x

image: Hipwee

Iklan

vicky maizani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 17 Desember 2022

Minggu, 18 Desember 2022 16:49 WIB

Mengulas Wajah Sistem Pendidikan di Indonesia

Sudah saatnya sistem pendidikan kita berubah, semakin lama pendidikan kita tidak relevan dengan perubahan dunia sekarang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kita semua tentu pernah sekolah, kita pasti melewati masa-masa dimana ketika hendak menghadapi ujian atau seminggu sebelum ujian kita mengalami stres, pusing, takut, gelisah dan berbagai macam rasa kekhawatiran. Bahkan ada yang sampai kerasukan dan bunuh diri ketika gagal dalam ujian. Ini permasalahan yang benar-benar terjadi di pendidikan kita. Dan anehnya kejadian tersebut selalu terjadi ketika menjelang ujian, sekolah beralih fungsi menjadi tempat yang menakutkan ketika ujian tiba. Dan aneh nya sekolah tidak mau melakukan evaluasi kenapa hal-hal seperti ini musti terjadi, mungkinkah itu semua terjadi karna ada yang salah dengan sistem pendidikan kita?

Pernah mendengar ungkapan “sekolah tidak penting” kalau dipikir-pikir kembali ungkapan tersebut ada benarnya, dan merasa tidak adil. Orang yang sekolahnya bersungguh-sungguh bahkan tidak jadi apa-apa, sedangkan orang yang malas-malasan sekolahnya bahkan bisa jadi pejabat, pengusaha. Banyak kita temui contoh-contoh orang seperti itu, ini tidak adil bukan? Seolah-olah hidup kita jadi terbalik-balik. Jadi bukan sekolah yang tidak penting, melainkan ada yang salah dalam sistem pendidikan kita.

Sadar atau tidak metode pembelajaran disekolah kita terlalu membosankan, komunikasi yang satu arah, serta hanya mementingkan nilai akhir. Dari zaman orang tua kita dulu sampai sekarang metode pembelajaran yang sama tetap digunakan, padahal era telah berubah. Dan para guru masih memandang rendah murid yang mendapatkan nilai yang dibawah rata-rata dan sebaliknya merasa bangga kepada murid yang mendapatkan nilai tinggi tanpa perduli stres nya mereka, potensi murid tidak bisa dilihat dari rangkaian angka nilai saja. Seperti yang diungkapkan oleh Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya yang berjudul Self Driving (2014:51) “guru tak bisa lagi memberikan semua isi buku untuk dihafalkan, tetapi guru dituntut memberikan bagaimana hidup tanpa guru, life long learning.” Percuma memberikan banyak ilmu pengetahuan tapi tidak bisa untuk dikunyah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jika kita bandingkan dengan negara-negara lain, seperti Asutralia, selandia baru, dan berberapa negara maju lainnya. Indonesia menjadi negara yang paling banyak memberikan mata pelajaran ditingkat SMA/SLTA. Rhenald Kasali (2014:62) menjelaskan bahwa “Di Australia , Selandia Baru, Singapura, Amerika Serikat, dan negara-negara maju lainnya, murid SLTA hanya diwajibkan mengambil dua mata pelajaran dan bebas memilih empat mata pelajaran yang disukainya. Sementara anak-anak SLTA Indonesia wajib mengambil 16-18 mata pelajaran.” Dan semuanya harus mendapatkan nilai diatas rata-rata supaya bisa dinyatakan lulus.

Jadi tidak mengherankan jika kegelisahan, ketakutan, stres, terjadi di sekolah-sekolah kita, yang tadinya sekolah merupakan tempat belajar yang menarik, menyenangkan, malah menjadi sebuah tempat yang menakutkan.

Permasalahan tersebut tak hanya terjadi di lingkungan sekolah, ini juga terjadi di lingkungan universitas. Ketika mahasiswa/i indonesia dengan semangat harus menyelesaikan 144 - 160 Satuan Kredit Semester (SKS) untuk bisa menyelesaikan pendidikan S1 (strata satu) nya, di luar negeri sangat jauh berbeda, mahasiswa/i disana cukup hanya menyelesaikan 124 Satuan Kredit Semester (SKS) dan tanpa harus menulis skripsi. Enak bukan?

Tanpa data pun kita semua tahu, bahwa kampus-kampus top 10 dunia ada diluar negara kita dan mereka semua menerapkan hal-hal tersebut, mengapa kita tidak mau mengikuti hal-hal yang baik tersebut?. Bayangkan otak manusia seperti sebuah flash disc yang berkapasitas 2 GB misalkan, kemudian dimasukkan begitu banyak data-data tanpa jelas nama data-data tersebut, bagus kalau tersusun secara rapi sayangnya tidak sehingga memunculkan virus-virus seperti: stres, ketakutan, kekhawatiran, dan kegelisahan. Sehingga menyebabkan flash disc tersebut hang.

Oleh karena itu, sistem pendidikan kita harus benar-benar berubah jangan samakan zaman dahulu dengan sekarang. Perbaiki sekolah bukan dari bentuk fisiknya tapi jiwanya (soul) mulai dari merenovasi mata pelajaran yang begitu padat, metode pembelajaran yang monoton dan terkesan hanya berkomunikasi satu arah. Jadi saya kira dunia pendidikan kita sudah gawat darurat oleh sebab itu mari kita perbaiki bersama, dan yang terpenting permasalahan ini tidak bisa hanya diserahkan sepenuhnya kepada guru, semuanya harus ikut andil dalam permasalahan ini, mulai dari pemerintah, keluarga, sampai lingkungan sekitar.

Ikuti tulisan menarik vicky maizani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu