Saat perapian mulai padam
di musim dingin. Setumpuk kayu
bakar melulu dimasukkan agar
tak sesal gelap menjelma.
Bukan seperti Abu Lahab dan
istrinya yang diikatkan
kayu bakar di tempat bernama
Jahannam. Bukan,
terlampau jauh.
Atau kayu bakar yang
punya nilai emas bagi
nenek-nenek penjual surabi
di pinggir jalan tempatku
menyepi. Tiap hari mau
tidak mau menyiksa tungku perapian
beralas wajan mencetak adonan
Demi kebahagiaan.
Kayu bakar itu bisa kayu apa saja bukan?
Asal semesta merelakan kroninya dihancurkan
dipatahkan
dihinakan
Agar si empunya
merasa bahagia
walau tak terbalaskan.
Sudah itu saja.
(2021)
Ikuti tulisan menarik Gilang Ramadhan lainnya di sini.