x

Guillaume Barraut, Ahli Ekonomi dan Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam

Iklan

muhamad arifin ilham

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 10 Juli 2023

Selasa, 11 Juli 2023 07:52 WIB

Mengapa Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Brunei Lebih Sedikit Dibanding Indonesia dan Malaysia?

Di Brunei Darussalam, negara muslim kaya dan sejahtera, jumlah Lembaga keuangan mikro syariah masih sangat sedikit, yaitu hanya 4 lembaga dengan total aset sebesar USD 0,02 miliar.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mengapa Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Brunei Masih Sedikit Dibanding Negara Indonesia dan Malaysia?

Muhamad Arifin Ilham-08020421073

Lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) adalah lembaga yang menyediakan layanan keuangan berbasis prinsip syariah kepada masyarakat berpenghasilan rendah atau tidak memiliki akses ke lembaga keuangan konvensional. LKMS bertujuan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan sosial dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

LKMS telah berkembang pesat di berbagai negara, terutama di negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim, seperti Indonesia dan Malaysia. Menurut data dari Islamic Financial Services Board (IFSB), pada tahun 2019, jumlah LKMS di Indonesia mencapai 4.637 lembaga dengan total aset sebesar USD 3,9 miliar, sedangkan di Malaysia terdapat 261 lembaga dengan total aset sebesar USD 2,1 miliar. Namun, di Brunei Darussalam, sebuah negara yang dikenal sebagai negara Muslim kaya dan sejahtera, jumlah LKMS masih sangat sedikit, yaitu hanya 4 lembaga dengan total aset sebesar USD 0,02 miliar.

Lalu, apa yang menyebabkan perbedaan yang signifikan ini? Apakah Brunei tidak membutuhkan LKMS? Berikut adalah faktor-faktor yang menyebabkan Lembaga keuangan mikro syariah di brunei masih sedikit.

Faktor Permintaan

Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap layanan keuangan mikro syariah adalah tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di suatu negara. Semakin tinggi tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, semakin besar pula kebutuhan masyarakat akan layanan keuangan mikro syariah untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, mengembangkan usaha mikro mereka, atau mengatasi risiko sosial dan ekonomi yang mereka hadapi.

Jika kita melihat data dari Bank Dunia, kita dapat melihat bahwa Brunei memiliki tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan yang sangat rendah dibandingkan dengan Indonesia dan Malaysia. Pada tahun 2019, persentase penduduk Brunei yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional hanya 0,6%, sedangkan di Indonesia sebesar 9,8% dan di Malaysia sebesar 5,6%. Selain itu, indeks gini Brunei pada tahun 2017 adalah 0,37, yang menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan yang relatif rendah dibandingkan dengan Indonesia (0,38) dan Malaysia (0,41).

Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa permintaan terhadap layanan keuangan mikro syariah di Brunei relatif rendah karena mayoritas penduduknya memiliki tingkat kesejahteraan ekonomi yang tinggi dan merata. Hal ini juga didukung oleh fakta bahwa Brunei memiliki sistem kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial yang baik dan gratis bagi warganya, sehingga mengurangi kebutuhan mereka akan layanan keuangan mikro syariah untuk mengatasi masalah sosial dan ekonomi.

Faktor Penawaran

Faktor lain yang mempengaruhi penawaran terhadap layanan keuangan mikro syariah adalah ketersediaan dan kesiapan lembaga-lembaga keuangan mikro syariah untuk menyediakan layanan tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa aspek, seperti:

  • Modal dan sumber daya: sejauh mana lembaga-lembaga keuangan mikro syariah memiliki modal dan sumber daya yang cukup untuk menjalankan operasional mereka, termasuk modal awal, modal kerja, sumber daya manusia, teknologi, dan infrastruktur.
  • Regulasi dan supervisi: sejauh mana lembaga-lembaga keuangan mikro syariah mendapatkan dukungan dan perlindungan dari pemerintah dan otoritas terkait dalam hal perizinan, peraturan, standar, dan pengawasan yang sesuai dengan prinsip syariah dan praktik terbaik.
  • Pasar dan kompetisi: sejauh mana lembaga-lembaga keuangan mikro syariah mampu bersaing dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya, baik konvensional maupun syariah, dalam hal produk, harga, kualitas, distribusi, dan promosi layanan keuangan mikro syariah.

Jika kita melihat kondisi di Brunei, kita dapat melihat bahwa penawaran terhadap layanan keuangan mikro syariah masih sangat terbatas karena beberapa alasan, antara lain:

  • Kurangnya modal dan sumber daya: LKMS di Brunei masih menghadapi kendala dalam hal modal dan sumber daya untuk menjalankan operasional mereka. Menurut data dari Autoriti Monetari Brunei Darussalam (AMBD), pada tahun 2019, modal LKMS di Brunei hanya sebesar USD 0,01 miliar, sedangkan asetnya hanya sebesar USD 0,02 miliar. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan modal dan aset LKMS di Indonesia (USD 1,9 miliar dan USD 3,9 miliar) dan Malaysia (USD 1,2 miliar dan USD 2,1 miliar). Selain itu, LKMS di Brunei juga masih kekurangan sumber daya manusia yang berkualitas dan berpengalaman dalam bidang keuangan mikro syariah. Hal ini menyebabkan LKMS di Brunei memiliki kapasitas operasional yang rendah dan tidak efisien.
  • Kurangnya regulasi dan supervisi: LKMS di Brunei masih belum memiliki regulasi dan supervisi yang khusus dan komprehensif untuk mengatur aktivitas mereka. Saat ini, LKMS di Brunei masih tunduk pada peraturan umum yang berlaku bagi lembaga keuangan non-bank (LFNB), yaitu Perintah LFNB 2006. Namun, peraturan ini belum mencakup aspek-aspek khusus yang berkaitan dengan prinsip syariah dan praktik terbaik dalam keuangan mikro syariah. Hal ini menyebabkan LKMS di Brunei masih menghadapi ketidakpastian hukum dan kurangnya perlindungan dari pemerintah dan otoritas terkait.
  • Kurangnya pasar dan kompetisi: LKMS di Brunei masih belum memiliki pasar yang besar dan kompetitif untuk layanan keuangan mikro syariah. Seperti telah dibahas sebelumnya, permintaan terhadap layanan keuangan mikro syariah di Brunei relatif rendah karena tingkat kesejahteraan ekonomi yang tinggi dan merata di kalangan masyarakat. Selain itu, LKMS di Brunei juga menghadapi persaingan yang ketat dari lembaga-lembaga keuangan lainnya, baik konvensional maupun syariah, yang memiliki skala, jangkauan, dan variasi produk yang lebih besar dan lebih baik. Hal ini menyebabkan LKMS di Brunei sulit untuk menarik dan mempertahankan nasabah mereka, serta meningkatkan pendapatan dan profitabilitas mereka.

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa LKMS di Brunei masih sedikit dibanding negara Indonesia dan Malaysia karena beberapa faktor utama, yaitu:

  • Rendahnya permintaan terhadap layanan keuangan mikro syariah di Brunei karena tingkat kesejahteraan ekonomi yang tinggi dan merata di kalangan masyarakat.
  • Terbatasnya penawaran terhadap layanan keuangan mikro syariah di Brunei karena kurangnya modal dan sumber daya, regulasi dan supervisi, pasar dan kompetisi dari lembaga-lembaga keuangan mikro syariah.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan jumlah dan kualitas LKMS di Brunei, diperlukan upaya-upaya dari berbagai pihak yang terkait dengan keuangan mikro syariah, seperti pemerintah, otoritas terkait, lembaga-lembaga keuangan mikro syariah, lembaga-lembaga lain yang berkepentingan, serta masyarakat. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah:

  • Meningkatkan permintaan terhadap layanan keuangan mikro syariah di Brunei dengan melakukan sosialisasi dan edukasi tentang manfaat dan potensi keuangan mikro syariah bagi masyarakat, terutama bagi kelompok-kelompok yang kurang terlayani atau marginal.
  • Meningkatkan penawaran terhadap layanan keuangan mikro syariah di Brunei dengan memberikan dukungan dan insentif kepada lembaga-lembaga keuangan mikro syariah dalam hal modal dan sumber daya, regulasi dan supervisi, pasar dan kompetisi, serta inovasi dan pengembangan produk dan layanan.
  • Meningkatkan kerjasama dan jejaring antara lembaga-lembaga keuangan mikro syariah dengan lembaga-lembaga lain yang terkait dengan keuangan mikro syariah, baik di dalam maupun luar negeri, untuk saling berbagi pengalaman, pengetahuan, dan sumber daya, serta untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas layanan keuangan mikro syariah.

 

Ikuti tulisan menarik muhamad arifin ilham lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu