x

Sumber ilustrasi: beleefibiza.nl

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 14 November 2022 06:35 WIB

Terjun


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Berdiri di puncak tebing, dia menunggu dengan gugup saat yang tepat, saat itu semua menjadi fokus. Air mengalir di bawahnya, permukaannya tenang dan gelap di tempat yang dalam di bawah tebing.

Hari cerah panas, tetapi angin sepoi-sepoi yang sejuk berembus pada ketinggian sepuluh meter di atas air.

Tubuhnya basah karena berenang dari seberang sungai, tetapi pendakian ke atas tebing sedikit menghangatkannya, jadi rasanya menyenangkan saat air menguap dari kulitnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dia mencoba untuk rileks dan bersabar, membiarkan detak jantungnya kembali normal setelah pendakian, menenangkan pikirannya. Dia bisa mendengar teman-temannya bersorak meneriakinyadari tepian yang jauh, tapi lebih seperti suara latar, menghilang dari kesadarannya.

Hal-hal yang lebih kecil menarik perhatiannya, seperti tetesan air dari tepi celana renangnya, mengetuk bagian atas kakinya yang telanjang dengan lembut.

Dia merasakan bulu-bulu di betis gemerisik ditiup angin saat mengering. Dia bisa mendengar suara napasnya sendiri dan secara bersamaan, jauh, di sawah seberang sungai, dia bisa mendengar suara samar kereta barang yang membunyikan pluit saat mendekati persimpangan.

Seluruh tubuhnya terasa nyaman. Dia berada di atas segalanya, tetapi juga sekaligus bagian dari semuanya.

Memutar bahunya dan melmaskan tangannya, dia menekuk lututnya dan menghimpun tenaga.

Saatnya tiba.

Dia mencondongkan tubuh ke depan, menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan dengan kuat ke udara.

Dia merasakan momen tanpa bobot, hampir seolah-olah terbang tinggi ke langit, tetapi kemudian gravitasi mengambil alih dan perasaan itu berubah.

Dia mulai jatuh dan kemudian merasakan apa yang ditunggu-tunggu. Fokus bagai tusukan tajam, seperti karet gelang dijepit di bagian dalam kepalanya. Air di bawah mengalir deras ke arahnya, tetapi perhatiannya diarahkan ke tempat lain.

Dia tahu dia hanya punya beberapa detik untuk menyerap semuanya.

Pertama, sebuah kejutan. Dia menyadari bahwa pacarnya yang berdiri di seberang sana sedang menyemangati lompatannya yang berani. Dia sebenarnya sudah merencanakan untuk putus dengannya, mungkin minggu depan.

Kedua, dia sadar bahwa gadisnya memutuskannya karena sahabatnya, dan dia dampak riak yang akan terjadi pada hubungannya dengan banyak teman-temannya yang lain.

Namun dengan cepat kesadaran menghantamnya. Pikiran itu digantikan dengan pikiran lain lagi, berkelebat cepat berpacu dengan waktu. Dia tiba-tiba tahu bahwa dia tidak akan mendapatkan promosi di tempat kerja, dan itu mungkin juga, dia terjebak dalam pekerjaan buntu terlalu lama, dan sudah waktunya untuk mulai mencari di tempat lain.

Begitu banyak berita buruk, tapi semuanya baik-baik saja.

Dua meter terakhir sebelum menyentuh air, dia melihat gambar-gambar lain yang berurutan dengan cepat: dirinya di dalam mobil baru, mengenakan setelan baru, berjalan di tempat yang asing, terasa asing, dan dia memegang tangan seseorang, hangat dan lembut.

Lalu dia berbalik untuk melihat wajahnya.

Byur!

Air mengenai telapak kakinya dan tubuhnya menusuk ke sungai yang dingin dan hijau. Dia meluncur ke dalam kegelapan, lalu mengangkat tangannya, bersiap untuk naik ke permukaan. Namun, dia berhenti, memikirkan apa yang telah dilihatnya.

Dia tahu tepuk tangan menunggunya ketika kepalanya menyembul di permukaan, dan butuh beberapa detik untuk berenang kembali ke tepi sungai.

Dia membutuhkan waktu untuk menenangkan diri, untuk memastikan teman-temannya tidak akan tahu, sehingga mereka tidak akan dapat melihat seberapa banyak dia telah berubah, dalam waktu yang begitu singkat.

 

Bandung, 13 November 2022 

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler