x

Akordia

Iklan

Janwan S R Tarigan (Penggembala Kerbau)

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Agustus 2020

Rabu, 3 Agustus 2022 17:17 WIB

Berantas Korupsi Politik

Akibat tumbuh suburnya korupsi politik di suatu negara berdampak negatif pada kondisi hukum dan sosial ekonomi suatu Negara. Sebab korupsi politik merampas hak-hak ekonomi maupun hak politik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Korupsi politik atau korupsi kekuasaan (state capture corruption) marak terjadi belakangan ini. Jika dulu banyak terdapat korupsi birokrasi semisal Pungutan Liar, kini lebih menyeluruh dan beringas; korupsi politik. Artidjo menganalisa penyebab korupsi politik antara lain karena besarnya nafsu politik untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaan; tidak adanya budaya dialogis dalam mengelola fasilitas dan sarana ekonomi dan politik; lemahnya kontrol sosial dari rakyat; iklim sosial politik yang krisis integritas dan ketiadaan pemimpin teladan; serta iklim penegakan hukum yang tragikomis yang ditandai krisis institusi dan mental aparat, dan kredibilitas penegak hukum merosot.

Selain itu adanya korelasi struktur sosial feodal diskriminatif yang menimbulkan kevakuman moral beriringan interaksi sosial soliter. Di tengah masyarakat yang soliter cenderung mengabaikan kontrol sosial terhadap kekuasaan sebagai kebutuhan dalam agenda demokratisasi. Konsekuensi iklim individualisme dan eksklusifitas pemerintah akan sejalan dengan tumbuh suburnya korupsi politik.

Akibat tumbuh suburnya korupsi politik di suatu negara berdampak negatif pada kondisi hukum dan sosial ekonomi suatu Negara. Sebab korupsi politik merampas hak-hak ekonomi maupun hak politik. Lebih jelas korupsi politik melahirkan krisis ekonomi serta ketimpangan sosial antara kaya dan miskin, yang pada gilirannya konsentrasi kekuasaan politik penguasa akan beriringan dengan watak tertutup, nonkredibel, dan fungsi hukum tidak berjalan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Cita-cita mulia bernegara seakan jadi fantasi yang tinggal cita-cita tak ada tanda-tanda membumi. Karenanya ke depan dibutuhkan desain kerja-kerja antikorupsi yang efektif dan berkelanjutan. Korupsi selayaknya menjadi musuh bersama. Narasi korupsi politik sebagai kejahatan kemanusiaan harus terus dilekatkan dan digaungkan. Kita menyadari itu saja tidak cukup, Artidjo melalui pendekatan hukum menawarkan solusi penanggulangan korupsi politik, yakni upaya penal dan non penal. Sederhananya, upaya penal bermuara pada pendekatan penindakan, dan upaya non penal dikenal dengan pendekatan pencegahan. Kedua pendekatan sama-sama penting dan harus berjalan seimbang karena sifatnya saling mendukung-mengisi dalam pemberantasan korupsi.

Sebagai catatan. Pada masa awal reformasi, upaya pemberantasan korupsi lebih bertumpu pada pendekatan penindakan kasus per kasus. Seiring berjalan waktu tak kunjung korupsi berkurang bahkan semakin menjadi-jadi. Kerja-kerja penindakan dilakukan seperti “pemadam kebakaran” yang tidak mendeteksi sebab-akibat lalu mencegah terjadinya kebakaran di hari depan.

Sering waktu berjalan kondisi ini kemudian memantik kesadaran para pegiat antikorupsi untuk menaruh perhatian pada pencegahan korupsi. Sayangnya, justru kini upaya pencegahan lebih dominan, sementara pendekatan penindakan mulai mengendor. Sehingga kerja pencegahan pun tak berjalan optimal, karena penindakan yang lemah secara langsung menghadirkan rasa percaya diri koruptor melakukan aksinya tanpa adanya rasa takut dan rasa jera.

Oleh karena itu, ke depan upaya penal dan non penal harus dijalankan seara optimal dan seimbang. Di samping itu tantangan ke depan adalah menjadikan formulasi kebijakan pemberantasan korupsi menjadi milik rakyat. Milik bersama. Pemberantasan korupsi bukan hanya menjadi tugas aparat penegak hukum, akan tetapi menjadi gerakan sosial dan gerakan kultural yang melekat dalam hati nurani masyarakat Indonesia. 

Warisan gagasan Artidjo sang algojo koruptor ini patut diapresiasi dan diteladani sekaligus menjadi amunisi melawan korupsi. Artidjo adalah contoh intelektual publik. Ia memilih jalur hukum dan kerja-kerja antikorupsi. Menggunakan ilmunya berpihak pada kemaslahatan rakyat. Demi kebaikan peradaban. Jasadnya sudah tiada tapi gagasannya akan beranak-pinak berikut teladan keberanian dan integritasnya menjadi terang.

Ikuti tulisan menarik Janwan S R Tarigan (Penggembala Kerbau) lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu