Semiotik adalah ilmu yang pempelajari tentang tanda yang mempunyai makna. Tokoh dalam semiotik terdiri atas Ferdinan de Saussure, dan Charles Sander Pierce. Menurut Sariban, (2009:44-45) konsep Semiotik menurut Ferdinan de Saussure menjelaskan bahwa tanda mempunyai dua aspek, yakni penanda (signifier), dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk formal yang menandai suatu petanda. Penanda adalah bentuk formal bahasa, sedangkan petanda adalah arti yang ditimbulkan oleh bentuk formal.
Semiotika, biasanya didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda (the study of signs), pada dasarnya merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu sistem apa pun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna (Scholes, 1982: ix). Menurut Charles S. Pierce (1986: 4), maka semiotika tidak lain sebuah nama lain bagi logika. Sedangkan Ferdinand de Saussure (1966: 16), semiologi adalah sebuah ilmu umum tentang tanda,” suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat”.
Konsep Semiotik menurut Charles Sander Pierce merupakan hubungan antara petanda dan penanda, yang terdiri dari ikon, indeks, dan simbol.
1. Ikon adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara petanda dan penanda.
2. Indeks adalah tanda yang menunjukan hubungan kausualitas (sebab-akibat).
3. Simbol adalah tanda yang menunjukan tidak adanya hubungan alamiyah antara penanda dan petanda (bersifat arbiter) (Sariban, 2009:45-46).
Dalam pembahasan ini analisis semiotika dilakukan terhadap karya sastra yang sebaiknya dimulai dengan analisis bahasa dan menggunakan langkah-langkah seperti dalam tataran linguistik wacana. Yaitu dengan menganalisis aspek sintaksis, dan menganalisis aspek semantik.
Puisi “Aku” karya Chairil Anwar adalah menggambarkan kegigihan dan semangat perjuangan untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan, dan semangat hidup seseorang yang ingin selalu memperjuangkan haknya tanpa merugikan orang lain, walaupun banyak rintangan yang ia hadapi. Dari judulnya sudah terlihat bahwa puisi ini menceritakan kisah ‘AKU’ yang mencari tujuan hidup.
1. Bait Pertama
Kalau Sampai Waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Pada Baris pertama “ Kalau Sampai Waktuku” penyair membuat kalimat seperti itu, penyair Waktu yang dimaksud dalam Baris pertama adalah sampaian dari waktu atau sebuah tujuan yang dibatasi oleh waktu. mengibaratkan kelak jika sudah saatnya di pergi . Pada baris kedua “ Ku mau Tak Seorang Kan Merayu ” penyair membuat kalimat seperti itu, penyair ingin jika memang sudah waktunya ia tak ingin ada satu orang pun yang membujuknya , memohon agar ia tetap disini. Pada Baris ke tiga “ Tidak Juga Kau ” kau disini adalah pembaca atau penyimak dari puisi ini. Ini menunjukkan betapa tidak pedulinya Chairil
dengan semua orang yang pernah mendengar atau pun membaca puisi tersebut, entah itu baik, atau pun buruk. penyair membuat kalimat seperti itu , untuk menyampaikan bahkan dia sekali pun tidak bisa memohon.
2. Bait Kedua
Tak Perlu sedu Sedan Aku ini binatang Jalang Dari kumpulan terbuang
Pada baris pertama “Tak perlu sedu sedan” penyair membuat kalimat seperti itu, karna ia ingin tak perlu ada tangis dan kesediahan, Penyair pada baris Kedua “ Aku binantang Jalang” karena ia ingin menggambar seolah seperti binatang yang hidup dengan bebas, sekenaknya sendiri, tanpa sedikitpun ada yang mengatur. Lebih tepatnya adalah binatang liar. Karena itulah pada paris ketiga ia menulis “Dari kumpulannya terbuang”. Dalam suatu kelompok pasti ada sebuah ikatan, ia ‘dari kumpulannya terbuang’ karena tidak ingin mengikut ikatan dan aturan dalam kumpulannya.
3. Bait Ketiga
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap merendang menerjang
Pada Baris Pertama “Biar peluru menembus kulitku” pada baris tersebut tergambar bahwa penyair sedang ‘diserang’ dengan adanya ‘peluru menembus kulit’, tetapi ia tidak mempedulikan peluru yang merobek kulitnya itu, ia berkata “Biar”. Meskipun dalam keadan diserang dan terluka, pada baris ke dua “Aku tetap merendang menerjang “ Penyair masih memberontak, ia ‘tetap meradang menerjang’ seperti binatang liar yang sedang diburu. Selain itu, lirik ini juga menunjukkan sikap penyair yang tak pantang menyerah .
4. Bait Keempat
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Pada baris pertama” Luka dan bisa kubawa berlari” Penyair ingin tetao pergi membawa Semua cacian dan berbagai pembicaraan tentang baik atau buruk yang tidak ia pedulikan dari sajak tersebut juga akan hilang, seperti yang ia tuliskan pada lirik selanjutnya.yang “Hingga Holang pedih perih “ Agar semua rasa sakit yang ia rasakan dapat segera hilang.
5. Bait Kelima
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku ingin hidup seribu tahun lagi
Pada baris pertama “ Dan aku akan lebih tidak perduli “ ia tetap tidak mau peduli. Chairil berharap bahwa ia masih hidup seribu tahun lagi agar ia tetap bisa mencari-cari apa yang diinginkannya.Disamping itu penyair ingin menunjukkan ketidakpeduliannya kepada pembaca, dalam puisi ini juga terdapat pesan lain dari penyair , bahwa manusia itu adalah makhluk yang tak pernah lepas dari salah. Oleh karena itu, janganlah memandang seseorang dari baik-buruknya saja, karena kedua hal itu pasti akan ditemui dalam setiap manusia. Selain itu, penyair juga ingin menyampaikan agar pembaca tidak perlu ragu dalam berkarya. Berkaryalah dan biarkan orang lain menilainya, seperti apa pun bentuk penilaian itu.
Ikuti tulisan menarik Roman Sah lainnya di sini.