x

Koordinasi jaringan. Foto: KAKG/Istimewa

Iklan

Mukhotib MD

Pekerja sosial, jurnalis, fasilitator pendidikan kritis
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 30 Mei 2023 07:57 WIB

Mendampingi Penyintas Kekerasan Seksual Berbasis Teknologi, Justitia Raih Apresiasi Satu Indonesia Award

Penyintas kekerasan seksual tidak mudah menjangkau dan mendapatkan layanan hukum dari para profesional secara pro Bono (tanpa biaya). Apalagi juga mendapatkan pendampingan sosial dan psikologis. Justitia dan teman-temannya, melalui Kelompok Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG) menyediakan layanan pendampingan hukum berbasis teknologi, sehingga bisa mendekatkan proses pengaduan dan jangkauan yang lebih mudah. Berkat upayanya ini Justitia dan teman-temannya mendapatkan apresiasi SATU Indonesia Award 2022. Pembaca bisa juga mengajukan karyanya yang kreatif dan inovatif untuk mendapatkan apresiasi yang sama.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kekerasan seksual di Indonesia masih cukup tinggi. Tidak hanya terjadi di ruang publik, tetapi juga terjadi di ruang personal. Pelakunya sangat beragam, dari mulai orang-orang terdekat dalam keluarga, tetangga, pacar, sampai guru di sekolah, dan bahkan guru ngaji dan pengasuh pesantren.

Kekerasan seksual sering juga disebut dengan kekerasan berbasis gender (KBG). Menurut data Komnas Perempuan, pada pertengahan tahun 2023 terdapat  1.086 kasus kekerasan seksual. Sedangkan data KemenPPPA, menunjukkan sepanjang tahun 2019 terdapat 8.864 kasus, dan meningkat menjadi 10.368 kasus pada tahun 2021.

Kekerasan seksual terhadap anak juga terus meningkat. Tahun 2019 terdapat 6.454, dan meningkat jumlahnya pada tahun 2021, sebanyak 8.730 kasus.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tentu saja ini sangat memprihatinkan. Sebab di Indonesia sudah memberlakukan berbagai kebijakan untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan.

Sebut misalnya, UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Terbaru, pemberlakuan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Penyintas Kekerasan Seksual

Sampai saat ini penyintas kekerasan seksual tidak jarang masih menerima berbagai pandangan negatif dari publik. Sering kali mereka justru disalahkan (blamming the victim), dicemooh, dipandang rendah, dan dikucilkan akibat dari tindak perkosaan terhadap dirinya.

Padahal, kekerasan seksual bisa mengakibatkan hancurnya masa depan perempuan dan anak perempuan, menimbulkan trauma yang tak akan pernah hilang sepanjang hidupnya. Mereka pada akhirnya terkena Post-traumatic Stress Disorder (PSTD) jika tidak mendapatkan penanganan, dan pemulihan yang tepat dan cepat.

Saat ini, banyak lembaga yang peduli terhadap penyintas kekerasan seksual dengan menyediakan berbagai layanan, mulai dari menerima pengaduan, memberikan konsultasi psikologis, pendampingan hukum, dan sebagian lagi sampai pada proses pemulihan. Semua layanan itu disediakan dari berbagai pihak, seperti organisasi nun-pemerintah, lembaga/instansi pemerintah, komisi-komisi, dan juga kepolisian.

Sayangnya, tidak semua penyintas kekerasan seksual terinformasi dengan baik mengenai berbagai layanan itu. Akibatnya, saat mereka mengalami kejahatan seksual ini, merasa sendiri, seakan tidak ada yang akan menemani dalam kehidupan selanjutnya.

Berbasis Teknologi

Tidak terinformasinya layanan yang tersedia bagi penyintas kekerasan seksual, diantaranya terbatasnya informasi yang tersebar di ranah publik, dan keterbatasan jangkauan ketika penyintas akan mengakses layanan.

Menyadari situasi ini, Justitia mengembangkan program ‘Pendampingan Korban Kekerasan Seksual Berbasis Teknologi’. Program yang digagas sejak tahun 2020 melalui KAKG (Kelompok Advokat untuk Keadilan Gender).

KAKG merupakan kelompok advokat profesional yang memberikan dampingan kepada penyintas kekerasan seksual secara pro Bono (secara sukarela tanpa memungut biaya) dengan 16 anggota, termasuk Justitia.

Dengan mengembangkan layanan berbasis teknologi ini, penyintas kekerasan seksual di manapun akan dengan mudah mengakses layanan, mulai dari pengaduan, dampingan hukum, juga dampingan psikologis dan pemulihan.

Dalam memperluas dukungan, KAKG bekerja sama dengan Justika, sebuah platform tele-konsultasi, di mana penyintas kekerasan seksual langsung bisa bertemu dengan pengacara secara real-time.

Selain jaringan pengacara sebagai konsultan dan pendamping hukum, Justitia dan Kawan-kawannya juga melakukan kerja sama dengan penyedia jasa pemulihan medis, dukungan sosial, dan konseling psikologis yang dibutuhkan penyintas kekerasan selama proses pendampingan hukum, rehabilitasi, dan pemulihan.

Komunikasi dengan penyintas kekerasan seksual, selain melalui platform teler-konsultasi, juga bisa melalui email dan Whatsapp. Justitia menggunakan Twitter untuk membangun kepedulian para pengacara untuk terlibat dalam pendampingan berbasis teknologi ini.

Hasil yang dicapai

Sepanjang 2 tahun berjalan, sejak 2020-2022, KAKG telah mendampingi 5 kasus yang berhasil memidanakan pelaku kekerasan seksual, mendampingi lebih dari 80 kasus kekerasan seksual, dan kini menjadi mitra pengada layanan Komnas Perempuan Republik Indonesia.

Selain memberikan dampingan kepada penyintas kekerasan seksual, KAKG juga menyediakan jasa penyuluhan lingkungan kerja bebas dari kekerasan seksual, dan penyusunan SOP agar tempat kerja tidak menjadi lokus tindak kekerasan seksual.

Tantangan-tantangan

Keberhasilan ini bukan berarti tanpa tantangan. Misalnya, penyelesaian satu kasus bisa memakan waktu lama, sementara aduan dan penyintas kekerasan seksual terus mengalir. Kebutuhan tenaga dan waktu dengan begitu terus meningkat.

Terlebih, masih ada pasal-pasal yang justru memungkinkan pelaku melaporkan balik penyintas kekerapan seksual. Dalam memenangkan penyintas kekerasan seksual memerlukan kerja sama dengan banyak pihak, selain adanya bukti yang benar-benar jelas.

Dari sisi penyintas, tentu saja,  mental yang belum terlalu kuat menghadapi kasus yang ia laporkan. Untuk ini KAKG menyediakan waktu tambahan untuk mendampingi dan membantu persiapan mental mereka.

Upaya dan perjuangan Justitia dan teman-teman berbuah pula. Selain mampu memberikan manfaat dan dukungan kepada penyintas kekerasan seksual, Justitia juga mendapatkan apresiasi dari program SATU Indonesia Award atas pengembangan programnya ini.

Tentu sangat membanggakan, dan memotivasi untuk terus mengembangkan program-programnya sehingga bisa menjangkau dan melayani lebih banyak lagi perempuan dan anak perempuan penyintas kekerasan seksual. Bisa jadi ini tindakan kecil, tetapi memiliki dampak besar bagi para penyintas.

Jika pembaca memiliki karya kreatif dan inovatif dalam bidang kesehatan, termasuk kesehatan mental, seperti yang dilakukan Justitia, bisa juga mengajukan karya ke SATU Indonesia Award 2023, siapa tahu karya pembaca mendapatkan apresiasi juga.***

Ikuti tulisan menarik Mukhotib MD lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB