x

sumber: qureta.com

Iklan

Bryan Jati Pratama

Penulis Indonesiana | Author of Rakunulis.com
Bergabung Sejak: 19 Desember 2022

Kamis, 12 Januari 2023 08:32 WIB

Negaragama: Hubungan Kausalitas Negara-Agama di Indonesia

Salah satu fungsi adanya negara adalah menjamin kebebasan beragama. Tetapi apakah tanpa negara, orang tidak dapat beragama dengan sebebas-bebasnya? Apakah untuk menjadi orang yang beragama dengan bebas –pada zaman sekarang ini– harus diperlukan adanya negara?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Salah satu fungsi adanya negara adalah menjamin kebebasan beragama. Tetapi apakah tanpa negara, orang tidak dapat beragama dengan sebebas-bebasnya? Apakah untuk menjadi orang yang beragama dengan bebas –pada zaman sekarang ini– harus diperlukan adanya negara?

Dalam kaitannya dengan agama, ada dua jenis negara. Pertama, negara teokrasi yang berdasarkan agama –seperti Vatikan, Tibet dan Republik Islam Iran– di mana terdapat pemimpin negara sekaligus pemimpin agama. Karena hanya dikuasai oleh doktrin agama dominan, negara model ini biasanya terasa kaku bagi pemeluk agama lainnya. Seringkali dalam negara model ini otoritariansime berlindung di balik jubah agama. Keinginan pribadi sang pemimpin diterjemahkan sebagai perintah agama. Titah raja di nisbatkan seolah-olah firman tuhan.

Kedua, negara sekular yang memisahkan antara negara dan agama seperti Amerika Serikat dan mayoritas negara Eropa. Negara sekular tidak mencampuri urusan warga negaranya dalam hal beragama maupun tidak beragama. Kita dapat melihat bagaimana rendahnya moralitas di negara tersebut. Karena negara tersebut mengabaikan aspek religius dalam bernegara, maka segala keputusannya didominasi oleh kepentingan yang bersifat duniawi. Tidak heran jika negara-negara tersebut berkuasa secara ekonomi. Kaya, tetapi timpang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di Philadelphia contohnya, kota terbesar di negara bagian Pennsylvania, Amerika Serikat itu memiliki sebutan kota zombie karena saking banyaknya pecandu narkoba, pekerja seks dan tunawisma yang berkeliaran tak tentu arah di jalanan. Mereka berjalan dengan tatapan yang kosong tanpa tujuan layaknya mayat hidup. Peristiwa semacam ini terjadi karena dengan mengesampingkan agama, negara meningkatkan kemungkinan warga negaranya untuk menjadi tidak bermoral.

Di tengah kondisi seperti itu, negara seperti apakah Indonesia itu? Indonesia tidak menganut keduanya. Para pendiri bangsa cukup dewasa untuk mengetahui bahwa keduanya memiliki dampak negatif yang besar ke masyarakat. Dampak negatif itu sebisa mungkin dihindari dengan mengadakan serangkaian musyawarah dalam menyusun dasar negara. Sehingga akhirnya diputuskan bahwa Indonesia bukanlah negara teokrasi bukan juga negara sekular. Para pendiri bangsa memilih Indonesia untuk menjadi negara yang didasari oleh prinsip-prinsip agama. Dan prinsip yang paling mendasar dalam semua agama –dengan mengesampingkan segala perbedaan– adalah bahwa Tuhan itu Esa.

Perlu diingat, kemerdekaan lahir dalam suasana kebatinan untuk melawan kolonialisme dan imperialisme, sehingga diperlukan sesuatu untuk mempersatukan dan mempersaudarakan seluruh komponen bangsa. Ketuhanan Yang Maha Esa yang merupakan muara semua agama inilah yang menjadi pemersatu bangsa. Semua ajaran dalam agama mana pun memiliki satu kesamaan yaitu menolak penjajahan.

Pasal 29 UUD 1945 menyebutkan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukan sebuah kebetulan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa ditempatkan menjadi sila pertama dalam Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sila pertama yang mampu mengejawantah ke dalam sila kedua sampai dengan sila kelima. Hal ini karena Tuhan itu sendiri adalah causa prima, sebab yang pertama. Tanpa yang pertama, kedua sampai kelima absen. Sereligius itu dasar negara kita.

Bahkan kita perlu berbangga karena sebenarnya konstitusi Indonesia adalah salah satu konstitusi paling religius di antara konsitusi-konstitusi negara lain. Konstitusi Indonesia mengandung simbol-simbol ketuhanan yang paling banyak menyebut kata ketuhanan, agama, keagamaan, akhlak mulia, Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan Yang Maha Kuasa dan lain sebagainya.

Jika diibaratkan tubuh, negara adalah badan sedangkan agama adalah roh. Kedua hal ini saling berkelindan satu sama lain. Dilihat dari sisi sejarah, negara Indonesia tidak dapat dipisahkan dari adanya agama, meskipun Indonesia bukanlah negara agama. Bahkan sesanti "Bhineka Tunggal Ika" yang menjadi semboyan negara itu bercerita tentang toleransi beragama, mengutamakan persamaan dan mengesampingkan perbedaan. Semua itu dilakukan untuk mengindari satu hal, –perselisihan.


    Rwâneka dhâtu winuwus Buddha Wiswa,
    Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
    Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal,
    Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.



    Buddha dan Siwa merupakan dua sosok yang berbeda.
    Mereka memang berbeda, tetapi mengapa (ajarannya) tidak asing?
    Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
    Berbeda-beda tetapi tetap satu itu. Tidak ada kebenaran yang mendua.

 

Semboyan Bhineka Tunggal Ika telah menyatukan Indonesia sebagai bangsa. Dari beragam budaya, adat, etnik, ras dan agama yang majemuk itu kita memilih untuk bersatu. Berlatar belakang segala pluralitas yang ada di Indonesia, menghindari timbulnya perselisihan adalah suatu kebenaran yang tidak mendua.

Tanpa kekuasan negara, agama dalam keadaan bahaya. Sedangkan negara tanpa agama pasti menjadi sebuah organisasi kriminal legal yang tiran. Di Indonesia, negara dan agama tidak gagal bersimbiosis. Negara menjamin kebebasan beragama dan agama memberikan nyawa dalam bernegara. Layaknya suami istri, negara dan agama di Indonesia adalah dua hal yang walaupun secara fisik tidak selalu akur tetapi memiliki kemesraan secara batin, yang benar-benar intim dan sakral.  Dan untuk mewujudkan suatu pernikahan yang langgeng, agama tidak boleh dipisahkan dari negara. 

Seperti pada 16 Juni 1958 dalam sebuah Pidato di Istana Negara, Bung Karno mengatakan bahwa kalau kita mengecualikan unsur agama (dari dasar negara), kita akan membuang salah satu unsur yang bisa mempersatukan batin bangsa Indonesia dengan cara yang semesra-mesranya.

Ikuti tulisan menarik Bryan Jati Pratama lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler