x

Iklan

Indah Sakina

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 Juni 2023

Sabtu, 24 Juni 2023 07:11 WIB

Kekerasan pada Anak Meningkat, Apakah Childfree Sebuah Solusi?


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kekerasan Pada Anak Meningkat, Apakah Childfree Sebuah Solusi ?

Oleh:

Indah Sakina

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Universitas Andalas

Kekerasan pada anak adalah semua tindakan atau kegiatan yang meyakiti fisik maupun emosional anak, penyalahgunaan seksual, pelalaian, yang mengakibatkan luka fisik yang merugikan anak, tumbuh kembang anak, dan kelangsungan hidup anak. Menurut undang- undang Nomor 35 tahun 2014 yang dikatakan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belasa) tahun dan yang berada dalam kandungan.

Berdasarkan undang- undang kekerasan anak, ada 5 bentuk kekerasan pada anak, yaitu meliputi kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikis (emosional), penelantaran, dan yang terakhir merupakan eksploitasi. Kekerasan pada anak adalah hal yang sudah sering terjadi di Indonesia. Kita sangat mudah menemukan kekerasan pada anak baik di lingkungan keluarga maupun instansi pendidikan, bahkan di pasar- pasar atau dilampu merah banyak ditemukan anak- anak yang mengemis padahal mereka disuruh oleh oknum malas yang memanfaatkan mereka. Tak jarang juga anak yang masih balita bahkan masih bayi diajak panas- panasan di jalanan untuk mengundang simpati publik agar mendapatkan keuntungan.

Bahkan kekerasan seksual juga kerap terjadi pada anak dibawah umur. Contohnya siswi SMP asal Cianjur yang dirudapaksa delapan lelaki hidung belang. Hal tersebut baru diketahui oleh orang tua korban, karena curiga ada perubahan gaya hidup pada anak mereka. Tak hanya sampai disitu, dua pelaku tertangkap oleh Polres Pandeglag setelah memaksa seorang siswi untuk bekerja sebagai seorang PSK. Bahkan menurut beberapa riset pada Februari 2023 sudah terjadi kekerasan seksual pada anak sebanyak 80 orang anak menjadi korban. Dilingkungan keluarga tidak kalah buruk, bahkan ayah kandung ataupun saudara laki- laki dari korban ikut melakukan aksi bejat ini.

Kekerasan pada anak sudah berada pada ambang yang mengkhawatirkan, sehingga pemerintah atau instansi yang terlibat di tutut cepat dan tanggap dalam menyelesaikan kasus ini, bukan hanya itu peran pemerintah dalam menciptakan rasa aman dan damai serta rasa dilindungi juga sangat penting untuk meminimalisir kasus ini. Pemerintah diharapkan mampu membuat langkah preventif salah satunya dengan disahkannya UU TPKS pada rapat paripurna 12 April 2022 dan resmi menjadi undang- undang pada 9 Mei 2022.

Karena banyaknya kasus tentang kekerasan anak yang terjadi, sehingga banyak pasangan muda yang takut untuk memiliki anak dan memilih untuk tidak memiliki anak, atau istilah kekiniannya adalah childfree. Sebenarnya childfree  bukan istilah baru, istilah ini sudah dikenal sejak abad ke-20 dan banyak di gunakan dalam negara- negara maju.

Masyrakat yang memilih childfree percaya bahwa dengan tidak memiliki anak mereka akan memiliki kebahagiaan hidup yang lebih baik, tidak akan terbenani, dan mereka menganggap dengan mereka memilih childfree  mereka akan membantu menurunkan pupulasi manusia yang ada didunia. Selain itu juga banyak faktor pendorong mereka untuk memilih childfree,  seperti alasan truama masa lalu misalnya. Mereka tidak mau hal buruk yang menimpa mereka akan terjadi lagi kepada anak atau cucu mereka kelak. Bahkan banyak publik figure yang melakukan trend ini.

Padahal sebenarnya saya pribadi kurang sependapat dengan budaya childfree ini. Karena saya rasa itu hanya bentuk ke khawatiran saja akan masa depan. Karena untuk menjadi orang tua memang diperlukan mental yang kuat. Untuk mengasuh anak merupakan kesepakatan bersama dalam rumah tangga, bukan hanya peran sebelah pihak. Sehingga psikologi yang matang dalam menjalani pernikahan diperlukan. Pasangan yang menikah hendaknya memiliki anak ketika mereka siap bukan karena mereka mau ataupun tuntutan masyarakat.

Bukan hanya keluarga, pemerintah juga berperan penting dalam hal ini. Mungkin saja banyak orang memilih trend ini karena tuntutan ekonomi. Maksudnya demi meminimalisir pengeluaran mereka memilih untuk tidak memiliki anak, sehingga kebijakan pemerintah juga berperan besar. Padahal sesungguhnya memiliki anak yang baik dan lucu serta berkompeten akan mampu menciptakan banyak dampak positif, seperti berkembangnya SDM yang baik, mampu nemajukan daerah sekitar, dan berdampak baik bagi negara.

 

Ikuti tulisan menarik Indah Sakina lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler