x

Sumber ilustrasi: istockphoto.com

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 1 November 2022 07:27 WIB

Kucing di Kamar Mandi

Raffi sedang duduk di ruang baca pada hari Minggu sore, membolak-balik saluran di TV, takjub karena dia tidak dapat menemukan satu hal pun yang menarik untuk ditonton, terlepas dari uang langganan yang dia bayarkan setiap bulan untuk setiap saluran yang ditawarkan perusahaan kabel. Putranya yang berusia 5 tahun, Fathar, datang berlari ke kamar bersama kucing keluarga, Maine Coon yang kelebihan berat badan bernama Maung. Raffi mencondongkan tubuh ke depan saat bocah itu lewat, meraihnya dan menariknya ke pangkuannya. Badan Fathar panas berkeringat dan berbau matahari. Dia habis bermain di halaman belakang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Raffi sedang duduk di ruang baca pada hari Minggu sore, membolak-balik saluran di TV, takjub karena dia tidak dapat menemukan satu hal pun yang menarik untuk ditonton, terlepas dari uang langganan yang dia bayarkan setiap bulan untuk setiap saluran yang ditawarkan perusahaan kabel.

Putranya yang berusia 5 tahun, Fathar, datang berlari ke kamar bersama kucing keluarga, Maine Coon yang kelebihan berat badan bernama Maung.

Raffi mencondongkan tubuh ke depan saat bocah itu lewat, meraihnya dan menariknya ke pangkuannya. Badan Fathar panas berkeringat dan berbau matahari. Dia habis bermain di halaman belakang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Hei, sobat," kata Raffi, "Apa yang kamu lakukan?"

Fathar menggeliat dalam pelukannya, "Lepasin, Pa. aku harus eek!"

Raffi melirik jam di dinding dekat TV. Pukul satu tiga puluh. Hampir setiap hari, anak itu buang air besar pada pukul satu tiga puluh, kurang atau lebih beberapa menit. Fathar harus pergi ke kamar mandi untuk evakuasi hariannya.

Anaknya begitu mudah ditebak sehingga Raffi dan istrinya bisa merencanakan hari mereka tanpa melibatkan waktu siang. Tidak ingin terjebak terlalu jauh dari kamar mandi pada pukul satu tiga puluh. Sudah cukup sulit untuk melatih anak itu ke toilet.

Untuk buang air kecil, cukup mudah mengajarkan Fathar ke toilet, tetapi untuk buang air besar sampai hampir berusia tiga tahun, dan dia baru benar-benar dapat disiplin setelah istrinya menemukan ide pengaturan, menyisihkan waktu tertentu setiap hari untuk acara penantian. Dia membuatnya menjadi sesuatu yang bisa dia rencanakan setiap hari. Namun, hal itu menjadi bumerang sedikit, karena sekarang … yah, hanya Tuhan yang tahu ketika terlalu lama berbelanja atau terjebak macet di waktu yang salah. Fathar akan berubah menjadi iblis. Pandangan mata ya berubah menjadi tatapan pembunuh. Wajahnya merah padam dan dahinya berkeringat. Dia akan mulai bergumam pada dirinya sendiri, "mesti eek, mesti eek, mesti pergi," dan kesannya dia akan meledak berkeping-keping jika bantuan tidak diberikan dengan cepat.

Jadi pada Minggu sore ini, Raffi melepaskan putranya dan membiarkannya lari ke lorong. Maine Coon besar bodoh mengikuti di belakangnya dengan patuh.

Kucing itu adalah ‘pendamping’, bagian lain dari cerita. Selama fase pelatihan yang sulit, kehadiran orang tua diperlukan di kamar mandi untuk memastikan keberhasilan si anak, bahkan setelah dia belajar menyeka dirinya sendiri. Tak perlu dikatakan, hal itu menjadi sangat melelahkan bagi Raffi dan istrinya, tetapi setiap kali mereka mencoba membuat Fathar pergi sendiri, dia menolak dengan keras. Percakapan panjang larut malam tentang bagaimana menghentikan kebiasaan itu, terkadang berubah menjadi pertengkaran.

Istrinya khawatir tentang bagaimana Fathar akan mampu bersekolah tahun depan. Sementara Raffi khawatir tentang biaya psikoterapi.

Kemudian Raffi memiliki pikiran jenius dan memanfaatkan Maung. Maine Coon yang santai dengan senang hati menjadi sahabat yang diperlukan di kamar mandi dan acara sehari-hari dengan cepat menjadi ritual baginya juga. Raffi tahu itu hanya solusi sementara, tapi pasti istrinya akan memberikan jawaban yang lebih baik sebelum sekolah dimulai, atau setidaknya sebelum dia mulai berkencan atau kuliah.

Saat dia mendengar dari lorong suara pintu kamar mandi ditutup, Raffi duduk kembali di sofa dan mengambil remote control, menekannya beberapa kali.

Ah! Sepak bola!

Kemudian dia mendengar Fathar memanggil dari balik pintu yang tertutup, “Papa! Papa!"

Raffi menekan tombol bisu dan berteriak kembali, "Ada apa, Fathar?"

Suara putranya terdengar tegang, “Papa! Maung!”

Ini perubahan baru, pikir Raffi.

Fathar melanjutkan, “Papa! Maung mau muntah! Ayo cepat!”

Raffi bangkit, lalu berhenti sejenak saat bayangan pemandangan yang menunggunya melintas di benaknya: Anak laki-lakinya yang masih kecil tak berdaya dengan kaki menggantung, celana tersangkut pergelangan kakinya, kucing di depannya, mencovba mengeluarkan isi perutnya ke lantai kamar mandi.

"Papa!" suara Fathar terdengar putus asa, “Dia mau muntah … Oh! Menjijikkan! Oooh!”

Raffi kembali duduk di sofa dan mulai tertawa, dan kemudian dia mulai tertawa lebih keras ketika istrinya tiba-tiba menyerbu dari dapur menyerbu masuk ke kamar, memelototinya saat dia menuju kamar mandi.

Perut Raffi mulai sakit, tetapi dia tidak bisa berhenti tertawa. Dan dia memutuskan untuk mengeluarkan semuanya.

Dia tahu diskusi larut malam tentang kebiasaan buang air besar Fathar akan dilanjutkan, dan kali ini kucing itu tidak akan bisa menyelamatkannya.

 

Bandung, 31 Oktober 2022

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler