorang psikopat setelah mengalami kejadian pahit pada masa lalunya. Pada masa kanak-kanak Hanibal kecil tinggal bersama adik perempuan dan kedua orang tuanya disebuah kastil yang terletak di Lithuania, pada masa terjadinya perang antara Jerman dan Rusia maka wilayah tempat tinggal hanibal di invasi oleh tentara nazi yang pada saat itu penyerangan dipimpin oleh grutas. Setelah penyerangan itu kelompok nazi yang dipimpin grutas terjebak di wilayah itu dan kemudian menempati kastil milik keluarga hanibal.

Hannibal kecil bersama adiknya yang bernama Mischa tak kuasa untuk mengusir kelompok grutas, terlebih orang tua mereka yang telah terbunuh pada saat invasi itu terjadi. Grutas dan teman-temannya pun mencoba bertahan hidup menghadapi badai salju, namun karena kehabisan stok makanan maka adik hanibal pun menjadi korban kanibalisme yang dilakukan oleh grutas dan kelompoknya dimana hal tersebut disaksikan langsung oleh hanibal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kejadian kanibalisme yang dilakukan grutas dan kelompoknya itulah yang kemudian menjadikan hanibal menjadi sosok yang dingin dikarenakan trauma masa kecil yang di alami. Kejadian ini yang menuntun hanibal menjadi seseorang yang dingin dan terkesan tak memiliki emosi, trauma yang dialaminya mengakibatkan dia sering teringat bayang kejadian itu sampai pada akhirnya mampu mengingat semua detail kejadian masa kecilnya dan berniat membalas dendam kepada semua orang yang telah membunuh adiknya.

Aksi balas dendam yang dilakukan hanibal ini terjadi saat dia tinggal bersama dengan murasaki, beliau ini merupakan tante dari hanibal. Satu persatu orang-orang yang membunuh adiknya pun ditemui dan dibunuhnya menggunakan cara-cara ekstrem yang terkesan sadis, dan kemudian film ini ditutup saat hanibal menemui orang terakhir yang diketahui keberadaannya dari grutas dan setelah itu hanibal membunuh grutas.

Film ini menggambarkan sosok hanibal sebagai seorang psikopat saat melakukan aksi balas dendam yang dilakukannya pada pembunuh adiknya. Menurut (Reza, 2018:174) psikopat secara etimologis merupakan gabungan kata dari bahasa Yunani yaitu psyche dan pathos yang berarti penyakit jiwa. Psikopat berbeda dengan gila (psikosis), karena seorang psikopat sadar sepenuhnya atas perbuatannya. Gejala psikopat sendiri disebut dengan psikopati. Gejala ini memperlihatkan dimana id dan superego seseorang memengaruhi ego yang dimiliki seseorang itu, hal ini dimkasudkan bahwa seseorang yang memiliki gejala psikopati melakukan sesuatu hanya mengikuti keinginan tanpa ada kontrol logika di dalamnya. Lalu bagaimana keinginan hati seorang hanibal membunuh dan apa faktor pendorongnya?

Jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan di atas dibagi menjadi 2, yakni faktor pendorong dan reaksi yang ditimbulkan. Faktor pendorongnya adalah hanibal memiliki trauma masa kecil yang berdampak masif pada mental dan kejiwaanya. Dalam buku memahami trauma yang ditulis oleh Prof. Irwanto menyatakan bahwa “trauma berhubungan dengan paparan langsung atau tidak langsung terhadap peristiwa atau kejadian yang intensitasnya di luar nalar manusia sehari-hari, yang menimbulkan rasa takut yang luar biasa, rasa tidak berdaya untuk memengaruhi peristiwa itu atau menyelamatkan diri, perasaan tidak aman setelah peristiwa berlangsung dan kebingungan mengapa hal itu terjadi dan mengapa terjadi pada dirinya”. Dengan pemaparan trauma diatas kita mampu menilai bahwa kematian adiknya hanibal yang menjadi korban kanibalisme grutas dan kelompoknya menjadikan peristiwa tersebut sebagai peristiwa diluar nalar manusia, dimana peristiwa tersebut terjadi tanpa bisa dilawan dan tidak bisa dimengerti bisa terjadi dan mengapa terjadi kepada dirinya.

Setelah kita memaparkan faktor pendorongnya kita akan melihat reaksi yang ditimbulkan Hanibal akibat dari faktor tersebut. “Hyperarousal” merupakan sebuah keadaan dimana penderita menunjukan gejala faali/fisiologis yang individunya selalu dalam keadaan berjaga-jaga untuk menghadapi peristiwa seperti itu lagi, reaksi ini dianggap sebagai reaksi paling menonjol dari pengalaman traumatis. Reaksi ini mengakibatkan seseorang kehilangan kepercayaan dan timbul rasa benci yang luar biasa terhadap orang atau hal-hal yang berhubungan dengan peristiwa traumatis. Dari penjelasan di atas terkait “Hyperarousal” dan pemahaman terhadap psikopati dapat ditarik kesimpulan bahwa “Gejala yang di alami hanibal merupakan bentuk reaksi hyperarousal yang ditunjukannya dalam merespon peristiwa tragis yang dialami dengan memunculkan kebencian dan dendam mendalam yang dia rasakan, kemudian hal itu diwujudkan kedalam bentuk tindakan kekerasan dan pembunuhan dengan cara-cara yang sangat sadis yang dilakukan hanibal terhadap pembunuh adiknya”.

Dari film ini kita bisa pahami bagaimana suatu peristiwa dapat mengakibatkan efek trauma yang pada akhirnya menimbulkan respon dan reaksi yang berbeda dan bisa jadi berbahaya pada setiap individu. Hal ini memberikan kita sudut pandang bahwa hal kecil yang mungkin kita lakukan bisa jadi berdampak besar bagi orang lain, dan hendaknya hal apapun yang kita lakukan merupakan bentuk perlakuan positif tanpa menyinggung dan menyakiti perasaan orang lain baik secara tindakan, verbal maupun secara mental.

Ikuti tulisan menarik Edward Imanuel lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler