x

Sumber ilustrasi: thestable.com.au

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 26 Oktober 2022 17:44 WIB

Aku dan Aku-dari-Masa-Depan

Aku menatap lurus ke pria yang tampak sepertiku, tetapi itu tidak mungkin. Maksudku, ya – itu aku. Wajahnya, tinggi badannya,  setiap detail yang terlihat dari pria yang berdiri di depanku adalah aku. Tapi itu bukan aku. Dia tampak putus asa dan lelah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aku menatap lurus ke pria yang tampak sepertiku, tetapi itu tidak mungkin.

Maksudku, ya – itu aku. Wajahnya, tinggi badannya,  setiap detail yang terlihat dari pria yang berdiri di depanku adalah aku. Tapi itu bukan aku. Dia tampak putus asa dan lelah.

"Kamu siapa?"

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Ini aku, Mahiwal. Aku adalah kamu, tapi dari masa depan.” Suaranya terdengar sama seperti suaraku. “Kamu harus mendengarkanku. Aku-"

“Tidak – aku tahu ke mana arahnya. Aku pernah melihat hal semacam ini di film. Kamu akan mengatakan bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi, seorang profesor sinting atau seorang tiran akan melakukan sesuatu yang tampaknya tidak ada gunanya dan menguasai dunia, dan dari miliaran orang hanya aku yang bisa menghentikannya.”

Diriku di masa depan balas menatapku dengan ekspresi kosong di wajahnya. Aku rasa dia tidak mengira aku akan membentak diriku sendiri seperti itu.

“Aku tidak punya waktu untuk berkeliling dunia dalam upaya konyol untuk menyelamatkan masa depan. Kalian pasti tahu betapa sedikitnya waktu yang kupunya untuk bersantai. Kamu datang menyelinap dari masa depan, menggangguku liburanku–”

"Di masa depan tidak ada Hawaii."

"Aku tidak peduli! Aku sedang menikmatinya sekarang. Setidaknya sampai kamu datang dan menggangguku. Aku sudah cukup bahagia tanpa perlu tahu persoalan di masa depan. Sekarang kembali ke masamu dan selesaikan sendiri. ”

"Mahiwal. Dengarkan aku. Kamu tidak harus melakukan apa pun. ”

"Apa?"

"Kamu harus mati, Mahiwal."

“Oh, baik. Menyelesaikan persoalan atau mati. Kalian semua sama. Jika kamu datang dari masa depan untuk mengganggu liburanku, yang kamu tahu bahwa aku telah menabung dan menunggu sekian lama, maka paling tidak kamu bisa bilang bahwa aku berada di pulau eksotis, minum kelapa muda, memakai kalung bunga lei, dan kulitku cokelat terbakar matahari. Tapi tidak! Kamu datang dan bilang 'kamu harus mati'."

"Jika kamu tidak mati maka hal-hal buruk akan terjadi."

“Kalau aku mati lalu bagaimana kamu tahu bahwa hal-hal lain tidak akan terjadi begitu saja? Maksudku, kau, aku, akan mati. Jadi bagaimana kita tahu, eh?”

Aku bisa melihat masa depanku yang lusuh dan lelah berhenti sejenak. Diriku di masa depan melihat sekelilingnya, melihat sekelilingku: udara hangat, pasir pantai, ombak air laut yang jernih, kursi malas, minuman dalam nenas berpayung kertas, dan sinar matahari.

Aku bertanya-tanya apakah aku dari masa depan lupa bagaimana rasanya melepaskan diri dari itu semua. Aku pernah. Sepertinya aku bisa melihat banyak versi miniatur dirinya di belakang matanya, semua duduk di sekitar meja rapat mendiskusikan langkah selanjutnya.

"Setelah kupikir-pikir," dia berkata, "logikamu masuk akal."

***

Setengah jam kemudian kami berdua berjemur di bawah sinar matahari di kursi santai, minum bir dingin, dan mendengarkan nyanyian ombak laut membelai pasir pantai dengan lembut mesra.

"Jadi bagaimana dengan masa depan, Mahiwal-dari-Masa-Depan?"

"Mahiwal, aku sedang berlibur. Persetan dengan masa depan."

 

Tangsel, 25 Oktober 2022

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini