x

Sumber listrik

Iklan

Bagas Indrayatna

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 1 Mei 2023

Selasa, 2 Mei 2023 07:38 WIB

Strategi Manajemen Feedstock Cangkang Sawit sebagai Biomassa Co Firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap

Cangkang sawit sebagai biomassa yang potensial mulai dilirik oleh industri pembangkit listrik dalam maupun luar negeri. Perlu adanya model manajemen agar supply chain cangkang sawit dari pabrik kelapa sawit menuju PLTU terkontrol.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Terbitnya Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) tahun 2019-2038 menyebutkan bahwa salah satu roadmap konservasi energi untuk kegiatan penyediaan energi adalah program peningkatan efisiensi energi dengan metode co-firing. Hal ini direspon oleh PLN dengan melakukan uji coba co-firing menggunakan pelet kayu dan cangkang sawit di lima PLTU jenis Pulverized Coal (PC) dan Circulating Fluidized Bed (CFB). Hasilnya, dari beberapa parameter standar operasional coal mill menunjukkan bahwa co-firing batubara dan cangkang sawit hingga 3% memperoleh hasil yang baik dan aman bagi coal mill.

Sebagai salah satu material co-firing PLTU di Indonesia, cangkang sawit memiliki daya tarik yang memikat. Hal ini karena pasokan cangkang sawit yang melimpah, nilai kalornya tinggi, dan ramah lingkungan. Dilihat dari segi pasokan, cangkang sawit Indonesia mencapai 2,01 juta ton per tahun (Badan Pusat Statistik, 2019). Jika dari nilai kalor, nilai kalor cangkang sawit mencapai 4.760 Kcal, sedangkan nilai kalor batubara yaitu 5.040 Kcal. Ini semua membuat komoditas cangkang sawit sebagai co firing PLTU batubara cukup seksi dan menarik untuk dikembangkan.


Untuk bisa menerapkan cangkang sawit sebagai co firing PLTU batubara, perlu adanya manajemen pemasokan/manajemen feedstock. Namun, penulis menemukan bahwa sampai saat ini belum ada regulasi atau sistem khusus untuk manajemen feedstock cangkang sawit sebagai co firing PLTU batubara. Pada tahun 2019, Yovita Yulia M Zai dalam tesisnya telah membahas mengenai strategi inovasi logistik cangkang sawit untuk pasar ekspor. Hanya saja ini tidak mengarah pada manajemen feedstock cangkang sawit sebagai co firing PLTU batubara. Untuk itu diperlukan manajemen khusus mengatur logistik cangkang sawit dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menuju ke PLTU. Apabila regulasi atau sistem ini belum ada, maka akan menjadi penghambat dalam pelaksanaan co firing PLTU batubara di Indonesia. Karena akan terjadi tumpang tindih kepentingan dalam proses pendistribusian dan memanajemen pasokan cangkang sawit.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan pengalaman penulis kuliah pada jurusan teknologi pengolahan sawit, penulis menemukan solusi untuk masalah ini. Penulis menemukan suatu strategi yang disebut Manajemen Cangkang Sawit Nasional (MACAN) sebagai solusi dari manajemen feedstock cangkang sawit nasional untuk memasok PLTU di seluruh Indonesia. MACAN merupakan strategi manajemen feedstock cangkang sawit yang terstruktur, terintegrasi, dan modern. MACAN terdiri dari enam strategi yaitu :


1. Pemusatan data cangkang sawit dan penetapan harga acuan cangkang sawit nasional.
Strategi ini mengutamakan pada pemusatan data cangkang sawit secara nasional oleh Kementrian/Lembaga terkait. Kementrian/Lembaga terkait dapat melakukan survei statistik ke seluruh PKS untuk mengambil data cangkang sawit. Survei dilakukan setiap triwulan dengan mengambil data produktivitas cangkang sawit dan mengambil sampel cangkang sawit untuk diteliti guna mengetahui kualitasnya. Sehingga produktivitas, kualitas, pemetaan potensi, harga,
ekspor-impor dapat dikontrol secara masif dan komprehensif. Dengan pemusatan data, maka mudah bagi Kementrian/Lembaga terkait memberikan jaminan pasokan dan penetapan harga acuan cangkang sawit nasional. Atas dasar ini, dapat didirikan divisi/subdirektorat khusus cangkang sawit di Kementrian/Lembaga terkait perkelapasawitan nasional.


2. Pembangunan Palm Shell Distribution Terminal (PSDT) di wilayah regional penghasil cangkang sawit untuk menjamin keamanan, fleksibilitas dan efisiensi penyediaan cangkang sawit.
PSDT berfungsi sebagai pusat data yg mengkomunikasikan antara keberadaan cangkang sawit dari suatu PKS (supply) ke PLTU (demand). PSDT menjaga dan menjamin ketahanan pasokan cangkang sawit ke PLTU dengan melaksanakan sistem cadangan/stockpiling di PKS. Sehingga proses distribusi cangkang sawit dari PKS menuju PLTU dapat berjalan satu pintu. PSDT akan menentukan sistem transportasi yang akan digunakan, PKS yang akan memasok, dan sistem
distribusinya (single distribution atau pillion distribution). Oleh karena itu, PSDT menjadi motor utama dalam manajemen feedstock cangkang sawit ini. PSDT akan bekerja dengan memanfaatkan Internet of Things dan Big Data. Pemanfaatan teknologi 4.0 ini akan mempermudah sistem kontrol dan pemetaan antara supply & demand.

Saat ini dengan jumlah produktivitas 36.594.813 ton per tahun (Badan Pusat Statistik, 2019:21) yang tersebar di 25 provinsi, PSDT dipetakan menjadi 12 regional. Meliputi regional Aceh-Sumatera Utara (ACSU), Sumatera Barat-RiauKepulauan Riau (SBRI-KR), Jambi-Bengkulu (JMBL), Sumatera Selatan-Lampung-Bangka Belitung (SLBB), Jawa BaratBanten (JBB), Kalimantan Barat-Kalimantan Tengah-Kalimantan Selatan (KBTS), Kalimantan Timur-Kalimantan Utara (KTKU), Gorontalo-Sulawesi Barat-Sulawesi Selatan (GSS), Sulawesi Tengah-Sulawesi Tenggara (STT), Maluku, Papua, dan Papua Barat. Dasar argumentasi pengategorisasian menggunakan suatu pendekatan yang disebut sebagai klasterisasi.
Klasterisasi ini berdasarkan sisi kesediaan/supply dan permintaan/demand. Sisi supply yaitu dengan memperhatikan kedekatan geografis provinsi dan produktivitas produksi kelapa sawitnya. Sisi demand yaitu memperhatikan kedekatan dengan pusat sarana tranportasi seperti pelabuhan laut, jalan raya/tol, atau kereta api barang serta memperhatikan kedekatan dengan lokasi PLTU.


3. Menerapkan sistem resources base dalam pendistribusian dari PKS menuju PLTU.
Strategi ini berfokus pada target distribusi cangkang sawit dari PKS menuju PLTU dengan jarak paling dekat dan moda transportasi paling efisien. Sehingga efisiensi supply & demand pasokan cangkang sawit PLTU dapat terjaga. Pemetaan pasangan PKS dengan PLTU terkait distribusi ini dibuat sesuai efisiensi dan efektifitas jarak tempuh, transportasi, dan tingkat supply & demand. Pemetaan dibuat dan diubah oleh PSDT dengan menyesuaikan stock PKS dan kebutuhan PLTU. PSDT akan selalu memperbarui peta supply & demand ini sesuai resource base yang ada. PSDT akan menerima informasi terbaru mengenai pasokan cangkang sawit di setiap PKS per jam. Informasi ini akan ditampung dalam satu platfrom cloud computing. Dimana data input dari PKS akan disandingkan dengan data output (demand) dari PLTU di hari itu. Pemasangan PKS dan PLTU akan berdasar pada letak secara geografis dan kondisi infrastruktur moda transportasinya. PSDT akan menggunakan fitur Google Maps untuk memudahkan melihat letak geografis dan kondisi
jalur transportasinya.


4. Menerapkan sistem transportasi yang lebih optimal dan efisien (pemilihan jenis dan kapasitas moda angkut)
Sistem transportasi menjadi faktor utama dalam pendistribusian cangkang kelapa sawit. Oleh karena itu, perlu dibangun sistem transportasi yang optimal dan efisien. Pemilihan jenis dan kapasitas moda angkut ini menjadi tanggungjawab PSDT. Penetapan jenis dan kapasitas moda angkut akan erat kaitannya dengan jarak PSDT dengan PLTU, kapasitas cangkang sawit yang akan dikirim, dan retention time yang disepakati oleh pihak PSDT dan PLTU. Misalnya walaupun secara jarak darat suatu PSDT dengan PLTU dekat, namun jika diakses jalannya jauh atau rusak sehingga dapat menaikkan cost. Maka PDST akan mengambil moda transportasi laut untuk mengefisiensi cost dan waktu.


5. Menerapkan pillion system dengan perusahaan batubara untuk distribusi satu tujuan PLTU.
Pillion system merupakan sistem distribusi cangkang sawit yang dititipkan dengan kapal/moda transportasi yang akan mengirim batubara ke PLTU. Sistem ini akan membuat praktis distribusi karena posisi PDST kapasitas cangkang sawit besar dekat dengan Coal Power Plant (CPP)/terminal batubara. Misalkan dalam pengiriman 10000 ton batubara ke PLTU Paiton dari CPP Kalimantan Tengah, PDST dapat melakukan pillion system dengan menitipkan 300 ton cangkang sawit
yang bersumber dengan PKS terdekat. PSDT sebagai media komunikasi antara PKS dan CPP akan mengatur jumlah cangkang sawit yang akan dikirim. Hal ini efektif demi mewujudkan co-firing PLTU sebesar 3 % di PLTU Paiton.


6. Membangun e-MACAN, aplikasi khusus supply chain cangkang sawit.
Demi efisiensi dan efektifitas komunikasi bisnis antara pihak pemasok/PKS, pendistributor/PSDT, dan konsumen/PLTU, aplikasi e-MACAN perlu dibangun. Aplikasi ini akan mengakomodasi, menginformasikan, dan mengkoordinasi mengenai pasokan cangkang sawit dari hulu sampai hilir secara Internet of Things (IoT). Penggunaan EMACAN misalnya digunakan dalam koordinasi pasokan di PKS dengan permintaan PLTU. Pihak PLTU dapat mengecek pasokan cangkang sawit di PKS terdekat. Setelah itu bisa memesan cangkang sawit sesuai harga di hari itu yang secara
otomatis akan diperbarui oleh pihak Kementrian/Lembaga terkait. Selain itu, pihak PLTU juga bisa memesan cangkang sawit dan mengirimkan dengan pillion system. Jika pihak PLTU meminta pendistribusian dengan pillion system maka, pihak PDST akan bekerjasama dengan pihak batubara untuk menitipkan distribusi cangkang sawit.

Semua itu akan dilaksanakan dengan sistem big data & Internet of Things.
Strategi MACAN didesain dengan sistem terpadu satu pintu, modernisasi dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, dan sistem logistik yang fleksibel. Dengan melihat iklim pasar cangkang sawit yang semakin digemari pasar global, strategi ini memudahkan stakeholder untuk bisa memonitoring supply & demand secara optimal. Sehingga hal ini mampu menekan kerugian dan meningkatkan kesejahteraan bagi stakeholder dan masyarakat yang berkecimpung di dunia cangkang sawit. Hadirnya strategi MACAN, diharapkan memberikan dampak positif kepada manajemen feedstock cangkang sawit untuk co-firing PLTU di Indonesia. Masalah tumpang tindih kepentingan dalam pendistribusian cangkang sawit akan teratasi. Harga cangkang sawit juga akan stabil sehingga memudahkan dalam proses penggunaannya untuk co firing PLTU batubara. Karena cangkang sawit merupakan biomassa ramah lingkungan, ini membantu upaya menyiapkan
energi berkelanjutan untuk anak cucu kita nanti. Selain itu, strategi ini juga memudahkan pemerintah dalam memonitoring supply & demand cangkang sawit. Sehingga apabila akan diekspor, akan ada pertimbangan dengan kebutuhan cangkang sawit dalam negeri secara terukur. Harapannya MACAN dapat direalisasikan menjadi kebijakan atau regulasi untuk mengoptimalkan co-firing PLTU batubara di Indonesia. Demi tercapainya bauran energi baru terbarukan
23% di tahun 2025.

Ikuti tulisan menarik Bagas Indrayatna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini