x

Foto: Senja di Pantai Nabire dengan obejek seseorang duduk sendiri. (YD:21-05-2022).

Iklan

Yulianus Degei

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 17 November 2021

Sabtu, 8 April 2023 20:58 WIB

Pertanyaan Konyol

Cerpen ini ku persembahkan kepada kedua sahabatku, YULIANUS MEKEI dan ERNES EDOWAI, sebagai bentuk apresiasi atas kegigihan untuk mengendalikan perasaan asmara mereka.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di bangku SMA semua orang berlomba-lomba untuk memiliki pasangan kekasih, tiap bulannya pasti ada yang putus ataupun ada yang nyambung, mereka menyebutnya ‘pacaran,’ hubungan yang menurut mereka legal untuk dilakukan. Pacarana dimasa muda bagaikan dunia milik mereka yang berpacaran kemana-mana mesti bergandeng tangan, ataupun yang dilakukan berdua diposting di media sosial milik mereka, dan ada yang tidak melakukannya. Memang tak masalah, itu bukan urusan Medox tapi ada yang mengusiknya, yaitu pertanyaan mereka yang konyol.

“Medo, kamu tidak pacaran?”

“Medo, tapi ingin pacarankan?”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Medo, sudah berapa lama tidak pacaran?”

“Medo, pernah ada yang mengatakan perasaan ke kamu atau tidak?”

Semua pertanyaan yang membuat Medox kikuk dalam sekejab. Kalau Medox bilang, “iya saya ingin pacarana,” namun dalam sekejab Medox berpikir, “untuk apa?” Minta diperhatikan, minta dikabari, minta diantar-jemput ke sekolah, atau sekedar menanyakan sudah makan atau belum?

Sebenarnya apa yang mereka harapkan dari pacarana? Kan kalau putus mereka menyakiti hati mereka sendiri dan tak sedikit pasangan yang berujung saling membenci ketika mereka putus. Tapi mungkin banyak pasangan yang menikah karena pacaran, ataupun memiliki hubungan yang baik-baik saja ketika mereka putus.

Pertanyaan konyol itu harus berlangsung. Hari itu belajar pelajaran bimbingan konseling dan setiap murid menemui wali kelas, giliran Medox pun tiba, entah dia bercanda atau serius pertanyaan itupun keluar dari mulut gurunya.

“Medo, kamu ada masalah dikelas kah?”

“Tidak pak,” jawab Medox biasa saja.

“Teman sebangkumu bagaimana?” gurunya bertanya lagi.

“Baik pak, tidak ada masalah,” jawab Medox lagi.

“Punya pacar?”

“Tidak ada pak.”

“Tapi pernah pacarankah?” tanya gurunya lagi

“Tidak pak,” jawab Medox tegang.

Batin Medox terucap, “ini pertanyaan atau interogasi?” Medox pun merasa dipojokan.

Pertanyaan yang terkahir membuat Medox menyedihkan.

“Tapi kamu normalkan? Maksudku kamu suka dengan perempuan to?” guru bimbingan konseling itu bertanya lagi.

“Iya pak, saya normal,” jawab Medox dengan serius.

“Kalau begitu silahkan kembali ke kelas,” perintah gurunya.

“Ahh…,” Medox hanya berani mengumpat dalam hati.

Apa semua harus tentang pacaran? Memang tidak masalah guru atau teman bahkan keluarga Medox sendiri bertanya soal pacaran atau tidak, mungkin yang guru Medox takutkan nilai mulai menurun ataupun salah pergaulan, tapi yang Medox tak habis pikir seorang guru yang meragukan muridnya normal atau tidak? Membuat hati Medox seakan-akan hancur seketika.

“Saya ini laki-laki normal, saya pun menyukai lawan jenis, tapi tidak untuk berpacaran.” Medox pun berkata dalam hati.

Setidaknya guru itu menanyakan, “ kenapa kamu tidak pacaran?” dibandingkan dengan bertanya, “kamu normal?” Mungkin Medox pun akan menjelaskan kenapa dia tidak berpacaran.

Dalam kesunyian Medox pun merenungkan sebuah kata yang sering Medox dengar, ‘Jomblo’ begitu orang memanggilnya. Sebuah kata yang singkat dan padat tapi membuat orang yang mendengarnya merasa terasingkan. Jomblo adalah sebuah perumpamaan seseorang yang tidak memiliki pasangan, bahkan kata jomblo sering menjadi bahan lelucon untuk sebagian orang, kadang lelucon mereka lontarkan untuk orang terdekat mereka sendiri.

‘Jomblo’ ada apa dengan kata itu? Tak akan berdosa jika seseorang memakai gelar jomblo, ataukah memang berdosa?

Memang Medox mengetahui bahwa terkadang Medox ingin seperti mereka, meluangkan waktu bersama Ketika libur sekolah, saling bertukar pesan, dan terkadang Medox pun merasa kesepian. Teman-temannya sibuk dengan pacar mereka, keluarga Medox pun sibuk dengan kesibukan mereka.

Tetapi tetap saja Medox takut, Medox tidak mau merasakan kesedihan yang mendalam setelah berpacaran.

Medox memegang prinsip itu sampai di bangku kuliah. Di bangku kuliah pun ia tak ingin berpacaran, ia tetap memakai gelar jomlo sampai ia menyelesaikan studinya dengan gelar sarjana.

Setelah menyelesaikan studinya, Medox merayakan ibadah syukuran bersama keluarga tercintanya. Beberapa bulan kemudian Medox pun mencari pasangan hidupnya, dan tidak memakan waktu yang lama, ia menemukan gadis yang cantik bernama Anjelin. Mereka berduapun melangsungkan acara pernikahan dengan sangat meriah dan dihadiri oleh seluruh teman-teman Medox.

Dogiyai, 08 April 2023

Karya: Yulianus Degei

 

 

Ikuti tulisan menarik Yulianus Degei lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

12 jam lalu

Terpopuler