Aku yang terbuang dari tamannya,
jatuh ke dasar bumi; seperti sampah.
Aku berkelana, menjadi saksi
daur ulang kehidupan di bumi.
Manusia lahir, manusia mati
berkali-kali, dan aku tetap di sini.
Aku tak dilahirkan; tak ada kematian.
Aku mampu mencuri jiwa manusia;
menghentikan nafas kehidupannya,
mengantar mereka pergi dari sini:
derita bumi yang senantiasa abadi.
Tetapi aku tak mampu pergi dari sini.
Aku tak dilahirkan; tak ada kematian.
Tak ada maut sempatkan singgah
'tuk menjemput aku pergi dari sini:
derita bumi yang senantiasa abadi.
Ingatan itu terus menghantuiku,
menjelma malam penuh belenggu.
Rasa dingin tanpa api kehidupan,
menjadi bayang atas kekekalan.
Kuberjalan di punggung keabadian;
dimensi ruang tanpa waktu membunuh.
Aku bunga mawar mekar yang tak 'kan layu,
tetap berdiri tegak di hadapan sang waktu.
Membeku di tengah badai butiran salju;
tak pernah bisa rasakan panas api cinta
yang membakar habis menjadi debu-abu
setiap apa yang tersentuh mata-apinya.
Sekian banyak ingatan yang tak terlupakan
dalam ketidakbermaknaan jalan tanpa arah.
Menyaksikan hidup berdansa tangis dan tawa,
sementara itu waktu terus berjalan-berlalu,
menghanyutkan segala apapun yang ada
di hadapannya, kecuali aku: yang terbuang
dari tamannya.
Lembah Sunyi, Waktu di Bumi
Ikuti tulisan menarik Jerpis M. lainnya di sini.