x

Sejarah Peradaban Islam

Iklan

Mohamad Syafaat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 April 2023

Minggu, 23 April 2023 06:44 WIB

Memahami Idul Fitri

Ada dua kata dalam “idul Fitri”, yaitu I’d dan Fitri. I’d antara lain berarti hari dimana orang banyak berkumpul karena pada hari itu ada nilai–nilai yang disepakati sebagai sesuatu yang amat penting. Hari ini dinamai hari raya. Fitri antara lain berarti kembali ke asal kejadian.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menjelang idul fitri, saya mencoba memahami apa yang dinamai idul fitri agar dapat menemukan substansinya. Pemahaman terhadap substansi akan membawa kita ke arah hidup yang lebih baik dan dapat membawa kita merasakan nikmat kepuasan akal yang bisa mengantar kepada kelapangan jiwa dan ketenangan batin. Saya akan mengurai dan mendiskusikannya kepada pembaca.

Ada dua kata dalam “idul Fitri”, yaitu I’d dan Fitri. I’d antara lain berarti hari dimana orang banyak berkumpul karena pada hari itu ada nilai – nilai yang disepakati sebagai sesuatu yang amat penting. Hari ini dinamai hari raya. Fitri antara lain berarti kembali ke asal kejadian.

Kembali ke asal kejadian kita berarti suci, karena saat lahir, kita dalam keadaan suci. Suci paling tidak ada tiga unsurnya, yaitu benar, baik dan indah. Mencari benar menghasilkan ilmu, mencari baik menghasilkan akhlak, mencari indah menghasilkan seni.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketiga unsur tersebut dapat menghasilkan peradaban yang sesuai dengan tutntunan agama. Hilang salah satunya, peradaban tidaklah sempurna. Idul fitri mestinya menjadikan manusia mengarah kepada kemajuan peradaban karena meningkatnya ilmu, akhlak dan seni (kebudayaan). Hal ini sesuai dengan arti kata syawal, yaitu meningkat. Idul fitri berada di bulan syawal.

Idul fitri juga erat kaitannya dengan kegembiraan. Pada salah satu hari raya idul fitri, pernah datang dua orang penyanyi dan menyanyi di rumah nabi SAW. Waktu Abu Bakar datang ke rumah beliau dan menyaksikan itu lalu berkata di depan anaknya, Aisyah yang juga merupakan istri nabi SAW, “Ini apa ada nyanyian di rumah nabi”. Kata nabi SAW, “Biarkan, ini hari gembira. Menyanyilah”. Idul fitri seyogyanya disambut dengan kegembiraan.

Ucapan yang diajarkan nabi saat idul fitri adalah Nabi mengucap “taqobbalallahu minna wa minkum” (semoga allah menerima kita semua). Menerima amal ibadah kita, puasa, zakat dan lain sebagainya. Namun di Indonesia saat idul fitri populer orang mengucap “minal aidin wal faizin” (semoga kembali suci dan memperoleh kemenangan). Dari ucapan ini, idul fitri dikenal oleh masyarakat luas sebagai hari kemenangan. Ini mengesankan seakan sebelumnya ada “perang” sehinga memperoleh kemenangan. Kemenangan dari apa? Nafsu? Setan? Menurut hemat saya, tidaklah demikian. Bukankah perjuangan melawan nafsu dan setan selalu ada dalam diri dan baru bisa berhenti saat kita mati? Sebenarnya kata faizin lebih banyak mengandung makna pengampunan dan dimasukkan ke surga.

Di dalam alqur’an, paling tidak ada satu hal yang berkaitan dengan selesainya puasa, yaitu agar supaya kamu bersyukur. Syukur memiliki makna antara lain menerima yang sedikit dan menganggapnya banyak dan memberi yang banyak dan menganggapnya sedikit. Syukur juga berarti memfungsikan sesuatu sesuai fungsi yang diharapkan dari nya.

Dari uraian diatas, memahami Idul Fitri tidak lepas dari kesucian, kegembiraan, pengampunan dosa dan syukur. Kesucian dapat mengantar kita menjadi sosok ilmuwan, budiman dan seniman. Kegembiraan dapat melapangkan jiwa kita. Pengampunan dosa dapat membuat kita tidak larut dalam kesalahan dan membuat kita bangkit. Syukur membawa kita kepada selalu merasa cukup dan tidak berlebihan serta mengoptimalkan fungsi diri kita sebagai manusia.

Ikuti tulisan menarik Mohamad Syafaat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler