Brigadir Muda Dimakan Keadilan
Senin, 31 Oktober 2022 06:11 WIBJack, adalah seorang Brigadir muda nan tampan. Mulanya ia sangat mengagumi sang Komandan. Namun suatu hari ia melihat sang Komandan menyalahi aturan. Lalu konflik itu pun tak bisa dihindarkan.
Sebut saja nama pemuda gagah berparas tampan itu Jack. Dia belum lama ini baru naik pangkat di institusi kebanggaan negara. Kini ia resmi mengenakan pangkat brigadir di pundaknya. Beberapa purnama ia bertugas di pedalaman negara, melayani masyarakat daerah nun jauh di sana. kini ia mendapat kepercayaan menjadi ajudan seorang petinggi di kepolisian Indonesia. Dia pun merasa nyaman dengan tugas baru yang diembannya itu. Terlebih menjadi pengawal petinggi Propam membuatnya semakin sadar jika masih banyak oknum kepolisian yang menyalahgunakan jabatan mereka untuk kejahatan.
Meminjam kata pepatah lama, tak ada gading yang tak retak. Begitu juga dengan institusi besar yang satu ini, tak semua anggota polri berprilaku baik, ada juga yang diam-diam masih nakal, atau nakal secara terang-terangan. Kenapa bisa begitu? Kita lihat saja, jika semu anggota polri itu baik semua, lantas untuk apa diadakan propam? Bukankah propam ada untuk menindak oknum polisi nakal? Ya! Propam ada sebagai polisinya polisi. Ini berarti, institusi polri pun mengakui jika tak semua anggotanya berkelakuan baik. Masih banyak oknum nakal yang berseliweran di sudut-sudut kota.
Kita kembali ke Jack, Brigadir muda itu baru saja menerima telepon dari kekasihnya. Dalam perbincangannya itu ia selalu mengulang kata-kata yang sama. Ia berjanji, akan menikahi kekasihnya setelah ia diangkat jadi perwira. Nasib baik, gadis muda yang berada di seberang sana siap menunggu berapapun purnama tiba. Demi cinta, katanya.
"Tenang, kita akan segera menikah setelah aku jadi perwira." Ujar Jack.
"Baiklah, itu mungkin akan lama, tetapi aku akan setia." Ujar Rina, kekasihnya.
Selepas ia menyelipkan gawai ke dalam saku celana, ia bergegas menghadap komandan, bersiap untuk tugas pengawalan ke luar kota.
"Siap Komandan!" Ujarnya menyambut perintah.
Ia pun bersama kedua rekannya masuk ke dalam mobil dan melakukan pengawalan seperti biasa. Di dalam mobil ia mengisi kehampaan dengan bincang-bincang yang bisa dibilang tidak ringan.
"Setelah kasus itu, masyarakat banyak yang tidak percaya dengan Institusi Polri." Ujar Jack.
"Mau bagaimana? Temuan di TKP memang begitu adanya. Anggota ormas itu menyerang lebih dahulu dengan senpi. Mau tidak mau memang harus dilawan." Rekan Jack menanggapi.
"Sayangnya masyarakat kita tak puas dengan temuan di TKP. Mereka menuntut kejelasan yang lebih dari kasus itu." Ujar Jack.
"Tugas kita sebagai penegak hukum ya memaparkan sesuai temuan di TKP, bukan untuk memuaskan masyarakat. Memang sudah suatu kepastian, suatu kasus akan menimbulkan ketidakpuasan pada satu pihak. Sebab keadilan tak selalu berimbang, ia selalu berat ke arah yang diberatkan." Tanggap rekan Jack yang satunya.
"Bahasamu sudah seperti komandan saja." Tanggap Jack, sambil tertawa kecil.
Rombongan mereka pun tiba di tempat yang dituju. Sang Komandan sudah turun dari mobil hitam miliknya. Dengan pistol Glock 17 yang menggantung di pinggang, sang Komandan tampak berkharisma dan berwibawa. Sang Komandan kali ini tengah mengadakan konferensi pers mengenai kasus yang baru saja diperbincangkan oleh Jack dan beberapa rekannya di mobil tadi.
"Jadi, propam turun ke lapangan, bukan untuk menyiratkan adanya tindak pelanggaran anggota. Tetapi kita hanya memastikan, jika penggunaan kekuatan sudah sesuai prosedur yang ada." Ujar sang komandan.
Satu dua wartawan melontarkan pertanyaan. Sang Komandan menjawabnya dengan lugas padat dan jelas. Komandan Jack, memang terkenal sangat berprestasi di Institusi Polri, jadi ia memang sudah berpengalaman menangani kasus-kasus semacam itu. Bahkan belum lama, saat di pusat ibukota terjadi serbuan teroris, sang Komandan yang turun membasmi secara langsung semacam Koboy di film-film Hollywood. Aksinya itu mengundang ramai pujian. Jadi memang tak heran, jika ia sudah mengenakan bintang dua di pundaknya di usia muda.
Di sisi lain, Jack yang bertugas mengawal hanya memperhatikan dari jauh. Dalam hayalnya ia terbesit jika suatu saat nanti ia memiliki nasib menjadi seorang petinggi polri ia akan meniru sang Komandan yang tak pandang bulu dalam membasmi kejahatan. Tak peduli siapapun, jika melanggar aturan akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.
Malam pun tiba, Jack yang sudah melepas baju dinasnya. Saat ini ia menjadi rakyat biasa. Seorang rakyat yang juga memiliki hati serupa rakyat lainnya. Seorang rakyat yang juga diselimuti cinta dari orang-orang terdekatnya.
Langit agak mendung malam itu, Jack melamun memikirkan keluarganya di kampung. Berharap lekas bertemu setelah mendapatkan cuti dari tugasnya. Ia juga berharap cemas tentang takdirnya. Apakah mungkin karirnya akan moncer serupa sang Komandan, atau terhenti karena suatu hal yang tak pernah ia pikirkan.
Sejak kecil impiannya memang menjadi seorang penegak hukum yang berdiri atas nama keadilan. Prinsip hidupnya dipertaruhkan untuk membela kebenaran. Ia bermimpi untuk menjadi seorang ksatria yang gagah berani menumpas kejahatan, laksana Sri Krishna yang berdiri membela Pandawa Lima yang telah dikucilkan rezim Duryudana yang menyengsarakan.
Prinsip ksatria yang dihayalkan Jack seakan hidup dan menyarang di tubuh sang Komandan. Setiap hari mengikuti dan mengawal Komandan semakin membuat Jack mengidolakannya. Mungkin karena itu, ia menjadi cukup dekat dengan keluarga sang Komandan. Hubungannya tak lagi seperti atasan-bawahan, tetapi sudah menjadi hubungan keluarga yang terikat hangat serupa gelombang Surya yang menebar kehidupan.
Begitulah cara Jack memandang sang Komandan. Sebelum akhirnya ia merasa dikecewakan oleh paradigma dan dugaannya sendiri. Kenapa? Seumpama begini. Kamu menganggap seseorang begitu baik, namun suatu ketika kau melihat orang itu melakukan kejahatan, apa yang kamu rasakan? Tentu ada rasa tidak percaya dan kekecewaan, bukan? Begitulah yang dirasakan Jack. Tak sengaja ia melihat komandannya berkongsi dengan mafia. Membuat kesepakatan untuk mengamankan bisnis haram yang dijalankan. Saat itu, Jack sedang berada di rumah sang Komandan untuk membantu tugas rumah, tiba-tiba ia melihat seorang yang dikenal sebagai mafia kelas kakap sedang kongsi dengan sang komandan. Alhasil, ia pun mendadak kecewa. Terlebih ia pun ikut mendengar percakapan tentang beberapa bintang yang terlibat dalam bisnis haram juga manifulasi kasus-kasus besar yang pernah terjadi. Serupa ada senjata kejut yang menikam, Jack mendadak terdiam.
Esok harinya, tingkah laku Jack menjadi semakin tak wajar. Ia seakan kehilangan respek kepada sang Komandan. Rekan-rekannya pun mulai menyadari. Lalu mencoba menelisik ada apa gerangan. Ternyata oh ternyata, Jack sudah tahu sisi lain sang Komandan. Pengawal yang lebih senior pun mulai menggunjingkan Jack dalam satu dua kesempatan.
"Ini anak bisa bahaya kalau dibiarkan." Ujar Pengawal Senior.
"Kalau bocor, bisa habis kita ini." Tanggap seorang rekan.
Lalu si pengawal lama pun memberanikan diri untuk menghadap kepada sang Komandan.
"Jack, sudah tahu, Komandan."
"Bisa dipercaya tidak?" Komandan memastikan.
"Dia lurus Komandan." Tanggap sang pengawal.
Sang Komandan pun tampak diam berpikir. Dari raut wajahnya terlihat suatu kekhawatiran. Dia takut jika nanti pengawalnya itu akan membongkar sisi buruknya yang sudah lama ia sembunyikan baik-baik. Khawatir bocah kemari sore itu akan bernyanyi kepada media tentang manipulasi hukum serta keterlibatannya dalam bisnis haram. Bisikan-bisikan jahat pun selalu terngiang siang dan malam. Sampai akhirnya ia memutuskan memanggil pengawal mudanya yang gagah nan tampan.
"Jack, kau bisa diam, kan?" Tanya sang Komandan.
"Ini tidak benar, komandan." Tanggap Jack.
"Kau, diam dan kau akan selamat." Tegas sang Komandan.
"Maaf Komandan, memang sepatutnya bawahan mematuhi perintah sang atasan, tetapi kali ini aku tak bisa. Ini hal yang salah komandan. Kita ada di negara ini untuk menumpas hal-hal itu, bukan malah terlibat dan seakan melindungi mereka dari bayang-bayang." Jawab Jack, menantang.
Wajah sang Komandan menjadi merah padam. Perbincangan pun berakhir alot. Sejak saat itu hubungan Jack dan Komandan tak lagi baik seperti biasanya. Malam-malam yang dilalui Jack pun tak pernah lepas dari teror dan ancaman. Memang sudah menjadi konsekuensi logis jika berdiri di atas kebenaran, pasti selalu saja ada pihak yang mengancam.
Malam itu, gelisah hati Jack tak terbendung. Ia pun menelpon sang kekasih untuk sekedar bercerita tentang ancaman dan teror yang semakin hari semakin banyak ia terima. Sang Kekasih pun menjadi khawatir.
"Sudah kamu nurut saja, ikuti saja." Saran sang Kekasih.
"Tidak bisa, apa guna aku ada di institusi ini, jika aku harus menurut dengan ketidakbenaran? Lebih baik aku mati, ketimbang menyerah pada kejahatan." Ujar Jack.
"Baiklah, kalau begitu kamu harus hati-hati. Semoga Tuhan selalu memberkati." Ujar sang Kekasih.
Siang dan malam silih berganti. Riuh perkotaan serupa musik yang tak pernah berhenti. Kekasih dan Keluarga Jack di ujung sana sudah beberapa hari tak menerima kabar tentang Jack setelah percakapan tentang terror dan ancaman.
Sampai suatu ketika, di muka media-media besar terpampang sebuah headline yang mengejutkan. "Adu tembak di rumah sang bintang kepolisian." Narasi besar itu terpampang dengan narasi yang menyudutkan Jack sebagai terduga bersalah dan berhak untuk dihabisi. Jack, diduga menyerang sang Komandan dengan tembakan, sehingga pengawal lain dengan siaga mengamankan. Namun, masih banyak kejanggalan. Sayangnya Jack sudah tiada, sebab hanya dia yang bisa menceritakan hal yang sebenernya terjadi. Semoga Jack mati di atas ruang kebenaran.
Penulis
2 Pengikut
Orang Tua, Siapkah Anda Hadapi Bahaya Gadget yang Mengintai Anak di Era Digital?
Rabu, 9 Oktober 2024 20:12 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler