x

Iklan

Mohammad Imam Farisi

Dosen FKIP Universitas Terbuka
Bergabung Sejak: 17 Februari 2022

Rabu, 26 Oktober 2022 18:26 WIB

Memberdayakan Masyarakat, Membangun Indonesia Tangguh

Pemberdayaan untuk membangun “masyarakat mandiri” merupakan kata kunci untuk membangun Indonesia tangguh dan maju. karena salah satu faktor mengapa suatu negara tidak maju adalah karena masyarakatnya "selalu tergantung". Selalu tergantung pada arahan, petunjuk, perintah. Selalu tergantung pada uluran tangan, projek, bantuan biaya dari luar, dan semacamnya. Program pengabdian kepada masyarakat yang dikoordinasikan oleh LPPM-UT merupakan bukti nyata kehadiran dan kontribusi UT dalam rangka membangun kemandirian masyarakat, melalui sinergitas dengan instansi/lembaga setempat dan komponen-komponen masyarakat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Membangun daerah pinggiran, kata Presiden Joko Widodo dalam salah satu program Nawacitanya, yaitu “Membangun Indonesia Dari Pinggiran Desa”, bukan saja terkait kewilayahan atau geografis daerah-daerah yang berdekatan dengan perbatasan negara tetangga, tetapi juga soal manusia yang terpinggirkan dan kurang mampu secara ekonomi. Pinggiran juga menunjukan kondisi masih minimnya pembangunan di wilayah tersebut, sebagai dampak dari pembangunan yang selama ini hanya menitikberatkan pada kawasan perkotaan, yang dianggap sebagai pusat pertumbuhan.

Melalui program tersebut, Presiden sangat berharap pembangunan Indonesia perlu dilakukan dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan. Pembangunan tidak lagi terpusat di perkotaan (Sentralisasi), melainkan harus dilakukan menyebar di seluruh pelosok Indonesia (Desentralisasi).

Salah satu konsep penting terkait dengan program membangun Indonesia dari pinggiran desa adalah “pemberdayaan masyarakat” (community empowerment, community development, atau community engagement). Dalam konteks inilah, Pusat Pengabdian kepada Masyarakat - Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPkM – LPPM) Universitas Terbuka menghelat Seminar Nasional (SENMASTER) dan Gelar Hasil Pengabdian kepada Masyarakat tahun 2022, dengan tema “Optimalisasi Pemberdayaan Masyarakat untuk Membangun Indonesia Tangguh”, yang dilaksanakan secara hybrid (https://www.youtube.com/watch?v=6IYHJwqp82E).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tampil sebagai pembicara kunci, Prof. Dr. (H.C.) Dahlan Iskan (Menteri BUMN Kabinet Kerja 2011-2014), dan Dr. M. Hanif Dhakiri, S.Ag, M.Si., (Menteri Ketenagakerjaan Kabinet Kerja 2014-2019); serta tiga pembicara panel, yaitu: Prof. Dr. M. Baiquni, M.A. (Guru Besar Universitas Gajah Mada), Dr. Mairani Harsasi, S.E. M.Si. (Dekan Fakultas Ekonomi UT), dan Vera Nofita (aktivis Perempuan dan Pemberdayaan Masyarakat Pulo Kambing). Selain itu, juga akan disajikan 66 makalah hasil abdimas dari dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa dari UT dan perguruan tinggi lainnya.

Gelar Hasil Pengabdian kepada Masyarakat juga dilaksanakan secara hybrid. Gelaran LURING menampilkan beragam produk seperti pakaian, kain tenun, tas rajut, dan produk-produk makanan dan minuman kemasan. Gelaran DARING menampilkan 33 video produk abdimas dari dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa UT di seluruh wilayah Indonesia.

Melalui seminar dan gelar hasil ini, diharapkan proses dan produk abdimas UT, peran-peran strategis UT, dan jejaring kemitraan yang telah terbangun dalam rangka mewujudkan pengembangan masyarakat yang mandiri dapat terdiseminasikan kepada publik. Selain itu, juga diharapkan terjadi tukar-pikiran dan saling berbagi ilmu, pengetahuan, pengalaman serta semangat dan inspirasi dalam upaya pemberdayaan masyarakat desa. Sehingga tercipta “masyarakat mandiri” yang menjadi prasyarat utama untuk membangun Indonesia Tangguh.

Helatan ini juga menjadi bukti nyata kehadiran dan kontribusi Universitas Terbuka dalam rangka membangun kemandirian masyarakat, melalui sinergitas dengan instansi/lembaga setempat dan komponen-komponen masyarakat. Ada 4(empat) skema pengabdian kepada masyarakat (abdimas) yang diprogramkan oleh PPkM-LPPM UT, yaitu Abdimas Nasional, Dosen/Komunitas, Penugasan/Kemitraan, dan Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa.

Untuk memberikan bobot yang lebih substantif, program-program abdimas UT ke depan, terutama Abdimas Nasional akan lebih difokuskan pada pengembangan “Desa-desa Binaan” melalui berbagai program yang melibatkan dosen dari 4(empat) fakultas UT, sehingga lebih bersifat multi-disiplin. Pemberdayaan masyarakatpun akan jauh lebih optimal, karena potensi masyarakat secara sosial, ekonomi, institusional, geografis, dll. akan digarap secara simultan dan lintas bidang keilmuan. Demikian ditegaskan oleh Ketua LPPM-UT Dewi Padmo, Ph.D dalam kata sambutannya.

Pemberdayaan untuk membangun “masyarakat mandiri” (independent community) merupakan kata kunci untuk membangun Indonesia tangguh dan maju. Karena salah satu faktor mengapa suatu negara tidak maju, karena masyarakatnya "selalu tergantung". Selalu tergantung pada arahan, petunjuk, perintah. Selalu tergantung pada uluran tangan, projek, bantuan biaya dari luar, dan semacamnya. Demikian ditegaskan oleh Dahlan Iskan selaku salah seorang Pembicara Kunci.

Ketua LPPM-UT Dra, Dewi Artati Padmo Putri, M..A., Ph.D, memberikan sambutan (kiri). Tenunan khas Baduy, Kabupaten Lebak Banten (bawah).

 

Dr. Hanif mengulik program pemberdayaan masyarakat dalam kaitannya dengan tiga tantangan global yang kini sedang dihadapi oleh seluruh negara di dunia. Pertama, disrupsi teknologi informasi, yang telah mengubah proses bisnis (pendidikan, pemerintahan, industri) yang pekat dengan pemanfaatan teknologi, dan mensyaratkan kebutuhan tenaga kerja yang well-skilled. Kedua, pandemi covid-19, yang telah mempercepat terciptanya “masyarakat digital” dalam interaksi dan komunikasi dalam berbagai aspek kehidupannya. Ketiga, Green business, yang telah mengubah “bisnis hitam” melalui eksploatasi kekayaan alam menjadi “bisnis hijau” yang fokus dan peduli pada lingkungan melalui opsi pemanfaatan sumber daya baru terbarukan.

Menghadapi tantangan global ini, Dr. Hanif melirik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Di Indonesia terdapat sekitar 64 juta UMKM, tetapi 99% adalah  usaha mikro dan ultra-mikro yang praktis tidak memiliki akses ke perbankan dan tidak bisa jadi andalan hidup, dan hanya 1% adalah usaha menengah.  

Sementara, UMKM sejatinya merupakan inti kekuatan ekonomi masyarakat Indonesia, yang perlu menjadi salah fokus dan perhatian kegiatan abdimas. dalam pandangannya, UMKM memiliki kekuatan dahsyat untuk membangun ekonomi negara. Tinggal bagaimana peran aktif perguruan tinggi, bersama pemerintah, institusi perbankan, pemilik modal, dan mampu lebih memberdayakan potensi mereka, dengan tetap harus memperhatikan aspek kompetensi SDM, potensi pasar, manajemen.

Model "ekonomi alun-alun" dalam rangka pengembangan UMKM ala Cina patut dicermati. Dengan model tersebut, semua kelompok dan kekuatan ekonomi masyarakat bersinergi dan bersama-sama memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan pasar. Manfaat ekonomi pun bisa dirasakan oleh mereka semua yang terlibat dalam proses produksi. Seperti halnya alun-alun yang menjadi titik pusat berkumpul semua orang dari segala
lapisan.

Beda halnya dengan model "ekonomi showroom" yang banyak dipraktikkan di Indonesia, yang hanya melibatkan satu dua orang pemilik modal atau pelaku ekonomi/bisnis konglomerasi. Dengan model ini, yang memperoleh manfaat ekonomipun hanya para konglomerat & pemilik modal.

Vera Nofita, lebih menyorot pada peran ibu rumah tangga yang kerap terpinggirkan dalam diskursus pemberdayaan dan kemandirian masyarakat. Padahal, menurutnya, peran Ibu rumah tangga juga tak kalah penting dalam membangun masyarakat berdaya. Yang penting adalah bagaimana membangun pengertian dan kesadaran pada mereka untuk move on dan berani keluar dari kenyamanan wilayah domestik dan bergerak ke wilayah publik yang lebih menantang dan unpredictable.

Hasil kerja kerasnya selama hampir sepuluh tahun, telah memungkinkan Vera mampu membentuk “Kelompok Bersatu Kerabat Pulo Kambing” di Jakarta. Melalui kelompokitu pula, mereka mengembangkan Green Business sebagai program turunan, seperti membentuk Bank Sampah, Sishuka Hidroponik, dan Griya Karya Kreasi.

Betapapun program abdimas bersinggungan dengan hajat hidup orang banyak (masyarakat), disadari atau tidak kalangan dosen dan perguruan tinggi masih memandang sebelah terhadap eksistensinya. Program abdimas merupakan bidang garapan dalam tridarma perguruan tinggi "kurang prestisius" dibandingkan dengan bidang penelitian dan publikasi. Tegas Prof. Baiquni.

Salah satunya karena abdimas dianggap kurang memiliki dampak yang membanggakan secara personal kepada pelaksananya, mungkin juga bagi institusinya. Berbeda halnya jika bisa dapat mempublikasikan hasil penelitian pada jurnal dan prosiding terakreditasi dan bereputasi. Dampak secara personal maupun institusional niscaya bisa diraih.

Namun, Prof. Baiquni mengingatkan satu hal yang sering dilupakan oleh kalangan kampus. Bahwa nilai prestisius dari abdimas sesungguhnya lebih dahsyat dan lebih massif daripada riset dan publikasi. Melalui abdimas, kita akan mampu meminimalisasi ketergantungan masyarakat kepada pihak lain, dan menciptakan masyarakat mandiri sebagai salah satu pilar pembangunan bangsa. Dengan kata lain, nilai prestisius PkM bersifat "komunal", sedangkan publikasi lebih bersifat "personal".

“Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bisa memberikan manfaat bagi banyak orang (masyarakat, bangsa, dan negara)”.

 

Tangsel, 25 Oktober 2022

Ikuti tulisan menarik Mohammad Imam Farisi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler