x

Sumber ilustrasi: netflix.com

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 22 November 2022 09:00 WIB

Hanyalah Seorang Gadis

Murti hanyalah seorang gadis yang terkadang mengenakan celana jins. Di lain waktu mengenakan rok melingkar dari sutra yang menyentuh lututnya dan membuat suara ‘wuuush, wuuush’ yang merdu saat dia berjalan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Murti hanyalah seorang gadis yang terkadang mengenakan celana jins. Di lain waktu mengenakan rok melingkar dari sutra yang menyentuh lututnya dan membuat suara ‘wuuush, wuuush’ yang merdu saat dia berjalan.

Dia hanyalah seorang gadis yang mencoba menguasai kalkulus dan juga anak laki-laki dan mengapa pemandu sorak di sekolahnya terlihat begitu dewasa.

Murti makan siang setiap hari bersama tiga temannya, di bawah pohon, dekat pagar belakang. Rasanya sangat berani duduk terpisah, seolah-olah mereka punya hal penting untuk dibicarakan. Mereka kebanyakan berbicara tentang anak laki-laki dan terkadang pekerjaan rumah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Teman Murti, Gina, punya pacar yang sama sejak kelas tujuh, tapi sepertinya mereka tidak pernah melakukan banyak hal bersama. Tuti naksir pemain basket yang dekat dengan Susan wakil ketua kelas sepuluh, jadi dia selalu mendiskusikan rencana terbarunya untuk merebut hatinya. Cynthia menulis puisi di notepad, dan bahkan di platform daring, tentang pria yang dicintainya di kompleks perumahannya di Harapan Indah.

Murti menganggap anak laki-laki yang duduk di pojok belakang itu lucu, dan dia tertawa ketika lelaki berkacamata yang selalu datang terlambat menceritakan lelucon. Tapi dia tidak memikirkan mereka sebagai pacarnya. Dia tidak terlalu khawatir, tetapi dia berharap untuk mengubah statusnya pada tahun terakhir.

Setiap hari Murti berjalan sendirian ke sekolah dan pulang lagi karena keluarganya tinggal di rumah bedeng dinding kayu lapis, dan teman-temannya semua tinggal di rumah sungguhan. Dia tidak terlalu keberatan. Kadang-kadang, ketika dia mengenakan rok kuning favoritnya, dia akan berputar-putar sambil berjalan, mengubahnya menjadi kincir yang menyala-nyala. Kadang-kadang dia singgah di minimarket untuk membeli minuman bersoda.

Perjalanannya tidak terlalu buruk jika dia mengambil jalan pintas melalui taman dan di belakang pusat rekreasi.

Lalu suatu hari, dari kejauhan, Murti melihat seorang laki-laki di jalan setapak di depan. Rambutnya yang berminyak menempel di kepalanya seperti bungkus plastik, dan celananya menggelembung seolah milik seseorang yang jauh lebih besar. Dia mempertimbangkan untuk berbalik dan pergi jauh. Tapi Murti tidak ingin terlihat kasar, lagipula, dia mungkin miskin.

***

Di sela-sela pelajaran, Murti mencoba tersenyum saat teman-temannya membicarakan pertandingan sepak bola di televisi tadi malam atau apa yang akan mereka kenakan ke pesta perpisahan sekolah. Tapi dia tidak bisa. Dan sebentar lagi akan ada saat ketika gadis-gadis itu terdiam, dan satu-satunya suara yang didengar Murti hanyalah ransel yang bergeser dan bisikan ingatannya sendiri.

Murti hanyalah seorang gadis yang tidak bisa memaksa dirinya pergi ke pohon dekat pagar belakang dan tidak pernah memakai rok sutra melingkarnya lagi.

 

Bandung, 22 November 2022

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler