x

Sumber ilustrasi: theguardian.com

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 21 Oktober 2022 09:29 WIB

Perokok

Dimulai dengan anggukan, perkenalan tanpa kata-kata atas keberadaan orang lain. Menjadi bagian rutinitas pagi: bangun, mengenakan jubah, membuat secangkir kopi instan, menyalakan rokok, dan mengangguk padanya. Pada hari pertama kali berbicara dengannya, perempuan itu gagal menyalakan pemantik api. Dia memperhatikan, tidak yakin apakah dia harus menawarkan miliknya sendiri atau apakah itu akan mengganggu. Adalah satu caraya untuk menawarkan api kepada orang asing, atau memintanya dari seseorang yang merupakan tetangga? Itu berbeda, pikirnya, seseorang yang dilihat setiap hari, dan menjaga jarak pada tingkat anggukan saja membuatnya tidak rumit.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dimulai dengan anggukan, perkenalan tanpa kata-kata atas keberadaan orang lain. Menjadi bagian rutinitas pagi: bangun, mengenakan jubah, membuat secangkir kopi instan, menyalakan rokok, dan mengangguk padanya.

Pada hari pertama kali berbicara dengannya, perempuan itu gagal menyalakan pemantik api. Dia memperhatikan, tidak yakin apakah dia harus menawarkan miliknya sendiri atau apakah itu akan mengganggu. Adalah satu caraya untuk menawarkan api kepada orang asing, atau memintanya dari seseorang yang merupakan tetangga? Itu berbeda, pikirnya, seseorang yang dilihat setiap hari, dan menjaga jarak pada tingkat anggukan saja membuatnya tidak rumit.

"Eh, maaf?" perempuan itu berkata. "Boleh pinjam korek api?"

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tentu saja."

Mereka bertemu di tembok rendah pembatas halaman depan, dan dia menyerahkan pemantik apinya. Perempuan itu menyalakan rokoknya dan mengembalikan pemantiknya.

"Terima kasih." Dia tersenyum.

"Sama-sama."

Dia mengangguk lagi dan setengah senyum, mematikan rokoknya yang sudah habis, dan kembali ke dalam rumah untuk melanjutkan rutinitasnya. Kaget sendiri karena memikirkan perempuan itu. Membnayangkan senyum hangatnya dengan gigi depan kelinci, rambut hitamnya yang tebal diikat menjadi kuncir kuda, suaranya yang berat. Dia tersenyum pada dirinya sendiri, menggelengkan kepalanya, dan berangkat ke kantor.

Selama musim kemarau, anggukan sederhana menjadi anggukan dengan senyuman, lalu bertukar ucapan ‘selamat pagi’ dan beberapa kalimat tanya jawab, yang menjadi percakapan berkelanjutan yang diadakan dalam pembicaraan pagi hari yang singkat.

Dan kemudian, suatu pagi, perempuan itu tidak ada lagi. Dia bertanya-tanya, dia khawatir, dan menyadari bahwa dia merindukannya.

Ketika dua minggu kemudian perempuan itu kembali, kepalanya botak. Dia tidak bertanya padanya tentang itu, atau di mana dia berada. Tetapi saat rokoknya tinggal setengah, perempuan itu membuat wajah jijik, dan mematikannya.

"Ibuku menderita kanker, kanker paru-paru," katanya.

"Oh. Maafkan aku."

"Dia sedang menjalani pengobatan. Kemoterapi." Dia mengangkat bahu. "Aku merawatnya, membantunya. Rambutnya rontok, jadi aku juga mencukurnya."

"Apakah... apakah dia akan baik-baik saja?"

"Dokter memberikan harapan." Dia mengangkat bahu lagi. "Aku sudah berjanji padanya aku akan berhenti merokok."

"Ya, ya, tentu saja."

"Aku pikir akan mudah untuk berhenti setelah melihatnya. Tapi ternyata tidak."

"Tapi kamu harus berhenti." Dia ragu-ragu, tidak yakin harus berkata apa selanjutnya. "Harus," katanya lagi.

"Ya." Dia melihat ke jalan, lalu kembali padanya sambil tersenyum. "Yah, sampai jumpa..."

Setiap pagi setelah itu, dia melihat ke luar jendela untuk melihat apakah dia akan datang, dan setiap pagi hatinya mencelos ketika dia melihat dia membuka pintu.

Sampai akhirnya,

"Ini," dia mengisap dalam-dalam, "adalah rokok terakhirku. Terakhir dari bungkus terakhir, tidak membeli lagi."

"Bagus sekali!"

Meskipun kata-katanya tulus, namun dia berharap perempuan itu tidak akan berhenti. Rokoknya sendiri terlupakan di antara jari-jarinya.  Dia mengumpulkan keberaniannya.

"Tapi aku akan merindukanmu."

Hanya itu yang berani dia katakan.

 

Tangsel, 21 Oktober 2022

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler