x

ilustrasi: duapah doc.

Iklan

Diah Simangunsong

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 April 2023

Jumat, 19 Mei 2023 09:56 WIB

Buah Alkesa

Cerita singkat tentang buah Alkesa, simanis kenangan ku bersamanya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aku sedikit menunduk, mengambil buah yang sejak 7 hari lalu selalu aku tunggu lebut sejak hari pekan minggu lalu. 

"Yes, lebut," ucap puasku saat ku tau satu dari tiga buah itu masak.

Buah ini unik, jarang sekali bisa menemukan buah ini. Untuk membuat dia lembut harus ditaburi garam dibagian atas, dekat tangkainya. Diamkan satu atau dua hari dia kan lembut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Itu ilmu yang ku dapat dari Youtube. Nama buah itu, Alkesa.

Ku ambil pisau hijau yang ada di rak piring. 

"Yah, kenapa jadi begini," kulihat pisau tadi sudah rusak, seakan bagian tembaga pisau ini akan terlepas. 

Aku ambil karet ban yang malam tadi aku letak di halaman depan rumah, aku mulai mengingkatnya kuat. Ditambah potongan plastik agar lebih kuat. 

Aku kembali mengupas buah itu kembali, kali ini semua kulit buah sudah hilang. 

Kaki melangkah menuju kamar mandi, menaikkan celana panjangku agar tidak kena tempias air. Aku ambil satu gayung air untuk mencuci buah hingga aku merasa benar-benar bersih.

Aku potong kecil-kecil diatas piring orange berbentuk daun. Ada  sisa daging buah yang menempel dibiji buah Alkesa. Aku ambil dan ku masukkan dalam mulut.

Seketika aku diam membeku, gigiku mulai mengunyah, merasakan manisnya, lemaknya, padatnya daging buah yang ada dalam mulutku.

Rasa buah ini mengingatkanku pada kenangan manisku bersama dia, dia yang pernah ku sebut sebagai ayang pada saat itu.

Saat aku dan dia belanja di pasar Sabtu di pasar Danga. Membeli keperluan dapur untuk persediaan satu minggu. 

Dia menunjuk buah yang dijual mama paruh baya, bentuknya aneh tidak sama dengan buah yang bisa kami lihat. 

Warnanya didominasi dengan hijau namun pada bagian tertentu ada warna orange kekuning-kuningan. Bentuknya seperti buah Kesemek tapi lebih oval, dan lebih besar dari ingatkan ukuran Kesemek yang ku ingat.

"Mama, ini buah apa ya?" Tanya dia pada mama yang sedang membetulkan sarung yang dipakainya.

"Itu buah Alkesa, rasanya manis dan ini sudah lembut jadi bisa langsung dimakan," ucap ibu menjelaskan dengan semangat.

"Mau coba buah ini?" Aku mengangguk tersenyum bahagia tanda setuju dengan ide gilanya.

Keranjang sudah penuh, selanjutnya kami pulang sambil bergandengan tangan. Bercerita tentang hal yang lucu yang kami temukan dipasar.

Tertawa kecil, saling berkomentar dan tak jarang tanganku sudah memukul pundaknya.

Sampai dirumah mulai membereskan semua belajaan, masak dan makan bersama.

"Ye, udah kenyang. Mau cuci piring tapi nanti aja ya masih capek," rengeknya minta persetujuanku walaupun dia tau aku akan mengizinkannya.

"Eh, kita coba buah Alkesa yuk, aku pesaran gimana rasanya, mirip kayak Kesemek gak ya?" Aku berjalanan menuju dapur mengambil buah yang aku maksud dan tidak lupa pisau.

Matanya berbinar menunggu aku mengupas buah itu, tapi sepertinya proses membuka buah ini terlalu lama. 

"Sini deh aku buka, kamu lama ngupasnya," 

"Kenapa gak dari tadi sih, jadi kan aku gak perlu kasih kotor tangan," buah dan pisau sudah berpindah tangan.

Sudah dikupas dan dicuci dengan air di gelas, karena mager ke kamar mandi lagi. Tapi kami yakin sudah higienis. Dipotong kecil-kecil dan mencicipi.

Gigitan ku pertama, terdiam menikmati buah ini didalam mulutku. Mataku intens menatap wajahnya, diam sejenak. Mengartikan jawaban yang dia sampaikan lewat ekspresi wajahnya. Dia juga begitu.

"Enak". "Aku gak suka, manisnya terlalu padat," tanganku menggeser piring berisi potongan buah Alkesa kearah dia.

"Yee... aku habiskan ya kamu gak nyesal kan y?" Aku menggeleng yakin karena aku benar-benar tidak suka.

Tapi eksepresinya puas sekali saat tau aku tidak suka dan dia yang akan menghabiskan semua buah Alkesa itu.

Senyumnya, tawanya, ekespresinya, dan wajahnya selalu ku ingat.

"Mama kenapa?" Ingatkan ku buyar, saya saat tangan kecil menyentuk tanganku. 

"Tidak apa-apa sayang, mama hanya ingat papamu," ku usap air mata yang ternyata sudah menetes dari mataku.

"Ayo, kita kedepan makan buah Alkesa ini didepan ya. Tapi sebelum itu kita sama-sama berdoa untuk papa. Agar dia tenang disana," ajakku dengan memegang tangan jagoan kecilku.

 

Ikuti tulisan menarik Diah Simangunsong lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler