x

s

Iklan

Bacho 98'Net

ex-student movement activist 98'
Bergabung Sejak: 21 Juni 2023

Senin, 17 Juli 2023 08:13 WIB

SMA 1 Bekasi dan Upaya Menjaga Reputasi dari Pelintiran Berita Republika

Banyak pelintiran isu-isu media tentang SMA favorit menjelang rampungnya PPDB termasuk di SMA N 1 Bekasi. Salah satunua dari Repulbika online.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di sesi-sesi terakhir PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) mendadak semua perhatian media di tujukan pada berbagai kericuhan dan kekisruhan yang terjadi dalam prosesnya. Sebagian beranggapan ini momentum tepat menciptakan transparansi juga akuntabilitas publik. Ada yang merasa ini momen tepat untuk mereformasi sistem pendidikan. Juga ada yang merasa ini saat tepat untuk mempersalahkan posisi Menteri Nadiem Makarim.

Dengan berbagai sudut pengangkatan berita dari berbagai pihak, tetap media online yang akhirnya memanen klik berita dari berbagai penjuru Nusantara, baik itu lewat web, sosmed, atau link-link yang tersebar di WA group. Di WA group SMA 1 Bekasi, link berita yang mengejutkan di tulis oleh Republika dengan judul berita PPDB SMAN 1 Bekasi di bayangi isu ada orang tua rela bayar hinga puluhan juta rupiah dan di kalimat pertama tertera nominal Rp50 juta rupiah.

Yang menarik dari berita yang berisi 4-5 paragraf pendek dan 2-3 kalimat per paragraph ini adalah bahwa se-isi berita dilandasi sebuah komentar siswi yang “heran” pernah dengar ada yang bayar nominal tersebut. Dan sisa berita adalah upaya konfirmasi pihak republika ke humas SMA 1 yang tentunya mendapat bantahan telak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penayangan artikel ini cukup membingungkan banyak alumni dari SMA 1, baik dari dasar pengumpulan informasi yang dilakukan hingga koridor kode etik jurnalistik. Redaksi Rrepublika yang mempelintir satu kalimat menjadi satu artikel, atau efek-efek yang menghancurkan reputasi sekolah dan nilai-nilai moral ikatan alumni. Untuk surat kabar sebesar Republika, sudah tentu banyak teknik dan sumber daya yang bisa dimanfaatkan selain menulis berita simpang siur dan berharap memanen klik on-line.

Sudah dipastikan menulis berita tentang SMA 1 dan perjalanannya menjadi SMA favorit dan tetap memegang reputasi tersebut selama puluhan tahun bukan perkara mudah. Tidak ada salah seorang siswa atau siswi atau guru yang bisa memahami bagaimana SMA tersebut bisa menjaga reputasi selama itu. Dan bagi kita para alumni butuh waktu refleksi lebih dari 20 tahun untuk menginsyafi pilar-pilar yang menjadikan SMA 1 bagai sekolah penyihir di buku Harry potter.

Contoh soal, seorang siswa yang pernah dinobatkan menjadi “pentolan SMA 1” (murid terbandel) di angkatan 98’ akrab dengan panggilan Erwin, memasuki SMA tersebut dari SMP favorit dengan (nilai ebtanas murni) NEM masuk 45. Artinya, nilainya cuma 5 digit dibawah nilai tertinggi rata-rata murid dengan jumlah NEM 50-an. Selama 3 tahun di SMA, dia banyak menghabiskan waktunya di luar kelas, baik untuk lomba panjat tebing, ekspedisi pendakian gunung, dan membuat 3 kali panggung acara musik. Ia juga bermain gitar tiap hari di kantin pada jam rehat, dan menjelajah kota dengan motor pada malam hari.

Dan di balik semua aktifitas kenakalan remajanya dia masuk jurusan IPA dan mengerjakan semua tugas. Setelah lulus ia diterima di universitas negri di bandung. Dengan fenomena ini yang menjadi pertanyaan terbesar: Apa yang membuat SMA 1 menjadi favorit? Apakah gedungnya? Lokasinya? Apakah NEM atau ujian masuknya? Ataukah guru-gurunya? Atau nama besar SMA 1 dan berbagai upaya dari semua siswa-siswinya untuk menjaga reputasi tersebut??

Lantas jika modal dasar untuk menjadi sekolah favorit yang mencetak bunga-bunga bangsa adalah sebatas sebuah repiutasi yang dijaga para murid-muridnya sejak tahun 60-an. Kita harus bertanya: Pantaskah untuk surat kabar nasional sekelas Republika mencoreng reputasi tersebut tanpa alasan yang jelas? Pantaskah Republika membuat sebuah pemberitaan tanpa pengumpulan informasi yang komprehensif?

Apa sesungguhnya maksud dan tujuan dewan redaksi Republika? Dan pada perjalanannya sebagai surat kabar nasional pernahkah Republika berani menulis berita berdasarkan statemen anak umur 15 tahun untuk mengkritisi berbagai lembaga pendidikan lain, misalkan LAB School, atau JIS atau UI atau ITB?

Semoga surat kabar tingkat nasional seperti itu bisa memberikan klarifikasi bagi kita semua dan mau memfasilitasi pertemuan alumni lintas generasi agar mendapatkan informasi dan klarifikasi lebih lanjut. Terima kasih.

 

                                                                                      

Ikuti tulisan menarik Bacho 98'Net lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB