x

Proyek geothermal yang dikelola oleh PT Sorik Merapi Geothermal Power (SMGP) di Mandailing Natal, Sumatera Utara mengeluarkan semburan H2S

Iklan

Lia Melankolia

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Mei 2023

Kamis, 25 Mei 2023 11:02 WIB

Transisi Energi Sebenarnya untuk Siapa?

Menurut penelitian, selama 5 tahun kedepan suhu bumi akan naik sebesar 1,5°C. Untuk menangani krisis iklim ini, dilakukan transisi energi demi mengurangi pemanasan global. Namun, ternyata menjadi "sesat nalar" yang meminggirkan risiko terhadap kelompok-kelompok rentan terutama perempuan. Apakah sebetulnya transisi energi wajah lama kolonialisme ekstraktif?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Krisis iklim 

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apa kira-kira yang terlintas di pikiran kita ketika mendengar kata "transisi energi"? Tentunya suatu model energi terbarukan yang mampu mengurangi krisis iklim akibat emisi zat buang. Emisi dari zat buang meningkatan efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. 

 

Dilansir dari Esdm, transisi energi berupa energi panas bumi atau geothermal merupakan sumber energi bersih, ramah lingkungan, dan sustainable. Air diinjeksi menuju batuan reservoir yang menghasilkan air panas. Air panas inilah menjadi penggerak turbin dan memutar generator untuk menghasilkan listrik. 

 

Energi panas bumi digadang-gadang sebagai alternatif, mengalirkan listrik ke tiap-tiap rumah untuk menggantikan batu bara yang meningkatkan efek rumah kaca. Namun, ternyata masalah baru datang dari transisi energi. Timbul pertanyaan, sebenarnya transisi energi diperuntukkan kepada siapa? 

 

Ekstraksi panas bumi ini sudah beroperasi pada 25 Januari 2021 di Mandailing Natal, Sumatera Utara. Proyek geothermal yang dikelola oleh PT Sorik Merapi Geothermal Power (SMGP) mengeluarkan semburan gas H2S. Tentu saja, semburan gas H2S berbau telur busuk yang menyengat. Jika kadar H2S tinggi maka orang yang menghirup mengalami kejang hingga kematian.

 

Ini sudah terbukti, lima orang warga meninggal dunia termasuk anak-anak dan puluhan dirawat di rumah sakit.Tak hanya itu, kelompok-kelompok rentan terutama perempuan mengalami pelemahan dengan pengalihan risiko dari industri transisi energi ini. 

 

Eksplorasi panas bumi tentu tidak hanya di Mandailing Natal, melainkan telah ditetapkan titik eksplorasi di wilayah-wilayah lain, yaitu: wilayah Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pulau ini telah ditetapkan sebagai Pulau Geothermal melalui Surat Keputusan Menteri ESDM Nomor 2268 K/30/MEM/2017. 

 

Pasca penetapan SK tersebut, terdapat 20-an titik-titik baru untuk eksplorasi di setiap kabupaten di pulau tersebut. Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, secara geologi dikelilingi cincin api vulkanik (ring of fire), yang masih dilansir dari Floresa. 

 

Dilansir dari Mongabay, pengembangan proyek panas bumi di Nusa Tenggara Timur , di antaranya: Wae Sano Manggarai Barat, Mataloko, Ngada, dan Ulumbu di Poco Leok, Manggarai. 

 

“Tanah Poco Leok ini sangat labil, bukti kalau musim hujan sering longsor, baik skala kecil maupun besar,” kata Servas Onggal, pemuda adat Kampung Lungar.

 

Transisi energi lain yang sedang dikampanyekan secara besar-besaran adalah penggunaan kendaraan listrik. Bahkan Presiden Jokowi, sudah menyiapkan kendaraan anggaran subsidi untuk yang mau menggunakan mobil listrik.

 

Dikutip dari CNN Indonesia, Penambangan nikel untuk elektrifikasi kendaraan tengah terjadi di Maluku Utara. Presiden Jokowi mengklaim bahwa Maluku Utara merupakan provinsi yang paling bahagia di Indonesia. Klaim tersebut didasarkan pada data percepatan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan BPS. 

 

Abdul Gani Kasuba selaku Gubernur Maluku Utara, dalam forum Konferensi Internasional Perikanan dan Kelautan mempertanyakan klaim tersebut yang tidak kalah menohok "Maluku Utara dianggap provinsi paling bahagia. Padahal kenyataannya masih susah" Pungkasnya, dilansir dari CNN Indonesia. 

 

Pada tahun 2021, kampanye tentang penggunaan elektrifikasi digaungkan di stasiun Skotlandia. Skotlandia merupakan tuan rumah dari perhelatan COP26. Perjanjian ini merupakan terusan Perancis Agreement di tahun 2015, mengenai krisis iklim yang kian mengkhawatirkan dunia. 

 

Dalam perjalanannya, transisi energi ini menggunakan pertumbuhan ekonomi yang masih eksploitatif. Masih menggunakan cara lama ala industri ekstraktif yang kolonial. Patut dipertanyakan kembali, apakah data analisis yang di lakukan BPS sudah valid atau tidak dengan fakta di lapangan? 

 

Pada KTT G20 di Bali November 2022 lalu, terbentuklah sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) di Indonesia. Sekretariat ini sepatutnya tidak hanya bersumber dari suara pemangku kebijakan, melainkan juga mampu menjadi wadah aspirasi bagi semua kalangan.  

 

Dilansir dari Esdm, JETP dibentuk oleh Internasional Partners Group atau IPG yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Jepang, beranggotakan: Kanada, Denmark, Uni Eropa, Perancis, Jerman, Italia, Norwegia dan Inggris. 

 

Sedangkan pendanaan dilakukan oleh PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT. SMI) sebagai manager pendanaan yang akan bermitra dengan Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) yang terdiri dari Bank of America, Citibank, Deutsche Bank, HSBC, Macquaire, MUFG dan Standard Chartered serta bank pembangunan multilateral lainnya. 

 

Jika melihat pengalaman yang sudah-sudah, dari diprakarsainya oleh negara-negara adidaya, seperti: Amerika Serikat, Jepang. Bukankah mereka adalah aktor utama polusi udara dari industri berat yang mereka hasilkan. Dengan rancangan yang mereka buat, atas nama iklim mereka akan menyetop ekspor batu-bara yang mencemar itu. 

 

Ini hanyalah permainan lama yang digunakan para investor adidaya untuk melakukan perputaran uang ala kapitalisme. Dengan diawal, memberikan bantuan dana dan sepaket bunga cicilan. Kemudian membuat kesepakatan yang akan mengotak-ngatik kebijakan suatu negara. 

 

Memberikan karpet merah terhadap investor adidaya untuk mengeruk kekayaan sumber daya alam pedesaan. Mau lari kemana itu uang dari keuntungan hasil transisi energi? Keuntungan akan jatuh ke tangan pihak yang jauh dari wilayah eksplorasi. Pihak yang tidak mengalami kegentingan risiko eksplorasi. 

 

Perusakan ekosistem wilayah eksplorasi yang terjadi menimbulkan "sesat nalar" dengan apa yang dilontarkan oleh para pemangku kebijakan tentang energi ramah lingkungan. Seakan transisi energi telah menyelamatkan malapetaka iklim. Namun, ternyata membiarkan kerusakan ekosistem yang didalamnya kehidupan masyarakat di wilayah eksplorasi. 

 

Bukankah, dalam praktiknya membongkar lahan di wilayah yang rawan bencana, seperti: Mandailing Natal yang berada di sabuk sumatera, NTT dan Maluku Utara di cincin api vulkanik (ring of fire) wilayah rawan longsor dan gempa. 

 

Berdasarkan fakta ini, bukan saja eksosistem wilayah eksplorasi yang akan terancam. Layaknya kartu domino, yang akan menjalar kemana-mana. Karena satu tempat berhubungan dengan tempat yang lain. Kepulauan di Indonesia memang dikenal ring of fire, wilayah yang rawan gempa tektonik dan gempa vulkanis. Bukan tidak mungkin, akan menimbulkan masalah baru yakni kerusakan ekologis Indonesia. 

 

Pernyataan tentang "tidak ada pekerjaan, yang tidak beriringan dengan resiko. Segala sesuatu pasti akan menghasilkan ampas dari output yang dihasilkan. Itu menjadikan alasan dari pemangku kebijakan untuk melakukan perbaikan." 

 

Perbaikan seperti apa yang akan dilakukan dengan meminggirkan keselamatan nyawa manusia. Nyawa manusia tidak akan tergantikan dengan apapun. Tidak ada kompromis dengan membiarkan kehilangan nyawa dan kerusakan ekologis. 

 

Jelas-jelas dalam ekstraktif transisi terdapat kelompok-kelompok rentan terutama perempuan yang dilemahkan. Sebelumnya perempuan sudah mengalami pelemahan dengan sistem patriarki. Lalu, ditambah transisi energi ala kolonialisme ekstraktif. 

 

Kerusakan ekosistem yang diakibatkan transisi energi tentu saja mempengaruhi perempuan, yang notabene pihak yang mengurusi domestik, baik: mengurus anak, air, dan pangan keluarga. Tidak mengherankan, jika pihak perempuan mengalami marginalisasi dan subordinasi yang bertubi-tubi.

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Lia Melankolia lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu