x

Iklan

trimanto ngaderi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 September 2022

Minggu, 5 Februari 2023 07:59 WIB

Ketika Penghasilan Meningkat, Stres Pun Meningkat

Apakah dengan bertambahnya penghasilan (pendapatan) akan berbanding lurus dengan kebahagiaan seseorang? Apakah dengan berbagai kepemilikan barang-barang, aset, properti akan berbanding lurus dengan kepuasaan? Jawabannya adalah belum tentu, bisa ya bisa juga tidak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

KETIKA PENGHASILAN MENINGKAT, STRES PUN MENINGKAT

 

“Sejak gaji saya naik, saya kok menjadi ketagihan belanja online ya”, keluh seorang ibu-ibu di sebuah acara arisan keluarga.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Kenapa jalanan di kota ini mendadak menjadi macet, tidak seperti beberapa tahun yang lalu”, desah seorang pengusaha yang terjebak kemacetan di sebuah jalan protokol di kota A.

“Aduuuh, beban pekerjaanku bertambah banyak nih, aku hampir tak punya waktu lagi untuk keluarga!”, bisik seorang manajer perusahaan ketika akhir-akhir ini harus sering lembur di kantor.

 

*****

 Munculnya kelas menengah baru di Indonesia pada satu dasawarsa terakhir ini membuat kegiata konsumsi di Indonesia meningkat pesat, terutama konsumsi via belanja online (marketplace). Hal ini ditandai dengan meningkatnya kepemilikan kendaraan bermotor. Mobil bukan merupakan barang mewah lagi, bahkan di desa-desa sekalipun, mobil telah dimiliki banyak orang. Jumlah destinasi wisata yang terus bertambah dan selalu ramai dikunjungi.

Semakin banyaknya bangunan rumah permanen dengan ukuran besar dan bagus, bahkan sebagian terkesan “mewah”. Rumah di desa-desa yang tadinya terbuat dari bambu atau kayu, kini telah dipugar dan diganti dengan rumah permanen. Bahkan, ada yang membangun rumah mewah di desa dan dibiarkan kosong karena pemiliknya tinggal di perantauan.

Termasuk arus pengiriman barang lewat jasa ekspedisi yang begitu padat, terlebih pada momen-momen tertentu. Gairah belanja online dipicu oleh meningkatnya penghasilan per kapita masyarakat Indonesia, ditambah pula dengan godaan berbagai barang dengan harga murah plus gratis ongkir pula. Antusiasme masyarakat Indonesia untuk belanja online, mendorong munculnya perusahaan-perusahaan ekspedisi baru.  

Pertanyaanya adalah apakah dengan bertambahnya penghasilan (pendapatan) akan berbanding lurus dengan kebahagiaan seseorang? Apakah dengan berbagai kepemilikan barang-barang, aset, properti akan berbanding lurus dengan kepuasaan?

Jawabannya adalah belum tentu, bisa ya bisa juga tidak.

Berdasarkan pengalaman pribadi maupun pengamatan sehari-hari di lingkungan tempat tinggal penulis, sebagian (besar) jawabannya adalah TIDAK. Mengapa?

  1. Bertambahnya Beban Pekerjaan (Tanggung Jawab)

Seseorang yang naik jabatan otomatis pendapatan per bulannya ikut naik. Di sisi lain, beban pekerjaan atau tanggung jawab yang mesti dipikul juga semakin bertambah. Yang tadinya ia hanya memiliki tugas dan kewajiban yang sederhana dan mudah, kini tugasnya semakin komplek dan susah. Yang tadinya yang dipikirkan hanya sedikit dan tak sampai membuatnya pusing, kini yang dipikirkan semakin banyak dan bisa membuatnya tertekan (stress).

Pendapatan yang ia peroleh sebanding dengan tuntutan (kewajiban) yang mesti dipenuhi.

  1. Dampak dari Kepemilikan Barang, Aset, Properti

Semakin bertambahnya jumlah kendaraan bermotor menyebabkan jalanan menjadi semakin macet. Setiap hari kita terjebak kemacetan jalan yang semakin hari semakin bertambah parah. Hal ini membuat kita stres dan lelah. Banyak waktu terbuang sia-sia di perjalanan berangkat maupun pulang kerja. Kepemilikan aset dan properti membuat kita disibukkan dengan urusan administrasi pemerintahan terkait perizinan maupun perpanjangan. Belum lagi perihal biaya-biaya yang harus dikeluarkan seperti asuransi, pajak, perawatan, keamanan, dan biaya lainnya.

  1. Bertambahnya Keinginan

Orang yang penghasilannya bertambah, keinginannya pun bertambah. Ketika masih punya uang sedikit, ia tak pingin apa-apa. Namun, ketika telah memiliki banyak uang, hawa nafsu selalu mendorongnya untuk memiliki banyak keinginan. Pingin beli ini, pingin beli itu.

Belum puas dengan HP yang dimiliki saat ini, beli lagi yang model dan keluaran terbaru. Sudah punya beberapa tas, sepatu, atau sandal; masih tergoda membeli lagi. Intinya sering membeli barang-barang yang memang tidak benar-benar dibutuhkan. Sehingga rumah laksana gudang berisi barang-barang yang jarang sekali digunakan.

Dalam hal ini, salah satunya adalah kecanduan belanja online. Ada promo ini tergoda. Ada diskon tertentu juga tergoda. Belanja ini belum puas, belanja lagi. Checkout itu tidak puas, checkout lagi. Begitu seterusnya. (secara iklan marketplace memang benar-benar menggoda sih, terutama buat kaum ibu-ibu, hehe…)

  1. Memicu Kecemburuan Sosial

Ketika kita terlihat (sedikit) kaya dan memiliki berbagai barang, aset, properti; sudah barang tentu akan menimbulkan kecemburuan sosial di antara para tetangga dan lingkungan kita. sekalipun penghasilan yang kita peroleh adalah HALAL, karena didasari rasa cemburu dan iri dengki, mereka akan mengatakan yang buruk-buruk tentang kita.

Bisa jadi mereka akan membenci kita, menjelek-jelekkan kita.  menuduh uang kita hasil dari korupsi. Bahkan,  yang pemikirannya masih kolot, mereka mengatakan bahwa usaha kita punya aji-aji penglaris, mencari ilmu pesugihan, memelihara tuyul, dan berbagai tuduhan lainnya yang tidak logis.

  1. Pengeluaran untuk Relasi

Maksudnya adalah ketika jabatan kita naik atau tadinya kita tidak punya usaha, kini punya bisnis di bidang tertentu; maka pengeluaran untuk kebutuhan relasi juga ikut meningkat. Kenalan kita semakin banyak, klien semakin banyak, rekan berbisnis bertambah, mitra usaha bertambah. Tentu ketika mereka ada acara tertentu (mantu, ultah, pesta, atau hajat lainnya) akan mengundang kita. ada pula pengeluaran untuk menraktir rekan atau mitra, atau bawahan kita.

Apabila hal ini tidak kita kelola dengan hati-hati dan cermat (skala prioritas) tentu akan menggerogoti keuangan kita yang ujung-ujungnya akan membuat kita stres.

 

*****

Itulah sifat dasar manusia. Ketika penghasilannya kecil, ingin penghasilannya menjadi besar. Ketika belum memiliki sesuatu, ingin memiliki banyak sesuatu. Setelah semuanya tercapai, sesudah segalanya tercapai; apakah manusia merasa puas, apakah manusia merasa bahagia?

Berdasarkan uraian saya di atas, yang terjadi justeru sebaliknya. Manusia malah bertambah stres ketika penghasilannya meningkat. Manusia malah menjadi menderita karena memiliki barang-barang. Mungkin saja kepuasaan itu hadir, tapi hanya sesaat. Setelah itu manusia menginginkan yang lebih, menginginkan sesuatu yang lainnya lagi. Terus begitu. Karena pada dasarnya sifat alami dari hawa nafsu (keinginan) adalah tak akan pernah terpuaskan.

Sebagai penutup, ada baiknya kita renungkan ayat berikut ini:

Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti? (QS Al-An'am: 32)

Ikuti tulisan menarik trimanto ngaderi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler