x

Sumber ilustrasi: livescience.com

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 9 Maret 2023 11:17 WIB

Vibrato pada Nada C Tinggi

Aku mengundang Malini untuk makan malam pada hari Sabtu. Dia membawakan lagu yang kutulis dan akan memasukkannya ke album barunya. Aku ingin berterima kasih padanya, tapi aku sedikit takut padanya. Baru-baru ini, dia memberi tahu bahwa dia pikir dia harus membawakan lagu itu dengan telanjang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aku mengundang Malini untuk makan malam pada hari Sabtu. Dia membawakan lagu yang kutulis dan akan memasukkannya ke album barunya. Aku ingin berterima kasih padanya, tapi aku sedikit takut padanya. Baru-baru ini, dia memberi tahu bahwa dia pikir dia harus membawakan lagu itu dengan telanjang.

Aku membuat burger tempe karena Malini vegetarian. Aku menggunakan tofu karena terbuat dari kacang kedele.

Kemudian Betha menelepon untuk mengatakan dia terbang ke kota kami untuk rapat. Bisakah kita berkumpul hari Sabtu? Suaminya juga akan ada di sini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Ayo makan malam," kataku. "Malini datang."

“Malini! Itu pasti menarik.”

Betha adalah kritikus yang penuh antusias terhadap lagu-laguku. Dia salah satu orang yang kucintai sepenuh hati. Seorang perempuan ramping berusia akhir empat puluhan, rambut panjangnya masih hitam asli. Dia seorang pelatih vokal di Sonata. Suaminya Rudi memotong rambut. Ketika mencuci rambut dia memijat kulit kepala, ibu jarinya memijat bagian belakang leher. Membungkuk dengan satu lutut, dia memotong rambut di satu sisi, lalu di sisi lainnya. Memotong rambut memakan waktu setidaknya satu jam, bahkan saat rambut dipotong minimal. Karena dia tampan dan karena dia membuat klien terlihat cantik, dia dipuja. Mereka berdua seniman.

Ketika aku meletakkan piring tempe burger, Malini berkata dia tidak makan keju. Apakah aku menggunakan keju?

"Sedikit," kataku, merasa bersalah.

Apakah aku menggunakan kecap? Kecap mengandung gandum.

Gandum dalam kedelai? "Tidak," kataku. Tapi aku berbohong. Aku memang menambahkan sedikit kecap.

Malini, tingginya hampir 180 cm dengan rambut cepak tentara diwarnai pirang putih, sangat kontras dengan Betha, sekitar 150 cm dan lebih suka memakai warna cokelat, abu-abu, hitam.

Gaun Malini berwarna pink cerah, celana ketatnya berwarna biru kehijauan. Umurnya tiga puluh lima tapi dari kejauhan terlihat seperti gadis remaja. Aku suka kombinasi warnanya.

Betha mengatakan bahwa ketika dia menerima kenaikan jabatan bulan lalu, dia merasa ingin tertawa dan menangis pada saat yang bersamaan. Dia telah bekerja sangat keras.

Malam ini dia hampir tertawa dan menangis juga. Mengapa? Aku penasaran.

Rudi, dengan caranya yang bermartabat, tersenyum pada Malini. “Aku mendengar Anda menyanyikan salah satu lagu Mariah. Vibrato Anda pada nada C tinggi sangat dikagumi.”

Rudi menyarankan aku memakai Malini kalau aku sangat ingin menemukan penyanyi yang dapat membawakan musikku yang sulit. Tapi aku ragu-ragu: Malini memiliki reputasi sebagai artis yang labil.

"Dia akan sempurna," desaknya. Dia benar. Tidak ada suara yang terdengar seperti suara Malini.

"Apakah kalian ingin mendengar lagu setelah makan malam?" Malini bertanya. Dia bertanya apakah aku akan mengiringinya dengan piano. Tapi kami akan menyantap pai red velvet sebagai dessert dulu.

Betha menyeduh kopi di dapur. Aku membawakan saus apel yang tidak menggunakan gula tebu untuk Malini. Ketika aku kembali, Rudi dengan cepat (tapi tidak cukup cepat) sehingga sesaat aku sempat melihat tangannya di paha Malini. Kemudian Betha masuk ke ruangan dengan krimer.

Aku pernah mendengar Rudi lebih dari ramah dengan beberapa klien, rumor yang kutolak untuk kupercaya. Aku tak menyangka....

***

Malini berdiri beberapa meter dari piano. Saat dia mulai menyanyi, temponya lebih lambat dari biasanya, hampir seperti elegi. Aku mencoba menambah tempo, tapi dia memelototiku. Aku ingin dia melakukan apa yang aku ingin dia lakukan, tapi tidak mendapatkan apa yang kuinginkan. Akhirnya, saat lagu hampir selesai, dia bernyanyi lebih cepat, menangkap semangat yang kuinginkan.

Bravo! seru Betha. Aku senang Betha bisa mendengar setidaknya sebagian dari lagu seperti yang kuinginkan.

Rudi datang ke piano untuk memeriksa partitur dan tersenyum malu-malu pada Malini. Dia berseri-seri dan tiba-tiba aku tidak ingin berada di dekat salah satu dari mereka.

Ketika aku kembali dari dapur, Betha sedang berbicara dengan Malini, "Jika Anda mengendurkan rahang bawah, suaranya akan keluar bebas lepas."

Betha suka memberi instruksi ketika dia pikir dia akan membantu. “Anda memiliki timbre yang bagus, tetapi jika Anda mengeluarkan suara dalam posisi maju, di dekat gigi, Anda akan mendapatkan lebih banyak resonansi.”

Malini, menjulang di atas Betha, menyipitkan matanya. "Beraninya kamu mengkritik nyanyianku!" bentaknya. “Aku cukup murah hati untuk menghiburmu. Satu-satunya hal yang pantas kamu katakan adalah terima kasih!”

Kemudian dia keluar ke aula tempat jaketnya digantung.

Betha menatapku dengan alis terangkat, seolah bertanya, "Ada apa dengannya?"

Aku seharusnya menyamperi Malini, mengatakan sesuatu untuk menenangkannya. Tapi, tidak.

Aku ingat Rudi pernah mengutip dari sebuah buku: Untuk memahami keterbatasan sesuatu, inginkanlah.

Kalau Malini ingin pergi, biarkan dia pergi.

 

Aku bertanya apakah ada yang masih ingin menambah pai red velvet.

 

Bandung, 9 Maret 2023

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB