x

Iklan

Chitarra Qatrunnada

Philosophy Enthusiast
Bergabung Sejak: 10 Maret 2023

Jumat, 10 Maret 2023 07:03 WIB

Menghindari Distopia: Sebuah Misi Filsafat di Era Postmodern

Pada titik ini dapat ditemukan nilai-nilai seperti degradasi kemanusiaan, post-humanisme, atau kondisi di mana manusia sudah tidak lagi seperti manusia. Atau ketika demarkasi antara manusia dan bukan manusia menjadi tidak jelas. Distopia! Mungkin kata tersebut cukup mencerminkan situasi di atas. Tentu ini merupakan mimpi buruk bagi manusia

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setiap era mempunyai ciri khas dan tantangannya sendiri. Dalam alur sejarah filsafat kita menemukan kegiatan para filsuf adalah berpikir dan mencoba menjawab tantangan. Upaya menjawab tantangan tersebut melahirkan corak berpikir yang khas pada setiap era.

Saat ini kita sudah memasuki era postmodern ketika teknologi dan ilmu pengetahuan menjadi pusat. Dengan kedua elemen ini kita dapat menguasai dunia, setidaknya memiliki pengaruh kuat dalam peradaban. Ini persoalan yang harus diamati dengan kritis. Apakah filsafat masih dibutuhkan pada era ini? Ya! Bahkan, justru dunia ini semakin membutuhkan filsafat.

Di era postmodern ini sangat dibutuhkan pemikir atau filsuf untuk memberikan alternatif atau opsi jalan keluar. Perjuangan filsafat adalah perjuangan tidak berujung dan selalu relevan pada setiap zaman.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Persoalan yang hadir saat ini bukan hadir begitu saja. Ketika kita ingin menyelesaikan sebuah persoalan, kita menciptakan alternatif atau jalan keluar. Akan tetapi, sering kali alternatif atau jalan keluar tersebut juga datang beriringan dengan konsekuensinya sendiri yang akan menciptakan persoalan baru. Penulis melihat pola yang sama ketika melihat alur sejarah peradaban.

Teknologi pada awalnya diciptakan manusia sebagai alat untuk mempermudah hidup. Namun kemudahan tersebut juga membawa konsekuensinya lain. Ketika peradaban terus berkembang,  dalam jangka panjang akan sampai pada titik teknologi yang dihasilkan malah menghancurkan peradaban itu sendiri. Pada titik ini dapat ditemukan nilai-nilai seperti degradasi kemanusiaan, post-humanisme, atau kondisi di mana manusia sudah tidak lagi seperti manusia. Atau ketika demarkasi antara manusia dan bukan manusia menjadi tidak jelas. Distopia! Mungkin kata tersebut cukup mencerminkan situasi di atas. Tentu ini merupakan mimpi buruk bagi manusia.

Saat ini diperlukan usaha kritis dan reflektif agar peradaban tidak menjadi distopia atau mimpi buruk di atas. Persoalan pertama adalah kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang diiringi dengan degradasi moral. Sejak lahirnya sekularisme, ilmu pengetahuan tidak lagi didedikasikan untuk apapun selain pengetahuan itu sendiri. Pada awal kondisi ini terlihat sangat ideal. Karena umat manusia memperoleh pengetahuan yang tidak terdistorsi dogma agama. Itu membawa perdaban kita menjadi sangat maju.

Tentu kita akan menilai itu sebagai sebuah hal yang heroik. Namun seiring berjalannya waktu dan pergantian zaman, dapat dilihat "ilmu pengetahuan demi ilmu pengetahuan" membuat ilmu pengetahuan jadi kering dan dingin. Terutama jika diimani oleh segelintir milioner beserta profesor-profesor pilihannya.

Zaman ini memang korporasi saling bersaing dan berusaha melahirkan teknologi paling mahir, riset terkini, dan ilmu pengetahuan paling ulung. Nuansa ini bahkan sudah kita temui beberapa dekade lalu, pada saat akhir perang dunia kedua. Saat itu terjadi perang dingin antara Blok Barat versus Blok Timur. Dalam era fenomena perang dingin ini teknologi dikembangkan untuk memperoleh kekuatan atau kekuasaan.

Pola yang sama dapat kita lihat hari ini. Perang dingin sudah berakhir. Tapi persaingan untuk memperoleh kekuatan dan kekuasaan lewat kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan justru semakin marak. Bukan lagi hanya dilakukan negara, melainkan juga oleh institusi atau korporasi besar. Dalam keadaan ini, apakah hal tersebut masih menjadi hal yang heroik?

Perkembangan semacam itu justru mengarahkan kita pada distopia. Ini snaat disesalkan. Karena kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan seharusnya menuju kebermanfaatan bagi peradaban. Dengan demikian faedah perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan akan lebih menyebar. Bukan hanya dinikmati segelintir orang saja seperti terjadi saat ini

Banyak satir yang menggambarkan betapa tidak manusia-nya manusia di era postmodern. Di mana semua dinilai dari materi. Materi menjadi segalanya bahkan membuat kita lupa akan esensi manusia atau kemanusiaan itu sendiri. Mungkin semangat yang perlu dibangun adalah mengembalikan kesadaran kita akan esensi manusia dan kemanusiaan.

Perjuangan filsafat sebagaimana tidak berujung, kecuali ada masa di mana semua manusia sudah berhenti berpikir kritis. Selama peradaban masih memiliki manusia yang berpikir kritis dan berusaha menjawab tantangan zaman secara reflektif, selama itu filsafat akan terus hadir dalam peradaban. Pemikiran-pemikiran baru dan gagasan-gagasan baru akan selalu hadir mengikuti perkembangan zaman. Buah dari upaya menjawab tantangan zaman.

Berfilsafat tidak bisa dianggap tidak penting. Pasalnya upaya reflektif tersebut membawa kita kepada kejelasan pikiran (klaritas). Melalui klaritas tersebut kita dapat melihat persoalan menjadi lebih jelas dan dapat menumbuhkan kewaspadaan sejak awal. Kita menjadi lebih awas terhadap tindakan apa yang harus diambil dan tindakan apa yang semestinya tidak dilakukan.

Filsafat pada dasarnya melakukan evaluasi dan memberi klaritas. Peran itu dibutuhkan kapan pun selagi manusia masih mempunyai semangat mempertahankan peradabannya. Jadi peran filsafat tidak terkekang oleh waktu dan tetap terus relevan pada setiap zaman. Di era kini diharapkan muncul pemikir-pemikir yang mengevaluasi keadaan dan melahirkan pemikiran membawa umat manusia kita kepada peradaban lebih mulia.

Sebelum semua terlanjur hancur menjadi distopia!

 

Referensi

Aylesworth, G. (2015). Postmodernism. The Stanford Encyclopedia of Philosophy. https://plato.stanford.edu/archives/spr2015/entries/postmodernism/

Bolter, J. D. (2016). Posthumanism. The International Encyclopedia of Communication Theory and Philosophy. https://doi.org/10.1002/9781118766804.wbiect220

Croitor, E. (2014). Ethics of Responsibility? Some Postmodern Views. Elsevier Ltd. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.08.226

F., M., Lokhorst, G. J., & Poel, I. V. D. (2018). Philosophy of Technology. The Stanford Encyclopedia of Philosophy. https://plato.stanford.edu/archives/fall2018/entries/technology/

Hardiman, F. B. (2019). Pemikiran Modern: Dari Machiavelli Sampai Nietzsche. PT Kanisius.

Hossain, D. M., & Karim, M. M. S. (2013). Postmodernism: Issues and Problems. Leena and Luna International.

Kolitz, D. (2020). Are We Already Living in a Tech Dystopia? Gizmodo. https://gizmodo.com/are-we-already-living-in-a-tech-dystopia-1844824718

Ikuti tulisan menarik Chitarra Qatrunnada lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler