Ketika Tambang Subur Ekologi Hancur dan Air Mata Mengalir - Analisis - www.indonesiana.id
x

SEORANG BURUH TAMBANG AMBRUK KE TANAH

Iklan

Ali Akbar Muhammad

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Mei 2023

3 hari lalu

Ketika Tambang Subur Ekologi Hancur dan Air Mata Mengalir

Kapitalisme Pertambangan telah menyngkirkan petani dan dari ruang hidup, upah murah bagi kaum buruh, alam dan lingkungan yang hancur. Desa Sawa Kecamatan Weda Tengah Kabupaten Halmahera Tengah adalah studi kasus kongkrit terkait bringasnya kapitalisme pertambangan.

Dibaca : 1.978 kali

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejak beroperasasinya perusahaan nickel di Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, tepatnya di Kecamatan Weda Tengah, Desa Lelilef Sawai. Kehidupan mereka mulai dirubah. Masyarakat Sawai sebelumnya hidup bergantung pada laut dan berkebun. Dipaksa hidup dalam masyarakat industrialis. Pasalnya tanah mereka telah dikuasai secara paksa oleh perusahaan nickel, laut mereka dicemari limbah tambang dan mereka dipaksa menjadi buruh murah.

Seperti yang dituturkan oleh Yulius urnama saat penulis temui pada tahun 2021 , “Untuk masyarakat sawai dari batas Desa Gamaf sampai Desa Woebulen itu sudah 99% dibebaskan oleh perusahaan. Hanya tersisah beberapa tempat yang belum dijual seperti yang torang (kita) lihat masih hijau, dan yang belum dijual itu tinggal 1%.”

Hal serupa disampaikan Max Sigoro. Saat diwawancarai penulis “Kalau warga Desa Gamaf 100% sudah menjual lahannya pada perusahaan," (2021).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak hanya tanah yang dirampas oleh perusahaan nickel, alam pun dirusak. Sungai yang menjadi sumber mata air bagi masyarakat sawai tak bisa lagi dikomsumsi. Laut sebagai sumber penghidupan untuk mencari kebutuhan makan (Ikan), semakin sulit didapatkan.

“Karena kondisi lautan saat ini sudah parah, ketika memancing sudah tidak bisa lagi apalagi yang dekat perusahaan sudah dilarang. Selain itu pengaruh kapal-kapal yang besar juga sudah membuat kami kesulitan. Bahkan untuk mecari ikan saja jaraknya sudah sangat jauh. Setelah ada perusahaan, laut tercemari oleh limbah perusahaan seperti limbah PLTU. Kalau pagi hari kami berangkat untuk memancing, dari lautan, kampung kami sudah tidak terlihat karena tertutup asap pabrik. Bahkan sumur-sumur warga yang tidak ditutup maka akan ada abu hitam," ungkap Max Sigoro, (2021).

Demikian juga diungkapkan oleh Ramli salah satu warga Lelilef, ketika diwancarai oleh penulis,“ Ada sumber mata air di areal perusahaan seperti sungai go, mei, akejira dan sungai kobe. Sumber air tersebut sebelum kehadiran perusahaan bisa dikomsumsi oleh warga, mirisnya Ketika hadirnya perusahaan sudah tidak bisa lagi dikomsumsi akibat sudah tercemar,” terang Ramli. (2021).

Ketika tanah telah dikuasai, laut dicemari, masyarakat Sawai yang sebelumnya bekerja sebagai petani dan nelayan, dipaksa beralih menjadi buruh murah di perusahaan nickel. Kalau pun tak menjadi buruh murah, terpaksa harus membangun usaha seperti kos-kosan (dari hasil menjual tanah secara paksa untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Berikut ini penjelasan singkat disampaikan Veri salah satu buruh dan juga warga Lelilef, “Mayoritas Warga lokal, beralih dari petani ke buruh tambang. Masyarakat lokal sudah tidak punya akses tanah, sebab sudah di kuasai oleh perusahaan”.(Wawancara 17 JULI 2021).Sekilas tentang perusahaan nickel yang telah menyingkirkan masyarakat Sawai dari ruang hidup dan menjadikan mereka buruh murah.

  1. Weda Bay Nikel merupakan perusahaan joint venture antara PT Aneka Tambang dan Eramet Group asal Prancis. Pada 19 Januari 1998, Presiden Soeharto menandatangani Kontrak Karya (KK) Generasi VII tersebut. Perusahaan pun berhak atas konsesi tambang seluas 76.280 hektare di Teluk Weda dan sekitarnya. Pemilik saham PT Weda Bay Nickel dimiliki oleh empat perusahaan yaitu, Tsingshan sebesar 57%, Eramet S.A sebesar 43%, Strand Mineral Pte Ltd sebesar 90% dan PT Aneka Tambang Tbk sebesar 10%.

Argumen yang sering dilontarkan oleh para politisi, akademisi dan pemeritah, bahwa kehadiran perusahaan tambang akan membawa kebaikan bagi masyarakat. Terutama dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun realita menunjukan hal berbeda. Kawasan IWIP, digadang-gandang telah memberikan kontribusi atas peningkatan ekonomi Provinsi Maluku Utara (27%) tertinggi di dunia. Justru tak memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat.

Data Badan Pusat Statistik menyebutkan Halmahera Tengah termasuk sebagai Kabupaten dengan peringkat tertinggi mengoleksi masyarakat miskin. BPS Halteng mencatat, penduduk miskin di Halteng 2021 capai 7.650 jiwa dari 63.190 penduduk.

Iwan Fajar Prasetyawan, Kepala BPS Halteng, mengatakan, penduduk miskin di Halmahera Tengah Maret 2021 sebesar 7.650 orang (13,52%), berkurang tipis dari Maret 2020 sebesar 7.700 orang (13,56%).” (mongabay).

Bahkan dari hasil keuntungan yang begitu besar dari kawasan industri nickel tersebut tak mampu memberikan akses pendidikan dan kesehatan gratis bagi masyarakat Halmahera Tengah . Konflik-konflik horizontalpun terus terjadi antara warga lokal dan warga pendatang.

 

Diskriminasi ras terhadap tenaga kerja asing terus diproduksi, kriminalitas semakin meningkat, perdagangan perempuan, dan pembunuhan misterius terus terjadi semenjak kehadiran perusahaan tambang.

Bagi penulis akar masalah dari berbagai kompleksitas masalah diatas, bukan hanya karena hadirnya indsutrialisasi, perusahaan tambang atau karena tak adanya tanggung jawab pemerintah.

Jika diperiksa mengunakan analisa ekonomi politik, akar masalah terletak pada sistem kapitalisme. Dimana logika utama dari sistem ini ialah akumulasi modal. Karena itulah kerja manusia tak didistibusikan untuk kesejahteraan manusia dan pelestarian alam.

Secara historis praktek kapitalisme yang terjadi di Kabupaten Halmahera Tengah, tepatnya di Kecamatan Weda Tengah, Desa Lelilef Sawai. Sudah pernah terjadi pada masa awal perubahan dari feodalisme ke kapitalisme. Proses pengkaplingan lahan dengan model kepemilikan absolut khas borjuasi beserta pengusiran kaum tani penggarap darinya ini di dalam sejarah Inggris kemudian dikenal sebagai Enclosure. Proyek-proyek enclosure, entah itu di kampung halamannya kapitalisme Eropa Barat saat itu, maupun hingga sekarang di negeri-negeri pinggiran kapitalis seperti Halmahera Tengah (Indonesia).

Pemisahan petani-masyarakat adat dari tanah garapan atau sarana produksi inilah kemudian memilah masyarakat Halmahera Tengah menjadi dua lapisan sosial, yaitu mereka yang mempunyai uang serta sarana produksi dan mereka yang hanya memiliki tenaga untuk dijual.

Golongan pertama, disebut Marx sebagai kapitalis karena mereka menguasai dan hidup dari sekadar memiliki kapital (sarana produksi dan uang), sedangkan yang kedua disebut proletariat karena tidak menguasai apapun selain kemampuannya bekerja (Baca: Karl Marx, Akumulasi Primitif).

Itulah kenapa kehadiran perusahaan tambang di Halmahera Tengah, di Kecamatan Weda Tengah, Desa Lelilef tujuannya bukan untuk mensejahterakan masyarakat tapi justru memperkaya segelintir orang. Sudah tentu yang mendapat untung ialah para kapitalis yang berkelindan dengan oligarki nasioanal-lokal-militerisme dan antek-anteknya. Sedangkan masyarakat hanya akan mendapatkan pemiskinan dan pengrusakan alam.

 

Lalu apa yang harus dikerjakan agar indsutrialisasi di Halmahera Tengah bisa beralih pada energi yang ramah lingkungan serta mampu menjawab kesejhateraan buruh, petani dan masyarakat miskin lainnya? Jawaban paling tepat adalah dekapitalisasi. Namun untuk melakukan dekapitalisasi penting mempersiapkannya secar benar.

Pertama perlawanan-perlawanan yang sudah ada sejak masuknya perusahaan tambang, untuk melawan perampasan ruang hidup, melawan pengrusakan lingkungan dan perjuangan kaum buruh. Harus didorong untuk menyatukan kekuatan. Karena perjuangan untuk melakukan dekapitalisasi tak bisa secara sektoral dan terpisah-pisah.

Kedua jejaring perlawanan yang sudah menyatu. Penting untuk melakukan kerja-kerja pendidikan politik dan propaganda. Pekerjaan ini penting dilakukan agar adanya kesadaran bersama tentang musuh kaum tani, gerakan melawan pengrusakan lingkungan dan kaum buruh adalah kapitalisme.

Ketiga penyatuan tersebut tak bisa dibiarkan cair dalam bentuk-bentuk aksi langsung untuk melakukan perlawanan. Penting didorong untuk mempunyai alat politik. Karena perjuangan melawan kapitalisme tak bisa saja dilakukan secara sosial ekonomi saja. Tapi penting juga dilakukan sampai pada tahapan politik. Karena tanpa merebut kekuasaan dari tangan kaum kapitalis maka perjuangan untuk mewujudkan indsutrailisasi yang ramah lingkungan agar mengabdi pada kesejahteraan dan pembangunan manusia akan semakin sulit untuk dicapai.

Ali Akbar Muhammad (Warga Halmahera Tengah)

 

Bahan Bacaan:

Hasil Riset Penulis Tahun 2021

https://nikel.co.id/yudi-santoso-total-tiga-tahapan-investasi-iwip-us-191-juta/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=yudi-santoso-total-tiga-tahapan-investasi-iwip-us-191-juta

https://www.mongabay.co.id/2022/06/08/tambang-unggul-di-maluku-utara-ekonomi-tumbuh-tetapi-daerah-tak-rasakan-hasil-warga-miskin/

https://www.arahjuang.com/2020/04/22/menjaga-bumi-melawan-kapitalisme/

https://www.arahjuang.com/2019/04/22/kapitalisme-merusak-bumi-dan-solusi-sosialis/

https://indoprogress.com/2011/09/penembakan-tiaka-dan-akumulasi-primitif/

https://www.jatam.org/petaka-di-balik-undangan-investasi-jokowi-ke-perusahaan-eropa/

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Ali Akbar Muhammad lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler