x

-

Iklan

Muhammad Rizal Firdaus

Content Writer
Bergabung Sejak: 7 April 2023

Sabtu, 8 April 2023 11:39 WIB

KKN: Untuk Menanam Pohon Harapan bukan Gagah-gagahan Jadi Agen Perubahan

Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah awal kita bermasyarakat ketika lulus kuliah

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setiap kampus pasti memprogramkan Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai agenda wajib mahasiswa, biasanya dilaksanakan di liburan semester 6, dengan rentang waktu 40 hari sebagai bentuk implementasi dari Tri Dharma perguruan tinggi yakni pengabdian masyarakat.

Pendidikan diimplementasikan dengan proses perkuliahan, penelitian direalisasikan dengan tugas akhir skripsi sedangkan pengabdian masyarakat diwujudkan dengan program KKN. Namun, kesemuanya itu hanya syarat minimal perguruan tinggi dalam mewujudkan Tri Dharma perguruan tinggi. Terlebih dalam aspek pengabdian masyarakat, ada banyak PR yang harus dibereskan mahasiswa dalam menjawab persoalan masyarakat khususnya peDesaan.

Memang, KKN belum bisa menjawab sepenuhnya problematika yang ada di masyarakat, namun sedikit banyak program KKN mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat serta memberikn output dan impact yang jelas. Di Desa yang saya tempati banyak warga yang memberikan penilaian posistif dari program KKN yang ditempatkan di Desa mereka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mereka menuturkan program KKN setahun silam berhasil mendirikan sebuah Taman Pendidikan al Qur’an (TPA) yang sebelumnya belum ada, karena kurangnya inisiatif dari masyarakat untuk membentuk TPA, dari cerita tersebut saya mencoba menguliti bagaimana bisa dari program KKN bisa berjalan kontinyu, sedangkan selama ini program KKN akan berhenti bersamaan dengan perpisahan.

Usut punya usut telisik punya telisik program ini menjadi program prioritas di masyarakat Desa tersebut, tentunya dengan pemetaan yang matang serta berbekal teori yang lontarkan waktu pembekalan, mulai dari transektor, mapping, diagram ven, diagram alur, pohon masalah dan pohon solusi. Bahasa gampangnya mahasiswa yang turun ke Desa untuk mencari ‘masalah’, masalah apa yang paling urgent untuk segera ditanggulangi. Lha dalam proses tersebut munculnya hipotesis bahwa problem pendidikan khusunya pendidikan agama menjadi problem utama di masyarakat.

Lantas, program yang dibuat adalah mendirikan sebuah TPA, karena program kerja ini berbasis Participatonary Action Research (PAR) yakni metode riset yang dilaksanakan secara partisipatif diantara warga masyarakat dalam suatu komunitas arus bawah yang semangatnya untuk mendorong terjadinya aksi-aksi transformatif atau melakukan pembebasan masyarakat dari belenggu ideologi dan kekuasaan, maka TPA yang sudah didirikan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat. Karena kelebihan dari program ini ialah tidak menjadikan masyarakat sebagai obyek akan tetapi antara mahasiswa dan masyarakat sama-sama berperan sebagai subyek atau pelaku sehingga dalam program yang dilakukan oleh mahasiswa bisa berjalan kontinyu.

Lebih gamblangnya mahasiswa diturunkan ke Desa bukan sebagai Nabi pembawa risalah Tuhan yang mengemban amanah untuk membumi hanguskan kemungkaran, mahasiswa diterjunkan ke masyarakat memposisikan sebagai pendamping masyarakat, anggapan yang keliru jika mahasiswa sebagai insan akademis adalah insan yang tahu segala hal dan mampu menyelesaikan masalah tanpa salusi, akan tetepi bagaimana agar mahasiswa bisa mendampingi masyarakat dalam memberikan solusi yang kemudian diimplementasikan oleh masyarakat, mahasiswa adalah jembatan bagaimana agar masalah yang ada di Desa bisa terurai dan mampu dicarikan solusi secara bersama.

Lha jika mahasiswa dituntut untuk membawa perubahan hanya dalam waktu 40 hari saya rasa itu mustahil dan sangat tidak mungkin, bahkan untuk mencari masalah yang paling urgent pun sebenarnya kurang apalagi sok-sokan mau mau menjadi agen perubahan yang realistisa aja deh.

Apalagi jika hanya menyoroti  acara lomba Desa yang dianggap buang-buang duit dan nirmanfaat, nonsense lebih-lebih bullshit, sebagian besar kelompok KKN yang mengadakan lomba Desa sebagai rangkaian perpisahan dan pada acara puncaknya adalah pemberian hadiah serta seremonial penarikan.

Kenapa lomba Desa sangat identik dengan KKN alasan yang pertama adalah moment agustusan dan yang kedua lomba Desa sebagai hiburan masyarakat dan mahasiswa setelah 40 hari penuh melakukan kerja-kerja pengabdian dan pelitian maka perlulah sedikit me-refresh otak, jadi lomba Desa itu bukan program utama KKN hanya sebagai rankaian perpisahan.

Selain itu, lomba yang dilakukan mahasiswa sekedar untuk merekatkan emosional antara mahasiswa dan masyarakat, sangat lucu ketika dalam perpisahan KKN bukan isak tangis yang menetes akan tetapi masyarakat bersyukur karena kehidupanya tidak lagi terusik oleh mahasiswa yang tidak punya kedekatan emosional dengan masyarakat. So, KKN bukanlah ajang gagah-gagahan sebagai agen perubahan tapi bagaimana agar bisa menanam pohon harapan dan bisa dipetik buahnya dikemudian hari baik untuk Desa yang ditempati KKN maupun mahasiswa ketika sudah kembali ke kampungnya masing-masing.

Ikuti tulisan menarik Muhammad Rizal Firdaus lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler