x

Iklan

Marginamedia

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 18 Februari 2023

Selasa, 21 Februari 2023 14:01 WIB

Negeri Impian

Aku terhenyak kala berada di negeri Melayu itu. Keadaan disana sangat santun dan bersahaja. Sangat lain bila dibandingkan dengan keadaan di kotaku yang penuh dengan kezaliman.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aku terhenyak kala berada di negeri Melayu itu. Keadaan disana sangat santun dan bersahaja. Sangat lain bila dibandingkan dengan keadaan di kotaku yang penuh dengan kezaliman.
 
Di negeri itu, dimana mana engkau akan menemui wajah wajah yang tulus dan ikhlas. Seperti dalam negeri idaman Islam. Para wanita disana sangatlah sopan dan selalu berjilbab. Takkan kau temui wanita berpakaian seronok di negeri Melayu itu. Semuanya berjilbab dan bagus tingkahnya. Islam benar benar dijunjung tinggi disini.
 
Aku sadar, di negeri ini memang lain suasananya. Para warga etnis Tionghoa pun, banyak yang beragama Islam kulihat. Mereka berbaur dengan warga etnis lain sambil bersama sama ke masjid.
Aku kagum. Negeri Melayu ini sangat fantastis. Di jalanan tak kulihat anak anak muda berpakaian ketat seperti di kotaku. Mereka semua berpakaian rapi dan mengundang decak kagumku.
 
Sebagai selingan disini, aku memang sering jalan jalan naik sepeda. Aku sangat menikmati kota ini, aku hirup segar udaranya. Udara di kota ini memang belum banyak tercemar polusi. Di pohon pohon tepi jalan, aku masih bisa melihat berbagai macam burung dan tupai. Begitu juga dengan taman kotanya, disana banyak burung kenari dibiarkan bebas berjalan jalan, menikmati indahnya taman.
 
Wahai, sejuknya! Angin semilir berhembus. Kurasakan desir halus menyentuh perasaanku. Semua orang yang menatapku, hampir semuanya tersenyum. Ah,andai kotaku seperti ini. Akan senanglah aku. Ibadahku pasti akan khusyuk.
 
Aku sudah lihat hampir seluruh liku liku kota ini. Sungguh murni dan bersih. Menyapu semua pikiran jelek yang sempat hinggap di benakku. Astaghfirullah...
 
Mereka tersenyum, aku balas tersenyum. Amboy, segarnya. Nikmat benar bisa bercengkrama dengan mereka, berpanoramakan latar kota yang sejuk dan cemerlang. Meniup hati yang semula sumpek tak tertahankan. Mengikis bosan yang tadinya selalu ada.
 
Aku tersenyum, hatiku ceria. Seolah ini ceria yang pertama bagiku. Menghembus segala derita yang sudah lalu, yang aku rasakan di kota tempat tinggalku.
 
Di sini, aku bisa berjalan ringan dan tanpa beban. Aku tak khawatir akan bertemu dengan penjahat atau tempat maksiat. Karena disini selalu saja ada masjid yang setiap harinya memberi sedekah pada fakir miskin. Jadi,jarang sekali, atau bahkan tak ada orang fakir yang menjadi pencuri atau profesi haram lainnya. Di negeri ini, hukum Islam ditegakkan. Kemungkaran diberantas, dibuldoser, dipatahkan, dilemparkan, disingkirkan tak bernosi.
 
Aku tetap tersenyum, menyapa orang di jalanan. Sampai ketika aku lewat di suatu rumah yang menarik perhatianku : rumah orang tidak mampu.
 
Aku berhenti sebentar, hendak bersilaturrahmi dengan pemilik rumah berdinding reyot itu. Dan
juga aku berencana untuk memberikan suatu sedekah untuknya, sebagai tanda persahabatan.
Aku tidak tahu magnet apa yang membuat tubuhku hendak singgah ke rumah itu. Kebetulan, itu rumah orang tidak mampu. Rumah itu seperti menyenangkan hatiku. Akhirnya, aku memutuskan untuk bersilaturrahmi dengan pemilik rumah itu.
 
Dari luar rumah, aku mendengar suara merdu dan lembut dari rumah reyot itu. Sangat lembut dan menggugah hatiku. Tanpa sadar aku tengok langit di atasku,sangat bersih dan cerah. Langit pagi disana sangat indah dan banyak beterbangan burung burung.
 
Aku amati lebih dekat rumah itu. Ternyata ada suara orang mengaji. Sangat lembut dan indah. Alunan tartil Al Quran itu begitu segarnya memasuki otakku, membasuh pikiranku.
 
Sebelum aku berubah pikiran, aku letakkan sedekahku di depan rumah itu. Karena aku tak ingin mengganggu orang mengaji. Sebelum aku menggenjot pedal sepeda untuk pulang, aku dengarkan suara orang mengaji itu yang sangat merdu. Sampai sampai aku rasanya ingin terus berlama-lama di situ.
 
Sayang, kotaku tak seperti di negeri Melayu.

Ikuti tulisan menarik Marginamedia lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan